Reflek Tia langsung memeluk tubuhku saking senangnya.
"Yeayyy makasih Tari" bahagia Tia.
"Iya sama-sama tapi bisa lepasin enggak tubuh mu itu dingin kayak es batu bisa-bisa beku lah aku nantinya" kata ku.
Tia melepaskan pelukan.
"Hehe maaf kesenangan sampai-sampai aku tidak punya cara lain lagi untuk mengungkapkannya" jawab Tia.
"Apa yang bisa aku bantu perasaan orang yang menabrak mu udah di tangkap kok masa kamu masih belum tenang juga?" tanya ku.
"Aku hanya ingin minta maaf ke seseorang" jawab Tia sedih.
"Siapa orang tua kamu perasaan mereka udah ikhlas atas kepergian mu?" tanya ku mengerutkan alis.
Tia menggeleng.
"Bukan orang tua ku tapi seseorang" jawab Tia lirih.
"Coba kamu cerita deh biar aku tau apa yang membuat mu tak tenang selama ini" suruh ku.
Sebelum bicara Tia menarik nafas dalam-dalam.
"Jadi gini waktu itu satu hari sebelum aku meninggal aku sempat janjian sama Rifal mau jalan-jalan sehabis pulang sekolah" jelas Tia.
"RIFAL? Rifal kakak kelas kita itu?" tanya ku kaget.
"Iya" jawab Tia singkat.
"Ada hubungan apa kamu sama dia?" tanya ku.
"Aku pacaran sama dia" jawab Tia dengan berkaca-kaca.
"Terus-terus" suruh ku.
"Kita janjian mau jalan-jalan ke taman tapi ya gini gak kesampaian coba aja waktu itu aku nyebrangnya hati-hati mungkin aku gak akan kayak hini" tangis Tia.
"Oh karena janji itu kamu tidak bisa tenang sampai sekarang" kata ku paham.
"Iya gara-gara janji itu Rifal sampai saat ini terus merasa bersalah atas kematian ku kan waktu itu dia yang ngajakin aku janjian" jawab Tia.
"Ya aku mau aja bantuin kamu tapi masalahnya aku gak punya pengalaman membantu makhluk seperti kamu jadi tidak terlintas ide apapun untuk membantu mu menyelesaikan masalah ini" kata ku.
"Kamu coba aja dulu kalau gagal kamu coba lagi sampai berhasil" saran Tia.
"Aku juga yang akan capek kalau kayak gitu, gimana ya semisal aku bilang gitu ke Rifal kalau dia gak usah merasa bersalah atas kematian kamu terus apakah Rifal akan percaya? oh tentu saja tidak bener kan?" tanya ku.
"Ahaa aku punya ide gimana kalau kamu pertemuin aku sama Rifal bilang aja kalau aku ada di depannya pasti dia percaya" ide Tia.
Aku mengernyitkan dahi.
"Hallo nona dia akan nganggep aku gak waras Rifal itu taunya kamu udah meninggoy terus kalau aku bilang kamu ada di depannya gitu heis mengade-ngade lah ide kau ini bah" kata ku.
"Apanya yang mengade-ngade aku yakin kok kalau rifal akan percaya" jawab Tia tetap dengan pendiriannya.
Aku menepuk jidat.
"Masya Allah nih orang gak paham juga hadeeh gini ya mbknya, iya nanti kalau aku bilang kayak gitu Rifal akan percaya tapi cuman 10% kerena apa? karena dia pasti minta bukti dari ucapan ku nah sedangkan dia tidak bisa melihat ENTE" jawab ku kesal.
"Oh iya ya kok aku lupa hehe" cengir Tia seperti biasa.
Aku mengernyitkan dahi.
"Hantu bisa lupa juga?" tanya ku tak percaya.
"Yaaa entah" jawab Tia dengan entengnya.
Aku menepuk jidat.
"Allahu akbar lindungilah hamba mu ini dari makhluk astral ini ya Allah kenapa takdir harus mempertemukan aku dengan makhluk paling menyebalkan ini dosa apa aku ini ya Allah" kata ku tak habis pikir.
"Terus gimana dong aku gak tau bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah ini" kata Tia.
"Nanti aku pikirin btw biasanya Rifal ada di mana?" tanya ku.
"Di taman kota" jawab Tia.
"Apa dia selalu ke sana dan apa yang dia lakukan di sana?" tanya ku.
"Iya aku sering liat dia di taman ya kalau gak ngelamun ya dia nangis aku gak tega melihat Rifal yang selalu bersedih gara-gara kematian ku gimana ini Tari" jawab Tia.
"Nanti kita ketemuan di taman aja aku mau liat segalau mana Rifal ketika di tinggalin kamu mungkin ada cara yang bisa aku lakuin agar Rifal bisa ikhlasin kamu aku ingin melihat keadaan terlebih dahulu mungkin saja otak ku bisa memecahkan masalah mu nantinya lagian aku juga penasaran masa iya seorang lelaki menangis seumur-umur aku tidak pernah melihat seorang lelaki menangis loh" kata ku.
"Ishh kok kamu kayaknya mau menghina Rifal" tak terima Tia.
"Sejak kapan aku bilang kalau aku mau menghina Rifal aku hanya ingin melihat keadaan dulu begitu jangan asal kira saja kau ini mah nanti tak ku bantuin tau rasa kau" kata ku.
"Ya maaf ya sudah aku tunggu di taman ya bye" Tia menghilang dari hadapan ku.
"Beh dasar nih bocah main ngilang aja" kata ku kaget.
Teeet
Suara bel berbunyi.
"Alhamdulillah akhirnya masuk juga aku pengen cepat-cepat ke taman buat melihat bagaimana lelaki menangis haha" batin ku bahagia.
"Astaghfirullah gak boleh loh Mentari bagaimana di atas penderitaan orang lain tapi sekali-kali juga gpp kok haha" batin ku tergelak.
Jam terakhir berjalan dengan lancar setelah sepi aku berjalan keluar dari dalam kelas lalu melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan kaki.
Sore ini aku sudah siap berangkat ke taman kota untuk melihat lelaki menangis.
Dengan baju sweater berwarna putih rok hitam dan tak lupa aku membawa tas yang isinya buku dan sebagainya aku berniat menyelesaikan tugas sekolah ku di taman itu sekalian dengan masalah Tia.
Aku melangkahkan kaki keluar.
"Dek kamu mau kemana kok udah rapi aja?" tanya Satria.
Aku menoleh ke arah Abang yang tengah duduk di teras rumah.
"Tari izin pergi ke taman ya bang" jawab ku berdiri di sampingnya.
Satria mengernyitkan dahi.
"Mau ngapain?" tanya Satria.
"Ngerjain tugas" jawab ku singkat.
"Kan bisa di rumah kenapa harus di luar?" tanya Satria.
"Anu Tari pengen nyari suasana baru bosen kalau di rumah terus begitu" alasan ku berharap bisa mengelabuinya.
"Ya udah Abang anterin" tawar Satria.
"Gak usah bang Tari bisa sendiri kok Abang jangan khawatir Tari cuman ke taman doang kok" jawab ku mencegahnya.
"Gak ada yang kamu tutupi kan dari Abang" tebak Satria.
"Tumben-tumbenan nih bocah gak mau aku anterin pasti ada sesuatu ini aku harus bisa ikut ke taman bersamanya" batin Satria.
"Gak ada kok bang Tari tidak menutupi apapun dari Abang" jawab ku gelisah.
"Bener?" tanya Satria.
"Beneran" jawab ku yang merasa Abang curiga.
"Yaudah kalau gak ada yang kamu sembunyiin Abang boleh ikut dong kalau kamu gak dibolehin Abang ikut ke sana berarti ada apa-apanya nih" kata Satria.
"Bolehh ikut gak ya tapi nanti gagal dong bantuin Tia tapi kalau gak di bolehin aku yang gak akan di izinin keluar tambah gagal total usaha ku, masa iya aku sudah rapih kayak gini usaha ku gagal kan gak mau begitu" batin ku.
"Gimana kok diam ada apa nih?" tanya Satria.
"Yah deh Abang boleh ikut" jawab ku terpaksa.
"Nah gitu dong bentar Abang mau ganti baju dulu" kata Satria berlari ke dalam rumah.
"Jangan lama-lama" teriak ku.
"Iya bentar" teriak Satria.
15 menit kemudian
"Sudah gak lama kan?" tanya Satria.
"Gak lama dari mana ini itu sudah 15 menit lamanya aku menunggu Abang ganti baju sebenarnya Abang itu ganti baju apa molor sih" jawab ku kesal.
"Hehe sekalian mandi masa iya Abang cuman ganti baju doang percuma dong baju rapi tapi badan bau" kata Satria.
"Nyenyenye ayo cepat nanti ke buru malam lagi" ajak ku.
"Iya ayo naik" jawab Satria.
Aku naik ke sepeda motor Abang 10 menit barulah kami berdua sampai di sana aku melihat Abang yang tengah memarkirkan motor.
"Aku harus cepat-cepat masuk ke dalam dan cari Tia sebelum Abang menggagalkan semua usaha ku untuk melihat lelaki menangis hari ini" kata ku berlari masuk ke dalam.
"Eeeh mau kemana hmmm" kata Satria menarik tas ku.
"Alamak" batin ku kaget.
"Mau hindarin Abang iya?" tanya Satria.
"Hehe nggak kok bang Abang aja yang salah menyimpulkan orang Tari gak mau hindari Abang kok" jawab ku bohong.
"Ayo ikut Abang" kata Satria.
Abang menarik tas ku lalu mendekati kursi panjang berwarna putih aku menggunakan kursi itu sebagai meja dan kami duduk di atas rumput.
"Tia ooh Tia kenapa kau tak muncul-muncul" batin ku mencari.
"Macam mana aku tak muncul, lihat aku di, lihat aku di sini" kata Tia melanjutkan ia duduk di samping ku.
"Kamu bisa dengar suara hati aku? kok bisa ya perasaan sejak dulu tak ada yang bisa mendengar suara hati ku kok kamu bisa?" batin ku bertanya.
"Bisa lah semua makhluk halus juga bisa tapi ketika namanya di sebut oleh mu jika kau mengumpat di dalam hati tanpa menyebutkan nama ku maka aku tidak bisa mendengarnya begitu" jawab Tia.
"Oh begitu pantas saja berbeda gak kayak teman kecil aku dulu" batin ku.
"Iya, yaudah ayo sekarang aja bantuin aku sebelum Rifal pergi" kata Tia.
"Kamu gak liat Abang ku hah?" tanya ku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Yani Cuhayanih
aku paling takut keceplosan nyebut nama kuntilanak karena mereka sangat sensitif suka muncul begitu saja.dan kalo marah mereka agak susah di bujuk utk kembali damai.
2022-07-04
1