Arum berjalan bersama Ninik, asistennya setiap dia membantu pasien di daerahnya. Sebenernya Arum bisa saja bekerja di puskesmas yang jaraknya 10 kilometer dari dusunnya tetapi dia lebih suka mendatangi pasien daripada harus duduk manis.
Kini keduanya dalam perjalanan pulang ke rumah masing-masing. Jarak rumah Arum dan Ninik hanya sekitar 500 meter.
"Mbak Arum, mas Bambang sudah bisa jalan ya?" tanya Ninik yang suka curi-curi pandang ke pria yang tinggal dengan Ricky dan Arum.
"Alhamdulillah meskipun masih dengklang tapi sudah bisa jalan jauh-jauh" jawab Arum.
"Kalau ingatannya kembali, bakalan pulang ke keluarganya ya mbak?"
"Ya iyalah Nik, kasihan keluarganya pasti cemas mengcari. Ayah sih pengen bawa mas Bambang ke kota tapi nunggu sampai sehat dulu."
"Semoga segera pulih ya mbak."
"Aamiin."
***
Arum melihat Bambang dan ayahnya sedang sibuk memilah bambu tua dan kulit kelapa yabg hendak dipakai memasak. Ayahnya memang lebih suka semuanya tradisional, bahkan memasak pun memakai tungku. Awalnya Arum memprotes karena jaman sudah maju begini masih pakai tungku, namun lama-lama dia terbiasa.
"Assalamualaikum" sapa Arum.
"Wa'alaikum salam" balas kedua pria itu.
"Gimana pasiennya Rum?" tanya Ricky.
"Alhamdulillah ibu dan bayinya selamat. Ternyata tadi itu susah lahiran karena bayinya terlalu besar, ada 4kg padahal mbak Siti sudah ta bilang kurangi makan manis dan asin, ngeyel. Untung nggak sampai pre-eklampsia. Bisa-bisa aku bawa ke rumah sakit."
Bambang menatap gadis cantik itu yang tampak menggemaskan sambil ngomel-ngomel. Kenapa aku pernah dalam situasi yang sama seperti ini? Sama siapa? Dimana?
Ricky yang melihat perubahan wajah Bambang pun bertanya. "Kenapa B?"
"Nggak, saya teringat seseorang yang mirip seperti Arum, gadis suka ngomel-ngomel." Bambang memegang kepalanya yang tiba-tiba sakit.
"Jangan dipaksa mas" ucap Arum.
Bambang mengangguk. "Pelan-pelan memang."
***
Ghani terbangun tengah malam dan terasa ada yang sakit di dadanya. Bara. Entah kenapa hingga detik ini Ghani dan Alexandra tetap menolak Bara sudah meninggal. Alexandra sendiri menyatakan dengan insting ibu bahwa Bara masih hidup di suatu tempat.
Ghani kemudian turun dari tempat tidur dan melihat istrinya masih terlelap. Pelan dia membuka pintu dan menutupnya pelan. Ghani pun membuka pintu kamar utama kedua orangtuanya. Masih sama seperti sekian puluh tahun yang lalu, tidak ada yang berubah.
Bayangan Abi dan Dara yang selalu ramai ribut tidak jelas terlintas di mata Ghani. Foto pernikahan kedua orangtuanya pun masih terpasang disana. Foto-foto kelahiran dirinya dan Rhea, foto kedua orangtuanya bersama keluarga Blair terdapat di sudut meja Konsul.
Ghani tersenyum melihat foto dirinya dan Duncan tampak sedang bertengkar entah soal apa tapi foto candid yang diambil sang mommy membuat Ghani sesak.
Tanpa sadar Ghani mengambil foto Abi dan Dara yang mengenakan outfit warna pink ketika mengantarkan dirinya masuk TK. Dibawanya ke atas tempat tidur milik orangtuanya. Ghani memeluk foto itu dan mulai menangis.
"Mommy, Daddy... Ghani kangen."
Alexandra yang melihat Ghani tidak ada di sebelahnya pun mencari suaminya dan terenyuh mendengar suara sedih pria yang hampir bersamanya 33 tahun.
Saat Abi dan Dara meninggal, Ghani tidak seperti ini kehilangannya tetapi sejak Bara dinyatakan meninggal, Ghani bukanlah Ghani yang Alexandra kenal. Kehilangan anak yang disayangi benar-benar memukul Ghani. Alexandra tidak menyangka Ghani akan separah itu dan dia berusaha memberikan support buat suaminya.
"Mas Daniswara" bisik Alexandra.
Ghani menoleh. Alexandra pun naik ke tempat tidur dan memeluk suaminya dari belakang. Ghani memegang tangan istrinya.
"Bara akan pulang, Lexa" bisik Ghani.
"Darimana mas tahu?" bisik Alexandra di ceruk leher suaminya.
"Daddy bilang sama aku."
***
Bambang terbangun dengan keringat dingin di sekujur tubuhnya. Apa tadi itu Ya Allah? Siapa pria bernama Abimanyu Giandra. Siapa itu Edward Blair? Kenapa tadi bilang aku harus pulang?
Bambang berjalan menuju halaman belakang dan mengingat mimpinya tadi.
POV Bambang
Bambang merasa berada di sebuah mansion bernuansa putih dengan halaman belakang lengkap dengan kolam renang. Dirinya melihat ada beberapa orang disana dan wajah mereka tampak ramah dan beberapa diantaranya bule yang berbicara dengan aksen Inggris.
Seorang pria bule tampan datang menghampiri. Wajahnya mengingatkan Bambang dengan aktor Hollywood.
"You're so big now, B." Bambang hanya menatap mata biru itu bingung. Siapa dia?
"Abimanyu Giandra, lihat ini. Dia sudah besar" kekeh pria bule itu.
Pria yang bernama Abimanyu Giandra pun datang menghampiri Bambang. Wajah Asia yang tampan menurut Bambang.
"Kau benar-benar sudah besar dan tambah ganteng tapi tidak ada yang mengalahkan gantengnya Abimanyu Giandra" senyum pria bernama Abimanyu itu jahil.
"Ck! Narsis!" decih pria bule itu.
"Iri Edward Blair?" Abimanyu lalu menatap Bambang. "Pulanglah nak. Kedua orangtuamu sangat mencemaskan mu dan mereka menunggumu."
"Bilang sama Ricky, salam dari Edward Blair" ucap bule itu.
Bambang hanya bisa mengangguk.
POV End.
Bambang menatap pemandangan malam dari halaman belakang sambil mengisap rokoknya. Jantungnya benar-benar berdebar-debar mengingat kalimat 'kedua orangtuamu menunggumu'.
"B? Kenapa?" tanya Ricky. "Kamu tidak bisa tidur?"
"Bukan pak. Baru saja mimpi aneh" jawab Bambang.
"Mimpi buruk?"
Bambang menggeleng. "Mimpi seperti merasa bertemu keluarga." Bambang pun menceritakan isi mimpinya yang membuat Ricky melongo dan menangis.
Bambang bingung melihat pria tinggi besar itu menangis. "Apa ada yang salah, pak Ricky?"
"Masyaallah, kamu bertemu dengan bekas atasanku. Edward Blair adalah bekas atasanku dan dia adalah orang yang sangat baik dan penting dalam hidupku." Ricky mengusap air matanya. "Sebentar aku ambil ponselku dulu karena kalau malam sinyalnya agak lumayan karena kita tertutup tebing."
Ricky masuk ke kamarnya dan kembali ke tempat Bambang. "Siapa tadi namanya?"
"Abimanyu Giandra."
Ricky pun mulai mengetik nama itu dan betapa terkejutnya ketika mengetahui berita tentang cucu pengusaha Abimanyu Giandra, meninggal dalam kecelakaan helikopter hampir tiga bulan lalu.
Ricky terkejut melihat wajah cucu Abimanyu Giandra itu.
"Astaghfirullah! Kamu itu cucu Abimanyu Giandra. Namamu adalah Sambara Ganendra Giandra, ayahmu bernama Daniswara Ghani Giandra. Kamu mempunyai adik bernama Danisha Gayatri Giandra."
Bambang melihat berita dirinya meninggal kecelakaan helikopter dan profesi nya sebagai fotografer National Geographic. Semua informasi yang beruntun masuk ke kepalanya membuat dirinya mengalami sakit kepala hebat.
Ricky yang melihat Bambang kesakitan langsung berteriak memanggil Arum yang segera keluar dari kamar membantu ayahnya memapah Bambang. Arum pun memberikan obat penenang untuk pria itu.
"Yah! Apa yang terjadi?" tanya Arum setelah melihat Bambang agak tenang.
"Namanya Sambara, Arum. Bukan Bambang" jawab Ricky.
"Hah?"
"Inisial di gelang perak itu, BG, adalah kependekan dari Bara Giandra. Dia adalah cucu Edward Blair, bekas boss Ayah." Ricky menatap Bara terharu.
"Maksud ayah... Mas Bambang sudah mulai ingat?"
"Bara, Arum. Namanya Bara. Ayah harus menelpon seseorang dulu, kamu jaga Bara." Ricky lalu menelpon seseorang di halaman belakang.
Arum menatap wajah pucat itu.
BG, Bara Giandra.
****
Yuhuuu Up Sore Yaaakkk
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote n gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
Murti Puji Lestari
Sambar petir rum, Bara alias moso malah kok celuk bambang 😅😅😅
2024-08-20
1
Ita Xiaomi
Cepat pulang dah Bambang ntar kamu dirusuhi ama para opa 😁
2023-12-27
1
Asngadah Baruharjo
wowwww seruuu pollll
2023-11-25
1