"Sayang, nanti malam kujemput ya."
"Semoga tidak ada gangguan." kekeh Zoya saat mereka hendak memasuki lobi rumah sakit.
Di sana Bryan disambut hangat oleh beberapa dokter senior yang sedang lewat. Sedangkan Zoya memilih pergi lebih dulu ke sebuah lift. Bryan segera mengejarnya dan bertepatan dengan terbukanya lift tersebut.
"Apa mereka membuatmu tidak nyaman?"
"Bukan begitu, hanya saja mereka menyapamu bukan diriku. Lagi pula jika kusapa mereka tidak akan menanggapinya. Jadi abaikan saja," ujar Zoya sambil tersenyum.
Saat lift sudah tertutup, Bryan segera mendekat dan mencium gemas bibir Zoya. Ia selalu merasa kecanduan dengan bentuk serta keindahan benda kenyal tersebut. Zoya juga membalas ciumannya. Matanya melihat angka di lift dan segera melepasnya dengan napas terengah.
"Kita sudah sampai," ucapnya dan segera memperbaiki rambutnya yang sempat kusut karena ulah Bryan.
Di depan lift seorang suster segera menyambut mereka berdua.
"Dokter Zoya, syukurlah Anda sudah datang. Ada seorang pasien yang sedang menunggu di UGD. Dokter Samanta masih belum datang, Dok."
Zoya dan Bryan segera menuju ruangan tersebut dan di sana sudah terbaring seorang wanita cantik dengan rambut sebahu sedang membelakangi mereka berdua.
"Ada yang bisa saya bantu, Bu?" tanya Zoya sambil memasang senyuman. Di sampingnya Bryan juga ikut tersenyum.
Wanita itu berbalik dan membuat Bryan kaget saat mata mereka saling bertemu. Wanita itu juga tampak kaget melihat Bryan ada di sana. Zoya memperhatikan mereka berdua yang terlihat saling mengenal, ia pun kembali menjalankan tugas sebagai dokter. Mungkin ia hanya sedang berprasangka saja, pikirnya.
"Ah iya, Dok. Saya sering sesak saat bernapas dan mudah kelelahan, Dok."
Bryan yang mendengar hal tersebut sontak merasa khawatir. Ia segera mengambil stetoskop yang ia taruh di saku dan memeriksa kondisi Donita. Gadis itu menatapnya dengan penuh cinta dan hal itu terlihat oleh Zoya. Ia berdehem sejenak saat melihat kekasihnya melakukan hal yang sama kepada pasiennya.
Kondisi Donita tiba-tiba drop. Zoya segera memasang alat pernapasan dan segera menginturksi suster menyuntikkan sesuatu ke infus. Setelah itu mereka segera memasang mesin ekg. Zoya melihat raut wajah Bryan yang sangat khawatir saat melihat Donita drop. Hal itu tentu membuat Zoya cemburu. Namun, ia masih sadar jika saat ini sedang bekerja.
"Suster Eka, terus pantau pasien," ucap Zoya.
"Bryan, bisa kita bicara sebentar?" tanya Zoya sambil membawa pria itu keluar dari ruangan tersebut.
Zoya menasihati Bryan agar bersikap profesional dan menghargai dirinya sebagai kekasih. Apalagi tindakannya dilihat oleh banyak suster, Zoya hanya tidak ingin menimbulkan banyak spekulasi mengenai hubungannya yang baik-baik saja karena hal ini. Akan tetapi tampaknya Bryan tidak mengindahkan nasihat Zoya. Ia langsung bergegas pergi kembali ke ruangan Donita dirawat saat ini.
"Apa dia sangat penting sampai suaraku tidak lagi berguna." gumam Zoya sedikit serak karena menahan tangis sejak tadi.
Ia akui jika sebagai gadis yang terbiasa dimanja oleh keluarganya, ia mengakui saat ini sedang ingin dimengerti dan diperhatikan oleh kekasihnya, bukan malah sebaliknya. Pria itu lebih sibuk dengan pasien yang baru saja datang dan mengeluh dada nyeri. Zoya menarik napas pelan dan kembali menghampiri Bryan yang masih sibuk menunggu Donita.
"Dokter Bryan, dia adalah pasienku, silakan kembali ke ruanganmu."
"Aku akan menunggunya di sini."
"Dokter Bryan, sekali lagi dia adalah pasienku, aku yang menanganinya bukan dirimu. Sekarang segera keluar!"
Zoya menaikkan intonasi suaranya membuat beberapa suster memperhatikan mereka berdua dengan intens.
"Bersikaplah profesional Dokter Bryan."
------
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments