Pagi menjelang siang kedua insan itu sudah bersiap untuk menuju ke tempatnya masing-masing. Setelah memasang seat belt, sang pengemudi pun menjalankan mobilnya dengan kecepatan sedang.
"Nanti turunkan aku di terminal terdekat ya.. sayang sekali disini tidak ada halte bus, Terima kasih banyak ya atas tumpangannya.." Aleena membuka percakapan.
"Ke kota mana kau akan pulang?" tanya Frey sambil tetap fokus pada kemudinya.
"Uuu... apakah kau sudah mulai tertarik padaku dan mau mengantarkan ku pulang?" ejek Aleena.
"Tergantung.. tergantung sikapmu padaku selama perjalanan ini"
"Haha.. tak perlu tuan, aku sudah banyak merepotkanmu dua hari ini"
"Kenapa kau tertutup sekali"
"Aku hanya tak ingin merepotkanmu" sanggah Aleena.
"Kalau begitu boleh aku minta no handphone mu?" pinta Frey.
"Kalau kita bertemu lagi, aku janji akan memberikannya padamu" ucap Aleena.
"Apa kau tak yakin kita akan bertemu lagi?" Frey bertanya
"Entahlah.. " Aleena tak yakin.
"Baiklah, kalau kita memang tidak tinggal di satu kota maka pertemuan ketiga kita itu tandanya kita berjodoh"
"Semudah itu menentukan jodoh.. ahahaha yang benar saja"
"Aku tinggal di ibukota dan bekerja di sebuah perusahaan besar disana, kalau kita berjodoh kau akan hidup berkecukupan kurasa" ucap Frey percaya diri.
"Hey.. jodoh itu bukan hanya hidup cukup tuan tapi hidup bahagia"
"Heuh.. Bahagia.. pada akhirnya tak akan ada selamanya bahagia atau sebaliknya"
Aleena hanya tersenyum tipis tanpa menimpalinya dan beralih mengutak atik handphone yang baru saja ia aktifkan kembali.
Banyak sekali pesan yang masuk dari beberapa rekan kerjanya tentang berbagai pekerjaan yang ia tinggalkan begitu saja. Chelsy dan Ranti terlihat beberapa kali menghubunginya. Tanpa babibu Aleena pun segera menelpon Ranti kembali.
"Hallo Ran.. maaf ya hp aku baru aktif"
"Aduuuh kamu tuh kemana sih.. kok ga biasanya ga masuk tapi ga ngabarin. Pak Direktur marah-marah ga jelas tuh nyari proposal ini itu tapi ga ketemu"
"Oke Ran, maaf aku ga bisa jelasin sekarang kenapa aku ga masuk. Coba kamu pelan-pelan sebutin apa aja yang diminta sama beliau"
Panjang lebar Ranti menjelaskan apa saja yang dibutuhkan, kemudian Aleena menarik nafas sejenak kemudian berkata,
"Proposal untuk Malaysia ada di spring file warna hijau di laci mejaku, Design motif yang dipinta dari tim Surabaya ada di Loker kuning samping komputer. File-File yang kamu cari ada di komputer-desktop- Juli 2020, tinggal pilih saja mana yang kamu butuhkan print out terus kasih semuanya. Kalau butuh bahan presentasi ada di Flasdisk kuning di Laci meja ku ya.. "
"Wuaaaah... Serapih itu kamu menyimpannya Mbak, Luar biasa sekali" Puji Ranti diseberang sana yang berhasil menemukan semua dalam sekejap sesuai dengan instruksi Aleena.
"Pastikan kamu merapikan kembali mejaku ya saat mengambil semuanya" pinta Aleena.
"Siip..." belum selesai Ranti menjawab, Telpon yang dipegangnya sudah berpindah tangan.
"Oo.. jadi gini ya permainanmu.. coba saja lakukan yang kau suka, aku tidak takut sekalipun kamu tak kembali lagi" seru suara barithon di seberang sana. Dengan cekatan Aleena mematikan sambungan telponnya.
"Hey.. tidak sopan, kenapa langsung ditutup" namun sayang suara itu sudah tidak terdengar lagi oleh Aleena.
Dengan hanya menyimak percakapan wanita disampingnya saja Frey dapat mengetahui kinerjanya yang rapi dan perfectionis.
"Kalau sewaktu waktu kau ingin keluar dari pekerjaanmu, datang saja ke kantorku. Cari saja... "
"Stop David... " Aleena menyela dengan cepat
"Cukup mengenal namamu saja okey, seperti kesepakatan kita tadi. Kalau berjodoh pasti kita akan bertemu lagi" sebelum sempat Frey menjawab, Handphone Aleena kembali berdering.
"Rinaya??" sedikit bingung karena tidak biasanya anak itu menelpon. Kalau hanya meminta uang, ia akan memilih untuk mengirim pesan saja pada sang kakak.
"Ya Nay.." Jawab Aleena.
"Berhentilah bersenang-senang sendiri, Mama masuk ICU" suara bergetar di sebrang sana membuatnya tersentak. Ingin rasanya ia memaki bocah tengil yang tak tahu apa-apa tapi rasanya percuma untuk saat ini.
"Apa? Rumah sakit mana?"
(....)
"Hemh, baiklah..." sambungan pun terputus.
Aleena berusaha menstabilkan nafas dan jantungnya yang tiba-tiba sesak dengan berita mengejutkan tadi.
Frey terlihat kebingungan untuk menanggapi ekspresi Aleena yang tiba-tiba berubah.
"Are U oke??"
"Umh.. so Bad"
"Can I help u"
"Can U help me?"
"Sure.. "
"Dav.. bisakah kau mengantarkan aku ke suatu tempat? Aku harus bergegas untuk sampai disana" ucap Aleena dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
Setelah menyebutkan tujuannya, Frey memutar arah mencari jalan pintas untuk dapat mencapai lokasi yang dimaksud dalam waktu yang lebih cepat. Butuh waktu hampir 2 jam untuk sampai di tujuan walaupun sudah melewati jalan pintas yang tercepat.
Sepanjang perjalanan, Aleena hanya melamun sambil sesekali mengusap air matanya. Frey tak berani bahkan untuk sekedar menenangkannya.
Tiba di lobby rumah sakit, Aleena bergegas keluar mobil, namun sebelum benar-benar meninggalkan mobil ia membalikkan badannya dan menatap Frey
"Terima kasih banyak David, aku tidak akan melupakan jasamu.. "
Cup..
Entah keberanian dari mana, Aleena langsung mengecup bibir Frey dengan sangat singkat tanpa sempat ia balas.
"Anggap saja itu Dp untuk saat ini" kemudian Aleena berlalu sekali lagi tanpa menunggu tanggapan dari Frey.
Frey mematung cukup lama didalam mobil memikirkan kejadian tadi, kalau saja bukan karena klakson mobil di belakangnya mungkin sampai malam dia akan terus mematung seperti itu disana.
Kenangan manis dengan Carla seketika lenyap setelah 2 hari ini ia habiskan dengan Aleena. Gadis manis yang membuatnya begitu penasaran dan entah kenapa walaupun debaran itu belum ada tetapi Frey sepertinya tertarik dengan kepribadian sang gadis.
Niat awalnya ia akan mendampingi Aleena untuk sekedar tahu dimana tempat tinggal Aleena, akan tetapi handphone yang sedari tadi ia abaikan berdering berulang kali, dengan nama penelpon yang sama membuatnya mau tak mau memaksanya untuk segera diangkat.
Tanpa menunggu sang pemilik telpon menyapa, suara di seberang sana langsung mengintimidasi.
"Bos, Frozen Food sedang ada masalah, bisakah kau segera menyelesaikan urusan pribadimu dan kembali ke kantor. Ini diluar kendaliku"
"Oke"
Dengan berat hati, Frey memutuskan untuk kembali ke rutinitas kehidupannya dan bertemu dengan orang yang akan menuntut penjelasannya darinya.
%%%%%%%%%%%%%%%
Melalui petunjuk yang tertera di papan sepanjang jalan, Aleena segera menuju ruang ICU yang ternyata berada di lantai 2.
Tatapannya menangkap seorang gadis belia yang sedang menatap seseorang dibalik kaca dengan mata yang sembab.
"Nay.. gimana mama?" Aleena mencoba menahan air matanya.
Ada rasa bersalah dalam dirinya, ketika yang ditanya tidak menjawab dan menatapnya dengan tatapan tajam yang menumpuk rasa dendam.
Tanpa diduga gadis belia itu menubruk kakaknya, memeluk dengan erat dan menangis dengan penuh kerapuhan.
"Kakak Jahaaaat... tega ya, kenapa mama harus masuk ICU dulu baru kakak pulang.. hiks.. hiks.."
Aleena yang tak kuasa menahan bendungan air matanya pun langsung sesegukan menerima pelukan adiknya yang terasa sangat erat menusuk sampai hatinya.
Kedua air mata kakak beradik itu pun tumpah ruah tanpa bisa dibendung lagi. Tak lama kemudian keduanya sama-sama menarik nafas untuk menenangkan diri.
"Kemana Ayah?" tanya Aleena
"Ayah pergi semalam dan handphone nya ditinggal dirumah" Jawab Rinaya
"Kemarin bukannya ibu sudah kerumah sakit?"
"Uang yang kakak kirim itu ga cukup buat kerumah sakit, cuma bisa buat berobat ke klinik"
Rinaya memang terkesan kasar ketika mengirim pesan atau telpon pada Aleena, tapi kalau bertemu langsung entah kemana nyalinya.
"Masa sih Nay.., ATM mama siapa yang pegang? Hp mama juga?"
"Semua Ayah yang pegang kak"
"Sejak kapan??"
"Sudah hampir setahun yang lalu kak"
"Kok kamu ga bilang kakak Nay.."
"Waktu itu ATM mama ke telen karena aku belum punya KTP jadi ayah lah yang ngurusin semua"
"Berapa uang jajan kamu sehari?"
"Ayah biasanya ngasih aku seratus ribu itu untuk 3 hari buat aku jajan sama makannya mama, kadang ayah suka bawa makanan dari luar tapi jarang. Kata ayah sejak mama sakit kita harus berhemat karena uang dari kakak juga ga cukup"
Aleena terhenyak mendengar penjelasan Rinaya, ternyata ayah tirinya memang benar-benar tidak bisa dipercaya. Namun Aleena lagi-lagi tidak dapat membuka kedok asli ayah kandung Rinaya itu karena pasti Rinaya tak akan terima. Selain itu, Aleena tidak ingin memperpanjang daftar kesalahfahamannya dengan Rinaya selama ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 66 Episodes
Comments