20

...Met pagi, jan lup vote dan komen ya😾...

.......

.......

BENAR kata Jeje, 1 minggu setelahnya bahkan tak ada hal aneh. Gita yang setiap hari harus bekerja dan bertemu Erdo pun tak merasakan adanya tindakan dari rencana Erdo.

Apa pria itu hanya membual? Tapi yang kematian istrinya tidak main-main.

"Gita, temani saya keluar." Gita mendesah kasar, lagi dan lagi tuh orang selalu memintanya keluar bersama.

Capek Gita tuh, dia kan mau bekerja dengan damai di ruangannya tanpa harus ikut keluar.

"Gita, kamu dengar saya?." Gita berdecak kesal.

Dia mematikan interkom itu. "Berisik, lo setan." gerutunya sebal.

Gita tak takut dipecat, ayolah dia ini bekerja hanya karena gabut doang, dia sudah punya 3 Restoran sendiri dan uangnya lancar sekali.

Jadi kalau dia dipecat ya bodo amat.

Tak lama kemudian, Erdo datang ke ruangan Gita dengan raut wajah merajuknya. "Gita!." panggilnya kesal.

"Apaan sih Erdo!? Lo gak bisa ya, gak gangguin gue kerja!?." sentak Gita emosi.

Sekarang mah, sama Erdo gaboleh dilembutin, harus keras ke dada bidang Doni.

Erdo cengengesan mendengar amarah Gita, gila ni orang. "Temenin aku keluar dulu lah, nanti aku traktir." ajaknya lagi.

"Mau kemana sih!?."

"Mau terjun ke lapangan tempat pembangunan Sekolah baru Gita."

"Dimana?."

"Depan SMA Bhayangkara."

Gita berdecak, itu jauh dari sini anjir ah.

"Ck, cepetlah!." sentak Gita kesal sembari berdiri dari duduknya.

Nih orang. Gabisa kayaknya kalau gak ngerepotin Gita.

Ntah apa aja. Ada sekretaris yant diajak pergi selalu Gita, ck.

.........

Doni saat ini tengah ya you know lah, bolos lagi di Tongpe sama temen-temennya. Untuk Arsa dan Jeje mereka bener-bener udah baikan kok.

"Eh-eh, UTS kan udah kelar nih. Kita nanjak kuy." ajak Adi semangat, dia kepengen ngajak temennya ni naik Gunung.

Udah lama juga kan.

Vino, Xeno, Doni, Arsa dan Jeje kini memusatkan perhatian mereka pada Adi, lumayan juga sih rencana untuk naik Gunung itu.

"Kita-kita doang kan?." tanya Jeje.

Tak ada hal buruk dipenglihatannya, hanya beberapa gangguan penghuni Gunung saja, sudah biasa kok.

"Iya-"

"Ajak Diara dong!." sela Arsa antusias.

Adi menggeplak kepala belakang Arsa seketika, maaf ye reflek.

"Gak! Nanti lo malah ngajak dia nana ninu digunung!." ketus Jeje kesal, kalau Arsa sama Diara digabung pasti ada aja desah-desah ditempat itu.

Arsa cengengesan dimarahi temannya. "Enggak kok, janji gue!."

"Janji lo!?."

"Iyaaaa, gue janjiii."

"Heuum, coba lo tanya Diara dulu. Mau ikut apa enggak."

Arsa mengangguk semangat, yes Diara bakal ikut!.

Sementara Doni teringat Gita, gimana kalau Gita ikut ya? Pasti seru nanjak Gunung bareng istri hehehe. Nanti dia akan ajak Gita ikut nanjak bersama mereka.

"Oh iya Don, cincin ditangan lo itu. Cincin apaan?."

Doni menoleh pada Xeno yang barusan bertanya, cincin pernikahannya dengan Gita sengaja dia pakai di jari telunjuk.

Sementara Gita mengalungkan cincin pernikahan miliknya.

"Oh, gak ada. Cuma cincin biasa." jawabnya santai.

Xeno memicing tak percaya. "Gausah liatin gue kek lo ngeliatin setan ya kampret!." sentak Doni kesal.

"Hmm, mencurigakan.."

"Apanya yang mencurigakan sih nyet?."

"Gue curiga aja, kalau lo itu sebenarnya tipe cowok yang hobi pake aksesori-"

BUGH!

Satu memar Xeno dapat dipipi kirinya, dia hanya cengar-cengir saja mendapat tinjuan gratis dari Doni.

"Gitu dong, emosi. Jangan kalem-kalem bae, gak asik." cetusnya sembari menepuk bahu Doni kuat.

"Diam lu, kutil anoa!."

"Wih, cogan begini dikata kutil."

"Gue aja cogan, dijadiin babu sama mami gue." kasihan, kenapa kalian malah mengadu nasib anak-anak.

Jeje tersenyum tipis melihat interaksi teman-temannya, dia bisa bernapas lega dulu karena beberapa kejadian buruk kedepannya sudah banyak berubah.

Tak ada bahaya yang akan datang, kuncinya adalah jangan mencari bahaya tersebut.

Jeje jarus mengawasi Vino dan Xeno, dua orang itu rawan sekali dalam bahaya, seperti Xeno yang dikejar anjing karena mencuri kutang tetangganya.

Untung aja, anjing pitbull itu gak sampai gigit kakinya.

Kalau gak, rabies:v

Ntar Xeno jadi zombie pulak yekan.

Tapi baru saja Jeje hendak bernapas lega, sekelibat kejadian yang baru saja lewat membuatnya terkaku seketika.

"Apa..ini.." darah, reruntuhan, ambulance dan teriakan keras.

Tunggu, ini kejadian siapa?

Jeje memegang keningnya yang berdenyut, kejadian orang yang lalu-lalang juga sering mampir ke kepalanya.

Untung saja bukan kejadian milik orang yang dia ke-

"Gita!."

Wajah Jeje pucat seketika, itu suara laki-laki yang menjadi CEO tempat Gita bekerja, kenapa suara itu bisa masuk ke penglihatannya juga?.

"Don, bisa gak lo tanya dimana Kak Gita sekarang." ujar Jeje gemetar.

Doni melirik, namun dia kemudian menjawab. "Kak Gita, ada di gedung kontruksi untuk pembangunan Sekolah Baru di depan SMA Bhayangkara." jawaban itu keluar dari mulut Doni.

Jantung Jeje semakin berdegup kencang.

"Don-"

Terible

Terible~

She is villain~

Nada dering ponsel Doni menyela ucapan Jeje, cowok itu udah lemas sendiri sekarang.

"Halo." sahut Doni saat mengangkat telepon.

"Halo, kami tim kepolisian ingin memberi tau saudara Doni, kalau pemilik ponsel ini yang bernama Gita ditemukan di reruntuhan bangunan, saat ini sedang menuju Rumah Sakit."

DEG!

Doni...lemas seketika.

"Cepet! Ayo kita ke rumah sakit." paksa Jeje pada mereka semua.

Mereka pastinya heran. "Kenapa Je? Don?." tanya Arsa.

"Kak Gita masuk rumah sakit! Dia ketiban reruntuhan bangunan kontruksi!!." pekik Jeje kesal sembari menarik Doni.

Mereka semua terperanjat, dengan cepat mereka bangkit lalu berangkat ke rumah sakit bersama.

Doni seakan kehilangan nyawanya, dia hanya diam dengan wajah pucat dan tatapan kosong.

...Tak ada air mata, hanya tatapan kosong saja....

..........

DONI mengelus punggung tangan Gita yang di infus, dia bisa bernapas lega setelah tau Gita tak terluka parah, hanya saja dia sedikit terkena runtuhan kayu nya.

Dan bisa pulang malam ini juga.

"A-aku..kira..hiks..k-kamu..hiks..huhuuuuu..hiks..aku takut..hiks.." isaknya sesenggukan.

Gita terkekeh pelan, dia mengelus pipi gembul Doni lembut. "Aku gak papa kok, udah ah jangan nangis." bujuk Gita.

Doni mengangguk, dia memeluk Gita perlahan dan mendusel dilehernya, dia sangat takut..entah kenapa membayangkan Gita pergi dari hidupnya..sangat..mengerikan.

Doni tak mampu hanya sekedar membayangkannya.

"Jangan terluka lagi..hiks..aku takut.." lirihnya parau.

Gita hanya tersenyum menanggapi lirihan Doni, tidak ada yang tau apa kejadian di depan, Gita tak bisa menjanjikan sesuatu yang mustahil.

Dia kembali teringat, tentang kejadian siang tadi.

Awalnya baik-baik saja, sampai akhirnya suara ledakan terjadi dan bangunan mulai runtuh.

Gita berusaha lari bersama Erdo tapi Erdo santai-santai saja.

Tak mau ambil pusing, Gita menyelamatkan dirinya sendiri dan berujung tertimpa kayu.

Erdo, tak ditemukan keberadaannya.

Diduga gedung itu sengaja diledakan, itu semua rencana Erdo. Dia sengaja memancing Gita agar ikut kesana dan berusaha membunuhnya.

Emang gila tuh orang kayaknya.

"Gita.."

"Iya sayang?."

"Besok mau ikut nanjak gak? Sama temen aku yang lain."

"Ke Gunung?."

"Heem."

"Gunung mana?."

"Sinabung."

"Alamak, jauh banget sampai ke pulau lain."

Doni tertawa pelan. "Gunung sekitaran sini udah semua kami tanjak, tinggal yang diluar pulau." jawabnya santai.

Gita mengangguk sebagai jawaban. "Yaudah, panggil Dokter biar aku pulang. Kita harus nyiapin barang-barang."

Yes, rencana Doni agar Gita ikut ke Gunung berhasil!.

..........

Mereka berangkat dari rumah Vino, mereka kudu minta izin sama mami Vino agar Vino diizinin pergi.

Gita harus turun tangan nih, namanya juga dia yang paling dewasa diantara yang lainnya.

"Tante, ngizinin Vino ikut gak? Tenang aja tante, ada Gita. Nanti kalau dia nakal Gita jewer telinganya." ujar Gita sopan.

Mami Vino diam, dia menelisik penampilan Gita yang termasuk lebih sopan daripada Diara.

Gita memakai baju training dan celana olahraga, lebih sopan ketimbang Diara yang pakai tank top dilapis cardigan dan celana pendek selutut.

"Tante percayakan Vino sama kamu Gita, tolong awasi dia selama di Gunung ya." pesan Mami Vino.

Gita mengangguk. "Mami, Vino minta uang jajan." pinta Vino sembari bergelayut manja dilengan maminya.

Mami Vino mendelik, dia merogoh kantung dasternya dan meraih beberapa lembar uang 100 ribu.

"Nih, dikantung mami cuma segini. Kalau mau lebih ambil di ATM." cetus Mami seraya memberikan uang 1 juta 500 pada Vino.

Cuma segitu yang maminya taruh dikantung daster, kalau di dompet sama ATM beda lagi.

Vino menerima uang itu dengan gembira. "Yeaayy makasih mamiii." segera dia mencium pipi mami kesayangannya itu.

Lumayan buat beli chiki-chiki di indomaret, buat persiapan dijalan juga. Di dompet Vino sudah nyiapin uang 10 Juta, uang ini cuma untuk jajan.

Setelah berpamitan, mereka naik ke mobil Avanza milik Jeje. Sengaja, karena bisa muat banyak.

Yang nyetir supir, karena mereka harus naik pesawat dan mobil ini bakalan dibawa pulang lagi.

Perjalanan menuju Pulau Sumatera harus menempuh waktu 1 jam, mereka akan turun di Kuala Namu dan mengendarai mobil menuju Brastagi.

Kira-kira, mereka akan sampai pukul 9 malam di Brastagi, harus menginap di Penatapan dulu baru paginya mereka lanjut ke kaki gunung Sinabung.

"Diara~"

Diara melirik Arsa yang sibuk mendusel dilehernya, mereka duduk berempat dikursi paling belakang.

Diara, Arsa, Jeje dan Xeno.

Jeje, Xeno mupeng liat kemesraan Diara dan Arsa. "Kalian, saat di Gunung nanti ingat ya, jangan nana ninu." peringat Gita.

Dia tau hubungan Diara dan Arsa sudah terlampau jauh, bahaya kalau mereka nana ninu di Gunung.

"Iya kak! Kak nanti kita satu tenda ya." Diara selalu semangat jika berbicara dengan Gita, dia mendorong kepala Arsa agar menjauh dari bahunya.

Diara mendekatkan dirinya pada bangku yang Gita duduki.

Gita tertawa pelan, dia merasa punya adik perempuan saat bersama Diara.

"Iya Diara, nanti kita satu tenda." jawabnya.

Arsa melipat tangannya di dada melihat antusias Diara saat bersama Gita, saingan terberatnya adalah Gita tuh.

"Udalah, ngapain lo iri. Toh juga Diara cuma anggep Gita sebagai kakaknya, dia anak tunggal jadi gatau rasanya punya saudara." cetus Jeje.

Arsa diam, kan..dia merasa egois sekarang.

Arsa hanya mau Diara menjadi miliknya, dia gamau Diara dekat dengan siapapun, bahkan dengan Gita sekalipun.

"Jangan egois, Arsa." ingatnya pada dirinya sendiri.

Dia harus menyenangi, apapun yang Diara senangi.

Kalau dia egois lagi, nanti Diara bakal ninggalin dia.

Tidak, Arsa tak mau itu terjadi.

.........

...Met baca, jan lupa vote dan komen😾...

.......

.......

MEREKA sudah sampai di Penatapan dan tengah menyewa 2 kamar untuk mereka tempati sampai pagi.

Diara akan sekamar dengan Gita sementara anak cowok lainnya akan dikamar lain.

"Gamauuu, mau sekamar sama Gitaaa aaaaaaaa." Doni tadi mabuk darat, dia sempat muntah dimuka Vino.

Dan Vino tadi juga muntah dan itu dibaju Doni, pokoknya mereka sama-sama muntah.

Badan Doni lemas banget, bahkan dia jalan harus dibopong sama Xeno saking lemasnya. "Gila lo, ntar yang ada lo nana ninu sama Kak Gita!." semprot Xeno kesal.

Dia menggeret tubuh Doni menuju kamar sebelah. "Kak, kami masuk duluan ya. Kasian nih dua orang." Jeje harus ngurus Adi dan Vino yang udah lemas.

Baru kali ini mereka perjalanan jauh dan di dalam mobil terus selama 5 jam.

"Iya Jeje, nanti jangan lupa sholat subuh ya." ingat Gita pada Jeje.

Jeje mengacungkan jempolnya pada Gita lalu masuk ke dalam kamar mereka.

Memang ini perjalanan yang sangat melelahkan, untung saja Gita mendapat cuti 2 minggu karena kejadian semalam.

"Kak, ada yang mau Diara diskusikan." cetus Diara begitu Gita mengunci pintu kamar.

"Ada apa?." tanya nya.

Gita segera meletakan tas nya dilantai dan berjalan menuju kasur, mereka akan nanjak jam 8 pagi, ini masih jam 10 malam jadi masih banyak waktu istirahat.

Diara mengeluarkan tablet dari dalam tas slempangnya, dia menunjukan sebuah rekaman Cctv yang berhasil Diara hack.

Itu posisinya ada di parkiran depan gedung kontruksi tempat kejadian semalam.

"Lihat kak, Kak Erdo lari dari pintu belakang bersama orang suruhannya, sebelum itu," Diara menarik mundur waktu di video.

Lalu memperlihatkan seorang pria botak tengah melemparkan sesuatu ke dalam gedung.

"Gedung itu, sengaja diledakan pas kakak ada di dalam, biar kakak mati, kalau kakak mati. Kak Erdo bakalan tetap disana dan mati sama kakak." jelasnya.

Gita diam, cukup pusing mendengar fakta yang awalnya hanya menjadi dugaannya saja.

"Makasih Diara." tutur Gita pelan.

Diara tersenyum menanggapi ucapan Gita. "Btw, kamu sama Arsa tuh udah anu-inu ya?." ceplos Gita polos.

Diara tersedak ludahnya sendiri, dia memandang horor wajah Gita.

"Enggak! Aku gak nana ninu sama Arsa! Aku masih tau batasan buat jaga keperawanan aku kak. Aku sama Arsa biasanya cuma...eum.."

"Cuma apa hayooo."

"Cuma..main..sedikit.." cicit Diara dengan wajah yang memerah padam.

Gita tergelak melihatnya. "Haha, main dari belakang? Pakai jari?." tebak Gita telak.

Diara semakin menunduk malu, semua yang Gita katakan itu benar..aaaaa dia jadi gak sanggup buat natap Arsa nantinya.

"Gausah malu gituu aaa."

"Iih, udalah kak."

Gatau kah kalau Diara tengah menahan malu saat ini.

Di kamar sebelah, Jeje sibuk mengurusi teman-temannya yang bolak-balik muntah ke kamar mandi.

"Aduh. Gue mintain air hangat aja ya." usul Xeno.

Jeje mengangguk. "Cepetan! Ingat pesan gue ya, jangan pernah ikutin cewek pakai dress putih kalau lo ketemu dia." cerocos Jeje yang sibuk menyeka wajah Vino dari bekas muntahan.

Xeno memberikan jempolnya sebelum keluar.

Suasana sangat sepi, dan gelap.

Di belakang penginapan mereka itu jurang, di depan penginapan mereka gunung dan kabut.

Kamar mereka ada di lantai 2, dia harus turun sebentar guna menemui ibu pemilik penginapan.

Saat Xeno berjalan melewati 4 kamar kosong, btw kamar mereka itu pojok ya.

Xeno melewati 4 kamar kosong, ada jendela tapi gak ada horden, jadi isi kamar terlihat jelas.

Jujur Xeno gak takut, tapi suasana gelap dan dingin membuat nyalinya ciut. Xeno gak berani lirik kanan karena itu posisi kamar kosongnya.

Hanya ada 1 kamar yang pakai horden, dan horden itu warna merah.

Setelah berjalan turun, Xeno meminta ibu pemilik penginapan untuk memberikannya air panas di termos.

Setelah dapat, Xeno kembali naik.

Tapi sebelum itu nyeploskan sesuatu.

"Horden di kamar 03 bagus ya buk, warna merah gitu." celetuknya sambal ketawa-ketiwi.

Ibu itu terdiam. "Nak, kamar kosong gak ada yang pake horden. Halu kau ah, udah sana naik lagi ke kamar, bentar lagi jam 11 dan gaboleh ada yang keluar kamar." cetus ibu itu.

Xeno terdiam, dia gaberani bersuara lagi.

Dengan cepat dia berjalan menuju tangga dan naik.

"Ya Allah..Ya Allah..maafkan hamba yang selama ini bejat sekali ya Allah..Ya Allah lindungilah hamba dari teman Vino Ya Allah, dia kan setan, pasti temannya itu-"

"Hihihi.."

"AAAAAAAAAA UMIIII MAAFIN XENO NAKAL UMIIII AAAAAAAAA!!."

Drap! Drap! Drap!

BLAM!!

Napas Xeno hampir habis, tubuhnya merosot pelan dipintu dengan termos yang sudah tergeletak dilantai.

"Lo diganggu?." celetuk Jeje kalem.

Dengan gemetar Xeno mengangguk, wajahnya pucat banget. Duh kasian temennya ini.

"Udah, tidur aja." karena Jeje tau, jam 11 nanti akan ada seseorang berbaju putih melangkah di lorong depan kamar mereka.

Mengecek apakah yang ada di kamar sudah tidur atau belum, dan mencegah orang-orang berbuat maksiat.

"T-tadi dia ketawa!! D-dia jauh banget suaranya..t-tapi.."

"Udah, berarti dia ada di deket lo tadi, karena jauh berarti deket." cetus Jeje.

Xeno merinding parah, dia berdiri pelan-pelan dan berjalan menuju sling bag yang dia punya. "Baca doa sebelum tidur dulu." ingat Jeje.

Xeno menatapnya. "Gue lupa.." cicitnya.

Jeje berdecak kesal. "Allahuma, ahya wa amut." celetuk Jeje.

Xeno mengangguk, dia menadah kedua tangannya lalu berdoa.

Baru setelahnya dia tidur walau masih ketakutan setengah mati.

Jeje melirik bawah pintu, ada dua kaki pucat disana.

Jeje berjalan mendekati Xeno dan memakaikannya headset berisi ayat-ayat suci.

Lalu melirik bawah pintu yang sudah diganti dengan seseorang yang tengah mengintip, rambutnya panjang dengan mata merah mengerikan.

Tok

Tok

Tok

"Pergilah, jangan mengganggu." usir Jeje santai.

"Hiihii.."

"Ck, merepotkan."

Dan yah, Jeje benci dengan kenyataan kalau mata batinnya sudah terbuka lagi, ini semua karena kakeknya!!.

Semalam sok-sok an buka mata batin semua cucunya, gataunya mata batin Jeje gak bisa ditutup lagi. Untung aja Jeje ini mental baja.

Jadi dia gak takut sama sekali, cuma sering kaget aja.

Semisal lagi mandi, keramas gitu yakan.

Pas buka mata habis keramas, pasti ada saja yang nongol didepan matanya.

...Dan sepertinya, ini memudahkannya untuk tau siapa roh laki-laki yang sering menempel pada gadisnya....

...Bersambung😾...

...Votenya:(...

Terpopuler

Comments

Riska

Riska

jujur thor aku merinding

2022-12-28

0

Michelle Febrianna

Michelle Febrianna

author nya orang brastagi ya?

2022-04-29

0

Michelle Febrianna

Michelle Febrianna

sinabung nya dimana thor?
rumah gw deket situ

2022-04-29

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!