Si Gadis Buruk Rupa
...📢Novel ini akan update senin sampai jumat 3 kali sehari minimal 1000 kata, dan sabtu-minggu serta tanggal merah akan update 1 bab saja, jika memungkinkan bisa double up😊...
...❗❗❗Novel ini murni karangan dan imajinasi dari author, jika berkenan membaca, author ucapkan terimakasih 🙏 Jika ingin memberikan kritik dan saran yang membangun juga silakan. Jika merasa tidak suka juga tidak dipaksa untuk lanjut membaca🙏...
...SELAMAT MEMBACA...
Suatu pagi di kota Metropolis, terlihat seorang gadis belia tampak mengayuh sepedanya dengan sekeranjang besar susu di bagian belakang, dan setumpuk koran di bagian depan sepedanya.
Gadis itu tampak melewati beberapa blok gedung apartemen di salah satu sudut kota yang tak pernah sepi itu.
Matahari bahkan belum muncul, saat gadis dengan penutup wajah serta topi apollo, sedang menjelajahi jalanan kota Metropolis.
Dia menghampiri beberapa apartemen di wilayah tersebut, sambil mengantarkan susu dan koran yang dia bawa.
Upah yang dia dapatkan per hari dari pekerjaannya sebesar tiga dolar. Jika dia bisa membawa dua kali lipat, dia bisa mendapat tujuh dolar untuk sehari.
Dia sudah melakukan pekerjaan itu sekitar lima tahun lalu, tepatnya sejak gadis itu masih berusia empat belas tahun.
Orang-orang di sekitar sana sering memanggilnya gadis bertopeng, karena penampilannya yang selalu menyembunyikan wajahnya di balik masker.
Bukan tanpa alasan dia selalu memakainya. Karena polusi? Tidak. Karena alergi? Juga tidak. Tapi karena wajahnya hancur, kulitnya memutih bekas melepuh tersiram air panas, saat dirinya masih duduk di bangku sekolah dasar.
Sejak saat itulah, dia selalu dipanggil monster oleh orang yang tinggal di sekitarnya, hingga di kemudian hari, gadis itu memutuskan untuk menyembunyikan wajah cacatnya dengan benda tersebut.
Kini, dia terlihat memasuki sebuah gedung apartemen di blok G, blok pertama dari rute perjalanannya. Di blok G, ada cukup banyak pelanggan yang menunggu susu dan surat kabar darinya setiap pagi.
Dia mulai dari lantai paling bawah, hingga lantai paling atas. Setiap apartemen memiliki fasilitas umum dan ruang hijau terbuka bagi masing-masing penghuninya. Oleh karena itu, pemerintah kota memberikan aturan untuk hanya membangun satu apartemen saja dalam satu blok.
Setelah selesai di blok G, si gadis akan menuju ke blok H, Blok F, dan terakhir blok I yang berada paling ujung dari jalan utama di wilayah tersebut.
Dia akan bekerja dari pukul lima pagi sampai setengah tujuh. Setelah itu, dia akan pulang dan bersiap untuk pergi kuliah.
Dia sedang menempuh pendidikan di sebuah universitas negeri di kota tersebut, karena berhasil mendapatkan beasiswa dari jalur prestasi.
Si gadis mengambil jurusan arsitektur, karena dia berpikir dengan parasnya yang buruk rupa, tak mungkin dia bisa mendapatkan pekerjaan kantoran. Hanya pekerjaan kasar yang bisa ia dapatkan.
Meskipun dia dijauhi oleh semua orang karena parasnya, namun rasa percaya diri dan semangat juangnya begitu besar, demi cita-cita sederhananya, yaitu pergi dari rumah yang saat ini ditinggalinya.
Sejak kedua orang tuanya meninggal sepuluh tahun lalu, gadis belia itu harus mau tinggal bersama dengan bibinya, Caroline Yu, adik dari ibunya, Vivian Yu.
Sang bibi memiliki seorang putri yang berusia sama dengan gadis itu, yang bernama Jessica Zhang. Dialah yang menyiramkan air mendidih ke wajah sang gadis, karena merasa iri selalu kalah darinya.
Baik dari parasnya, prestasinya, hingga perhatian dari teman lawan jenis yang selalu memperhatikan gadis itu.
Bahkan, setiap yang dimiliki oleh sang gadis, selalu direbut oleh sepupunya. Sehingga, tak satu pun barang yang melekat di tubuh gadis tersebut, yang merupakan barang baru.
Sejak dia paham dengan sikap sepupunya, gadis itu selalu berusaha untuk lebih rendah darinya. Pakaian pun, dia selalu mengambil dari tempat daur ulang pakaian bekas. Sehingga, tak mungkin sepupunya itu akan mengambil darinya.
Begitu pun dengan pendidikan, sang gadis memilih masuk universitas yang bukan favorit, dan memilih jalur beasiswa agar tak bisa diambil oleh sepupunya yang selalu saja iri dengan apa yang dia punya.
Saat ini, si gadis belia itu, tengah mengembalikan botol-botol kosong, serta uang setoran yang diberikan oleh setiap orang yang berlangganan susu dan juga koran dari bosnya.
“Hei, Liana!” panggil pegawai kasir yang mengurus setoran setiap pegawainya.
Gadis bernama Liana Yu itu pun menoleh. Dia berjalan menghampiri kasir tersebut.
“Iya, Kak,” sahutnya.
“Kamu lupa upahmu,” ucapnya sambil menyerahkan uang sebesar tujuh puluh ribu.
“Aku nggak lupa kok, Kak. Tadi cuma mau benerin rantai sepeda aja. Makasih,” sahut Liana sambil menerima upahnya.
Gadis itu pun kemudian berjalan pergi, dan mengayuh sepedanya kembali ke rumah yang lebih mirip neraka baginya.
Sesampainya ia di sana, Liana masuk lewat pintu belakang dan memarkirkan sepedanya di pagar belakang rumah bibinya yang selalu sepi.
Sebelum masuk, dia selalu menyembunyikan uang hasil bekerjanya di sela-sela anyaman keranjang belakang sepeda. Bukan tanpa alasan, Liana selalu melakukan hal tersebut karena bibi dan sepupunya yang selalu saja merampas uang hasil jerih payahnya.
Setelah itu, dia kemudian masuk dan melihat jika semua orang sedang sarapan, tentu saja tanpa menunggunya pulang.
Terlihat sepupunya itu berbisik kepada ibunya, sambil melirik ke arah gadis yang baru saja datang tadi.
“Bu, Liana pasti pulang bawa uang. Mintain dong buat nambahin uang saku ku,” pintanya.
Si bibi itu pun kemudian memanggil Liana, untuk mendekat ke arahnya.
“Liana, mana upahmu hari ini?” tanya Bibi Carol.
“Tidak ada, Bi. Memangnya ada apa?” tanya Mentari.
“Jangan percaya, Bu. Pasti disembunyikan sama dia, biar kita nggak bisa ngambilnya,” sanggah Jessica, sepupu Liana.
“Aku nggak bohong, Jes. Uangnya emang udah nggak ada,” sahut Mentari.
“Geledah aja, Bu!” seru Jessica yang kembali memprovokasi ibunya.
Caroline pun berdiri dan menghampiri keponakannya yang masih berada di tempatnya. Dia mulai membuka jaket dan kemeja yang dikenakan oleh Liana satu per satu, hingga tersisa baju dalamnya yang sangat tipis.
“Nggak ada," gumam Caroline.
Dia kemudian mundur dan mengambil jarak dari keponakannya. Dengan kedua tangan yang terlipat di depan dadanya, wanita paruh baya itu kembali berkata.
"Besok-besok, kalau kamu pulang habis kerja, kasih duitnya ke bibi. Ingat, kamu itu harus bayar untuk semua kebutuhan selama numpang di rumah ini. Ngerti!” bentak Bibi Caroline.
Liana diam. Dia tak ingin menjawab apa pun yang dikatakan oleh bibinya itu. Dia sudah muak akan semua perlakuan wanita tua itu terhadap dirinya.
Memangnya aku sebodoh dulu, yang dengan mudahnya percaya pada ucapan kalian berdua? Aku tidak akan tertipu lagi. Mimpi saja kalian bisa menikmati hasil jerih payahku, batin Liana.
Setelah memunguti pakaiannya, Liana berjalan menuju kamarnya, yang lebih tepat disebut gudang. Tidak ada tempat tidur, yang ada hanya sebuah matras tipis yang biasa dipakai oleh Liana sebagai alas untuk tidur.
Temboknya pun lapuk dengan warna yang begitu kusam, cenderung kelabu. Bahkan di beberapa bagian nampak mengelupas. Pencahayaan yang minim, membuat Liana sulit untuk belajar ketika berada di rumah.
Dia lebih suka menghabiskan waktunya di perpustakaan kampus saat dirinya sedang banyak tugas.
Di sana, selain penuh dengan referensi, tapi juga suasananya sangat nyaman untuk belajar.
Liana lebih banyak menghabiskan waktu luangnya di sana. Pulang baginya hanya untuk sekedar mandi dan berganti pakaian.
Selama ini dia bekerja, karena Liana ingin mengambil harta peninggalan kedua orang tuanya yang disimpan oleh sang bibi sebagai jaminan atas mengurus dirinya.
Dia pun sebenarnya tidak terlalu paham akan rupa dari harta tersebut. Tapi Liana berjanji, sebelum dia pergi dari rumah sangat bibi, dia akan mengambil kembali semua miliknya.
Setelah selesai bersiap, Liana pun kemudian berangkat ke kampus untuk menuntut ilmu, agar kelak dia mampu hidup mandiri dengan penghasilannya sendiri.
Saat dirinya keluar dari ruang pengap itu, kedua wanita yang selalu ingin merampok uangnya sudah tidak ada lagi di meja makan. Liana tak melihat sedikit pun ke arah meja tempat bersantap itu.
Bukan tanpa alasan. Sejak awal, tak pernah ada makanan untuknya di sana, sekali pun ada, tak pernah bisa dibilang layak makan. Selalu saja makanan sisa yang diberikan kepada Liana, dan lebih mirip seperti makanan untuk kucing jalanan.
Selama ini, Liana selalu mencari makan sendiri di luaran, bahkan saat awal-awal dia memberontak, Liana mencari makan di antara sampah-sampah restoran yang berada di tak jauh dari tempat tinggalnya, hingga akhirnya, dia berhasil mendapatkan pekerjaan di usia yang begitu muda.
Sejak saat itu lah, tekadnya untuk bangkit dan maju begitu besar.
.
.
.
.
Mohon dukungan untuk cerita ini😊🙏
Jangan lupa like dan komentar yah😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 427 Episodes
Comments
epifania rendo
mampir semoga suka
2022-11-16
1
Mamaniar Lintang
gadis yg malang ...
2022-05-28
2
Romantikase
yg sabar Bu hana
2022-04-22
1