Apakah ini yang kau mau?
~•~•~
Haura terbatuk-batuk setelah mendengar pernyataan dari bosnya. Sekelebat perasaan aneh menjalar ke dalam relung sukmanya. Apakah ini yang Alden mau, hingga dirinya sebaik ini, dan memberi fasilitas pada Haura. Atau karena dia memiliki perasaan lain?
Setelah tenang, dan dirinya merasa baik-baik saja. Haura akan menolak secara halus permintaan tidak wajar dari bosnya itu.
"Mengapa harus aku? Ada karyawanmu yang lain, bahkan yang lebih dari aku."
"Karena kau yang cocok, tidak ada kriteria yang bagus selain dirimu."
"Tapi aku seorang ja—" Suara Haura tercekat di tenggorokan.
"Janda?" Alden menegaskan kalimat Haura yang terpotong dengan santai. "Kakek dan nenekku adalah orang yang punya pikiran terbuka, mereka memaksaku menikah, karena mereka menganggap aku sangat sibuk bekerja, hingga tidak ada waktu lagi untuk berkencan."
"Nona Angeline, bukankah dia cantik? Dia adalah pasangan sempurna untukmu."
"Tidak mungkin, dia sahabatku. Kakek dan nenekku pasti akan mengira aku dan Angeline bersekongkol," sela Alden menjelaskan.
Selama ini Haura baru tahu, jika Angeline adalah sahabat dari pria di hadapannya ini. Pantas saja saat itu, gadis itu tampak tidak suka pada Haura.
"Tidak gratis, aku akan membayarmu untuk ini semua." Kilat ekspresi keseriusan terpancar jelas di wajah Alden, apalagi matanya yang berwarna pasir itu, semakin menguatkan jika dia sedang tidak ingin bermain-main.
Haura memang membutuhkan uang tambahan, terlebih lagi dia juga ingin segera melunasi hutang-hutangnya pada Alden yang sudah mengubah penampilannya tempo hari.
"Apakah kau mau?" Alden kembali menegaskan penawaran itu, sebenarnya kalimat Alden tersirat tidak seperti paksaan. Akan tetapi sorot wajahnya menunjukan keseriusan dan paksaan, dan Haura tidak boleh menentukan pilihan selain menerimanya.
"Haura...." Alden kembali berdesis, membuyarkan lamunan wanita di hadapannya itu.
"Iya." Haura tersentak tidak bisa berkata apa-apa. Terlebih lagi dia masih bingung dengan permintaan Alden untuk menjadikannya kekasih kontrak.
"Kau bersedia?" Alden nampak menarik napas panjang. "Jika kau menyetujui tawaranku. Aku akan membayarmu 2000$ setiap bulan. "
Mendengar angka yang ditawarkan oleh bos tampannya membuat Haura menelan ludah, itu adalah harga fantastis untuk pekerjaan sebagai kekasih kontrak.
"Apakah itu tidak terlalu banyak?" Haura hampir tidak bisa berkata-kata.
"Kurang?"
"Bukan... bukan begitu, tapi itu sangat mahal untuk pekerjaan yang mudah," sela Haura memotong ucapan Alden.
Udara dingin seolah menerpa Haura, bagaimana bisa ada hawa dingin, yang seolah menyusup ke kulitnya yang putih, padahal Tadpole tengah di kuasai musim panas. Hal itu membuat Haura mengusap-usap kedua lengannya.
"Kau mau?" Pertanyaan itu seolah benar-benar mengintimidasi Haura, dan kali ini memaksanya untuk menyetujui penawaran itu, toh tidak ada salahnya dirinya menerima pekerjaan yang tidak berat seperti ini.
"Ya, baik... aku mau. Tapi ada syarat."
"Syarat apa?"
"Tidak ada kontak fisik untuk kita berdua tentunya."
"Tapi, kita membutuhkan itu untuk menyakinkan kakek dan nenekku. Aku hanya melakukannya di depan mereka saja," ucap Alden meyakinkan. Betul juga apa yang dikatakan pria ini, bagaimana tidak ada kontak fisik saat bertemu kakek dan nenek Alden. "Lagi pula, aku juga tidak akan mau menyentuhmu," elak pria itu lagi berpura-pura.
"Baiklah, aku setuju."
Senyuman kecil hampir tak terlihat mengembang di bibir Alden, tentunya tanpa sepengetahuan Haura, lelaki itu mengembuskan napas lega, seolah tengah menyelesaikan misi rahasianya.
~•~
Keduanya selesai makan malam, dan memutuskan untuk kembali pulang, Alden melirik ke arah arloji di tangan kirinya, jam menunjukan pukul delapan malam.
"Kau mau pulang, atau mau ke mana dulu?" tanya Alden pada Haura.
"Aku lelah dan ingin segera pulang," keluh wanita cantik itu, sembari menyentuh tengkuknya yang memang terasa pegal.
"Baiklah."
Mereka berdua pergi menuju tempat parkir, di sana masih berjejer mobil-mobil mewah milik konglomerat di Kota Tadpole.
Bahkan ada beberapa mobil yang belum pernah Haura lihat sebelumnya, mungkin saja mobil itu hanya diproduksi beberapa saja di dunia, hingga terlihat sangat langka.
Alden masuk ke dalam mobil diikuti Haura yang duduk di sampingnya, selama perjalanan pulang, keduanya memilih diam tidak mengucapkan sepatah kata pun, seolah hanyut dalam pikiran mereka masing-masing.
Di dalam hati Haura ia nampak resah dan gelisah tentunya. Bagaimana jika dia kakek dan nenek Alden tidak bisa menerima Haura, dan menghinanya. Seperti di dalam drama televisi, semua orang kaya akan seperti alergi jika keturunan mereka berkencan dengan wanita yang tidak jelas bibit, bebet, dan bobotnya.
"Kau sedang memikirkan apa?" Suara Alden yang terasa dingin menusuk tulang, membuyarkan lamunan absurd seorang Haura.
"Tidak... aku tidak memikirkan apa pun," elak wanita itu membuang muka ke luar mobil, dan memperhatikan suasana malam kota Tadpole yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit bak hutan beton.
~•~
Mereka berdua telah sampai di lantai tiga puluh. Langkah Haura terhenti ketika melihat pria tidak asing tengah bersandar di pintu, dengan posisi setengah terduduk.
Alden yang melihat lelaki itu tahu jika dia adalah Theo mantan suami Haura.
"Untuk apa dia ke sini? Dia kelihatan mabuk!" geram Alden, kemudian berjalan kasar menuju pria yang juga sedang meracau tersebut.
Saat Theo melihat kedatangan Haura, pria itu langsung berteriak lantang. "Haura... kau jahat! Kau jahat Haura!"
Theo benar-benar sudah tidak waras, bahkan dirinya dengan mudah memutar balikkan fakta jika Haura-lah yang bersalah kali ini.
"Kurang ajar!" Dengan penuh emosi, Alden menarik kedua kerah baju Alden, wajah mereka saling beradu, Alden menatap Theo dengan tatapan nyalang seolah ingin mencabik-cabik tubuh Theo yang tengah di kuasai alkohol. "Kau yang meninggalkan dirinya, kau sendiri yang menyesalinya! Lelaki tidak tahu diri dan memalukan!"
"Sudah... Alden, lepaskan dia! Theo sedang mabuk!" hardik Haura menghentikan bosnya.
Alden melepaskan dan sedikit mendorong sehingga membuat Theo terhuyung dan jatuh. "Aku akan menghubungi sekuriti!" Alden mengeluarkan ponsel dari saku celananya. Namun, Haura mencegah Alden dengan memegang tangannya.
"Jangan! Aku akan membawanya pulang ke rumah."
Alden tidak percaya dengan ucapan Haura, apakah dia tidak waras? Dan ingin mengantarkan pria tidak berguna ini pulang ke rumahnya? Apakah Haura ini seorang malaikat? Seolah dirinya sudah memaafkan mantan suaminya yang sudah membuatnya susah.
"Terserah kau saja!" Rahang Alden mengetat karena menahan emosi dengan perkataan Haura yang ingin mengantarkan pria durjana ini pulang. Alden pergi dengan membanting pintu dengan sangat keras. Haura hanya bisa menghela napas panjang, karena pekerjaanya bertambah satu lagi. Tapi dibalik dia akan mengantarkan Theo pulang, ada rencana yang telah Haura ciptakan untuk membuat Theo menyesal.
To be continue~
Terima kasih, sudah membaca Novel Kala Bos Menggoda. Jika ada yang janggal, bisa koreksi di kolom komentar, ya.
luv,
Novi Wu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Ida Lailamajenun
tolongin dulu Haura tar smpai tepi sungai ceburin aja tuh mantan sampah mu itu
2022-10-11
0
LENY
Haura bingung lihat sikapnya kok mau ya ngantar mantan yg jahat
2022-08-18
0
мєσωzα
alaaaah boong.. bilangnya tidak akan mau menyentuhmu, padahal dalam hati kebalikannya tuh🤭
2022-07-18
0