Mobil Rahmat parkir di depan rumah Najwa. Sumirah dan Suratmo menyambut kedatangan mereka dengan ramah tamah. Mereka kemudian berbincang banyak hal, sembari menunggu Najwa yang sedang kebelakang untuk membuat beberapa cangkir teh.
Tidak lama kemudian Najwa keluar dengan membawa teh diatas nampan berbentuk segi empat. Kali ini Najwa mengenakan sebuah gamis motif bunga, dengan jilbab terusan polos.
"Ayo monggo. Di cicipi teh dan kue nya," ujar Suratmo dengan ramah.
Sementara itu Najwa duduk di sebelah Intan dengan bersandar di bahu wanita parubaya itu.
"Belum bisa masuk teh dan kuenya, sebelum mendengar jawaban dari Najwa," ujar Rahmat sembari tertawa renyah.
"Jadi bagaimana ndok? apa kamu tidak berubah pikiran tentang pernikahan itu?" sambung Rahmat.
Najwa yang sudah duduk tegak, melihat kearah para tetua satu persatu.
"Kamu ingatlah kata-kata papa. Tidak seorangpun bisa memaksamu, kalau kamu memang nggak mau. Apalagi kamu sampai merasa tidak enak hati sama papa dan mama," ucap Rahmat.
"Iya Nak. Sekalian ini mama juga mau ngomong. Mumpung Ega tidak ada disini. Sejujurnya mama memang sangat berharap kamu jadi menantu mama lagi. Ega memang tidak seperti Affan yang lembut dan ramah. Ega malah cenderung kebalikkannya. Tapi dengan kamu menjadi istrinya, mama berharap dia bisa berubah jauh lebih baik. Mama tidak bermaksud menjerumuskanmu atau sengaja mendoktrinmu. Tetap semua keputusan ada ditanganmu nanti,"
"Sebelum Nana menjawab, jika seandainya Nana menerima pernikahan ini, Apa Nana boleh mengajukan syarat? syarat ini Nana ingin kalian saja yang tahu, Nana nggak ingin kak Ega mengetahuinya,"
"Tentu. Apa yang kamu inginkan ndok?" tanya Rahmat.
"Jika saat sudah menikah dengan kak Ega, tapi diperjalanan mengarungi bahtera rumah tangga Nana tidak sanggup dan menyerah, apa kalian tidak keberatan kalau Nana mengajukan perpisahan? seperti yang kalian ketahui, temperamen kak Ega tidak begitu baik. Nana hanya takut tidak bisa bersabar."
"Kami mengerti. Dan kami menerima syarat itu. Kamu tidak usah khawatir, kami berada di pihakmu," ujar Rahmat.
"Kalau begitu Nana menerima pernikahan ini." Jawab Najwa.
"Alhamdulillah," semua orang mengucap syukur.
"Ah..mama sangat bahagia," ujar Intan sembari memeluk Najwa.
"Kalau begitu kita bisa langsung merencanakan konsep pernikahan mereka. Jadi bagaimana? pakaian seperti apa yang akan dipakai disini nanti?" tanya Rahmat.
"Sesuai yang saya katakan waktu itu pak, kami cuma mau ngadain acara ijab qobul saja." Jawab Suratmo.
"Ya sudah kalau begitu, biar tidak ada ketimpangan, maka disebelah kami juga tidak akan mengadakan acara apapun," ujar Rahmat.
"Apa itu tidak akan jadi masalah pak? walau bagaimanapun, ini pengalaman pertama buat nak Ega," ucap Suratmo.
"Insya Allah tidak. Yang penting anak-anak kita sah menikah didepan agama. Tidak usah perdulikan pendapat orang lain yang berkomentar miring tentang anak-anak kita " Jawab Rahmat.
"Baiklah kalau begitu. Kami menurut bagaimana baiknya saja," ujar Suratmo.
"Ndok. Tolong kamu bawakan kalender kemari. Kita akan langsung menentukan tanggal pernikahn untuk bulan depan," ucap Rahmat.
Najwa bangkit dari tempat duduknya, dan masuk kedalam kamarnya untuk mengambil kalender yang ada di meja belajarnya. Setelah itu dia keluar dan menyerahkannya pada Rahmat.
Rahmat membalik kalender yang akan mereka lewati satu bulan lagi, untuk waktu pernikahan anak-anak mereka.
"Nah...bagaimana kalau tanggal 26 bulan 4? ini pas hari minggu, waktu libur kerja dan juga mengajar." tanya Rahmat
"Apa kamu ndak masalah dengan tanggal itu ndok?" tanya Suratmo pada putrinya.
"Ndak pak." Jawab Najwa singkat
"Ya sudah. Berarti sudah di putuskan ditanggal itu kalian menikah." ujar Rahmat
"Iya pa." Jawab Najwa.
"Lalu mahar apa yang kamu minta ndok?" tanya Rahmat.
"Seperangkat alat sholat saja pa." Jawab Najwa.
"Baiklah kalau itu maumu," ujar Rahmat.
Para orang tua itu kemudian berbincang banyak hal. Najwa hanya menyimak obrolan itu, dan sesekali ikut tersenyum.
"Tuhan...aku mohon ridhoi keputusanku ini. Niat awalku sudah baik, jangan beri aku cobaan diluat batas kemampuanku. Aku ingin membuat para orang tua ini bahagia, aku tidak ingin menghilangkan senyum indah ini dari bibir mereka," batin Najwa.
Setelah lama berbincang, Rahmat dan Intan pun berpamitan pulang.
"Kamu sudah pulang kerja?" tanya Intan di seberang telpon.
"Sudah ma. Sudah dari satu jam yang lalu." Jawab Ega yang melirik kearah jam dinding, dan waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore.
"Tadi kami sudah pergi kerumah Najwa," ujar Intan yang tengah berada di dapur dan sibuk membuat bumbu dengan satu tangannya.
"Lalu apa keputusannya? apa dia mundur?" harap Ega.
"Tentu saja tidak. Kamu pikir Najwa tipe orang yang tidak suka menepati janji? apa jangan-jangan kamu sangat berharap ya? Najwa mundur dari wasiat itu?" tanya Intan.
"Eh? ti-tidak kok." jawab Ega terbata.
"Baguslah. Itu artinya kamu sudah siap menikah dengannya. Tanggal 26 april adalah hari pernikahan kalian. Jadi tanggal 25 kamu sudah harus berada disini," ujar Intan
"Iya." Jawab Ega lesu.
"Ya sudah, kamu beristirahatlah. Mama mau masak buat makan malam dulu," ujar Intan.
"Emm."
Ega mengakhiri perbincangan yang sama sekali tidak hangat itu. Kini dia sedang kebingungan menjelaskan pada sang pujaan hati, karena sudah seminggu yang lalu dia mengutarakan masalah ini pada Melody, dan tentu saja gadis yang tengah kuliah di Autralie itu tidak bisa menerima. Bahkan Ega dan Melody berharap Najwa berubah pikiran dan menolak wasiat itu.
"Aku harus bagaimana ini? Melody pasti sangat kecewa denganku. Kami sudah pacaran sangat lama, semua tipeku ada padanya. Seharusnya dialah pasangan idealku, bukan wanita bekas adikku itu," gumam Ega.
"Melody pasti sangat marah, kalau tahu aku akan menikah dengan Najwa bulan depan. Aku juga tidak bisa menyembunyikan pernikahanku dari dia. Tiga bulan lagi dia akan lulus dan kembali ke tanah air, dia pasti sedih saat tahu aku sudah menikahi wanita lain. Jadi aku harus bagaimana?"
Ega mengacak-acak rambutnya sendiri karena kesal. Diapun memutuskan akan menjelaskan pada Melody setelah gadis itu kembali dari Australie. Dia sangat takut kalau dia memberitahunya sekarang, Melody akan bersikap impulsif dan mengacaukan rencana pernikahannya.
Sementara itu, ditempat berbeda. Najwa tengah curhat dengan sahabatnya si Butet. Butet sangat senang, karena Najwa sudah mengambil keputusan bijak untuk kelangsungan masa depan sahabatnya itu.
Namun satu hal yang semua orang tidak tahu, Setiap malam Najwa masih saja menangisi kepergian Affan di sholat malamnya. Karena sejatinya tidak mudah baginya melupakan seseorang yang selalu ada untuknya selama 9 tahun, dan akan digantikan dengan seseorang yang baru saja masuk dalam kehidupannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Adelia Rahma
keknya ada ulet keket muncul nih
2022-04-21
1
Siti Jufrah
lagian ngapain c afan pAke wasiat" segala
2022-04-21
0
Nm@
26 April tu Ultah anakku, kak!
2022-03-29
0