Kala Bos Menggoda
Cinta tidak selamanya indah—
***
Sudah tiga hari tidak seperti biasa, Theo selalu pulang malam, bahkan kadang tak jarang pria itu sampai rumah dalam keadaan mabuk. Haura setiap hari harus membersihkan bekas muntahan suaminya yang berceceran di atas lantai parket ruang tamu kediaman mereka.
Wanita yang telah tiga tahun menikah dengan Theo hanya bisa menelan ludah dengan kelu, tatkala setiap hari suami yang sangat dia cintai pulang dalam keadaan luar biasa menyedihkan.
Jika pagi menjelang, dalam keadaan hangover, Haura menanyakan perihal suaminya yang selalu mabuk-mabukan selama beberapa hari ini. Namun, hanya makian yang dia dapat. Suami yang telah menikahinya selama tiga tahun itu kini telah berubah tidak seperti biasanya, lelaki itu selalu mengumpat dengan kata-kata yang tidak bisa dibayangkan oleh Haura sebelumnya. Hinaan bahkan cacian membuat Haura merasa lelah dengan kelakuan suaminya akhir-akhir ini.
Seperti biasa, pagi ini Haura menyiapkan sarapan untuk sang suami sebelum lelaki berusia dua puluh tujuh tahun itu pergi bekerja. Suaminya adalah salah satu Manager di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Tadpole. Tentu pekerjaan yang sangat menjanjikan untuk pria muda seusia Theo.
"Makanan apa ini? Kau berniat meracuniku?!" hardik Theo, membanting garpu ke atas piring.
Haura yang mendengar suaminya berteriak, nampak sedikit terkejut, tapi sedetik kemudian ia malah mengerutkan kening, tidak percaya—bukankah lelaki ini selalu berkata jika spaghetti buatannya adalah makanan terenak sejagad raya? Lalu mengapa tiba-tiba dia berteriak seolah makanan ini adalah sesuatu yang tidak pantas untuk dimasukan ke dalam mulut.
Haura menyambar lap, sembari mengeringkan tangannya yang basah setelah selesai mencuci piring, dia mendekat ke arah suaminya.
"Kenapa? Bukankah spaghetti adalah makan yang paling kau sukai? Terlebih itu buatanku?" tanya Haura, dengan nada menyelidik.
"Itu dulu! Tidak dengan sekarang!" elaknya dengan ketus, kemudian ia memindai tubuh istrinya dari atas hingga ke bawah. "Lihatlah tubuhmu, kumal dan bau dapur! Pergilah mandi!" perintahnya lagi.
Haura yang tidak tahu apa kesalahan yang ia perbuat hanya bisa terdiam, seingatnya dirinya sudah mencoba spaghetti itu, dan tidak ada masalah. Lalu ini apa?
Haura memilih pergi, dan menolak berkomentar, jika dia meladeni Theo. Maka masalahnya akan semakin panjang.
Lelaki itu menyambar kunci mobil, kendaraan berwarna hitam yang ia beli dari hasil penjualan sertifikat tanah milik mendiang ibu Haura, kemudian pergi keluar dengan membanting pintu dengan sangat keras. Di garasi mobil pun Haura dengan mudah mendengar lelaki itu mengomel.
"Lebih baik aku makan di cafe dekat kantorku!" ucapnya sambil berlalu.
Haura yang melihat tingkah suaminya hanya bisa menghela napas panjang, sebenarnya apa yang tengah terjadi dengan Theo hingga dia berubah selama beberapa hari ini, dia lebih mengabaikan Haura.
Tiga tahun yang lalu semua indah, setelah lulus kuliah dan menyelesaikan wisuda mereka, Theo melamar Haura dengan sangat romantis. Keduanya sudah berkencan hampir lima tahun, dan tanpa ada halangan sedikit pun. Bahkan orangtua Theo dan ibu Haura sangat menyetujui jika anak-anak mereka menikah. Hal itu disambut Theo dengan tangan terbuka dan melamar sang pujaan hati di sebuah restoran rooftop mewah di hotel Gloria tempat termahal di Kota Tadpole. Tanpa pikir panjang, Haura menjawab dengan senang hati ketika sang pujaan hati yang selalu membuat dirinya mabuk kepayang itu memintanya menjadi istri.
Tapi tidak dengan akhir-akhir ini, bahkan mertuanya yang sebelumnya tidak pernah mencampuri urusan mereka pun, sejak kematian ibu Haura—mereka selalu bersikap tidak menyenangkan. Sering kali mereka menyalahkan dan berkata jika menantunya itu adalah wanita mandul, dan beberapa pernyataan menyakitkan lainnya, yang melukai hati Haura sebagai seorang wanita.
Haura hanya bisa terdiam dan bisa hanya bisa menerima kenyataan. Toh, Haura juga sudah pernah memeriksakan kandungannya, dan semua wajar dan baik-baik saja. Hanya saja Theo yang tidak pernah mau cek kondisi kesuburannya. Apakah dia bisa dibilang sehat atau tidak. Tapi pria itu menolak dan berkata, hanya wanita yang bisa mandul, bukan laki-laki. Haura tidak bisa berbuat apa-apa selain pasrah.
*
Siang itu Haura melihat stok dapur yang sudah menipis, dan dia memutuskan untuk pergi ke pusat perbelanjaan seorang diri, padahal biasanya Theo-lah yang selalu mengantar Haura ke manapun wanita itu ingin pergi, wanita dua puluh enam tahun itu mengeluarkan mobil yang sudah lama tidak terpakai dari garasi rumahnya. Sedikit memanaskan mesin, dan bersiap untuk keluar—inilah saat-saat paling dinanti, me time seorang diri tanpa siapapun. Haura menjalankan mobilnya memecah jalanan kota Tadpole yang siang itu lumayan padat dengan keadaan musim panas, yang matahari dua kali lebih terik dari biasanya.
Jalanan sungguh sangat crowded dengan mobil yang antre di sebuah traffic light. Suara klakson bahkan saling bersahutan seperti membentuk nada yang tidak beraturan dan sangat mengganggu indera pendengaran. Haura hanya bisa menghela napas panjang, dan melirik ke arah rear-vision mirror atau lebih yang dikenal dengan spion dalam mobil, ia menatap bayang dirinya yang siang itu hanya mengenakan celana jeans, kaos hitam, dan rambut yang diikat seadanya, mungkin Haura berpikir jika dirinya hanya akan pergi berbelanja, sehingga dia tidak perlu berdandan cantik paripurna bak model yang meliuk-liuk di atas cat walk.
*
Akhirnya wanita itu sampai di pelataran parkir di pusat perbelanjaan yang hanya berjarak beberapa kilometer dari rumahnya. Namun, ia harus menghabiskan waktu di jalan selama tiga puluh menit, padahal jika tidak ramai atau akhir pekan, Haura hanya butuh sepuluh menit untuk tiba di pusat perbelanjaan ini. Di sinilah Theo bekerja, dan Haura berharap dia bisa bertemu dengan suami yang sangat ia cintai di dalam nanti.
Wanita itu masuk dengan santai ke dalam, mengambil troli untuk mengisi barang belanjaan sebelum di bayar ke kasir.
Hingga hampir tiga puluh menit, Haura berputar mencari suaminya sembari berbelanja—tapi nihil, Theo tidak ada di dalam, atau mungkin dia ada di dalam kantornya, entahlah. Tapi Haura tidak akan ambil pusing, mungkin suaminya sedang sibuk, hingga dia tidak berkeliling mengecek para karyawannya siang ini, atau mungkin pria itu tengah makan siang, karena setelah Haura melirik ke arah arlojinya, jam menunjukan pukul satu siang.
Setelah selesai berbelanja, dengan membawa tas yang berisi barang-barang kebutuhan rumah tangga, Haura memutuskan untuk baik ke lantai dua, karena supermarket di pusat perbelanjaan itu terletak di lantai satu, semetara lantai dua, tiga, dan empat adalah restoran dan departemen store. Haura berjalan, dan akan mencari restoran untuk makan siang seorang diri.
Saat ia naik menggunakan eskalator, Tiba-tiba seorang wanita cantik menarik dirinya, hingga membuat Haura terhuyung. Gadis cantik dengan heels dan dandanan yang luar biasa sempurna membuat Haura terpana untuk sesaat.
"Nyonya ... kami menawarkan sebuah cushion yang baru lounching beberapa hari ini, apakah Anda berminat, kami sedang mengadakan demo, jika nyonya ingin, kami bisa memberi potongan harga," ucap gadis itu menawarkan kosmetik.
Haura tersenyum canggung, sudah lama sekali wajahnya tidak menggunakan riasan, atau apalah itu, karena menurutnya lelaki yang mencintainya akan menerima dia apa adanya seperti halnya Theo yang selalu setia kepadanya.
"Tidak, Nona. Saya kurang suka memakai riasan," elak Haura, dengan tersenyum.
"Tapi produk ini sangat bagus untuk menutupi noda hitam, Nyonya." Sang gadis yang sepertinya seorang sales marketing itu nampak sedikit memaksa.
"Ah... tidak, saya belum berniat untuk membelinya," jawab Haura lagi.
"Tapi, Nyonya—" Saat gadis itu akan memaksa Haura lagi, Tiba-tiba seorang pria tampan melepaskan cengkeraman tangan gadis itu dari lengan Haura.
"Jangan dipaksa jika dia tidak mau!" desis pria dengan nada dingin. Haura yang memindai penampilan rapi dari lelaki yang berdiri disampingnya begitu terdiam tidak mampu berkata apa pun. Pria dengan setelan tiga potong, dengan rambut yang begitu rapi, hidung mancung, dan rahang yang begitu tegas, bahkan kornea mata yang berwarna layaknya pasir membuat Haura terperangah. Siapakah pria ini? Apakah dia seorang aktor dalam drama televisi yang sedang melompat ke dunia nyata?
"Silakan lanjutkan belanja Anda, Nyonya. Maafkan karyawan saya," ucapnya sopan, tapi tetap terselip nada dingin di setiap kalimat yang dia lontarkan.
Haura pun memilih pergi, dengan menahan rasa nyeri bekas cengkeraman gadis muda itu tadi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Mari Anah
mampir ya thor ky y menarik deh🤗🤗
2023-01-19
1
Yolan
baru mampir ya😘😘
2023-01-02
0
Roro Ireng Rahayu
#karpet maksudnya ....
2022-11-03
0