Najwa mengayuh sepeda tuanya, sedikit melewati lematang sawah. Hari ini dia begitu terburu-buru mengajar, hingga terpaksa mengambil jalan pintas. Jalan pintas yang hanya bisa dilewati oleh kendaraan roda dua, itupun lebarnya terbatas. Harus punya keahlian menyeimbangkan tubuh, agar kendaraan dan orang yang mengendarai tidak berakhir masuk ke paret sawah.
"Duh...kenapa harus kesiangan bangunnya. Inilah kalau kebiasaan habis sholat subuh tidur lagi. Jadi kesiangan kan? perasaan alarm juga aku stel jam 6 pagi, kenapa jadi jarum panjangnya di jam 6 , jarum pendeknya di jam 7?" gerutu Najwa.
Najwa begitu hati-hati meniti jalan setapak yang begitu sempit . Dia nggak mau waktu yang sudah mepet, membuat dirinya ceroboh dan harus mandi akibat tercebur di paret sawah.
Gadis itu sedikit menaikkan roknya lebih tinggi, agar dirinya bisa dengan mudah dan tidak gugup saat melewati jalan itu. Najwa bisa bernafas lega saat dirinya sudah berhasil melewati jalan yang begitu menantang menurutnya.
Dari kejauhan tampak satpam sekolah akan menutup pagar. Waktu memang sudah menunjukkan pukul 07. 20. Artinya dia sudah telambat 5 menit saat ini, padahal sekolah sedang mengadakan ujian semester.
Najwa memasang senyumnya yang paling manis, satpam sekolah hanya menggelengkan kepalanya, karena Najwa terlambat ke sekolah.
Najwa bergegas mengambil paket soal didalam ruang kepala sekolah, dia cukup tidak enak hati karena dirinya sedikit datang terlambat meskipun kepala sekolah tidak berkata apapun saat ini. Sahabat Najwa yang baru saja singgah ke toilet, segera menyusul Najwa berjalan karena kelas mereka memang bersebelahan.
"Najwa," serunya.
Gadis itu menatap Najwa, kemudian gadis hitam manis itu tersenyum.
"Najwa. Apa pagi ini kau tidak mandi?"
"Butet, kecilkan suaramu! bagaimana kalau didengar anak-anak?" ucap Najwa yang setengah berbisik pada sahabatnya yang mempunyai logat khusus saat bicara.
"Lah kenapa pula kau suruh aku bisik-bisik, suaraku memang seperti ini? malunya kau belum mandi?" tanya Butet yang memiliki nama asli Nita Saragih itu.
Najwa menepuk dahinya. Dia lupa sahabatnya itu memang tidak bisa berbicara pelan, suaranya sudah seperti toa masjid.
"Ya...ya...baiklah, aku coba bicara pelan-pelan, apa betol kau belum mandi?" tanya Nita sedikit mendekatkan mulutnya ke arah telinga Najwa.
"Ya. Jangan bilang siapa-siapa, aku bangun kesiangan tadi," bisik Najwa.
"Eh...kenapa pula rupanya, kenapa kau bangun kesiangan? pastilah kau asyik telpon-telpon kacang hijau kau itu ya?" tanya butet.
Ehemmmm
Kepala sekolah memperingatkan dengan sebuah deheman keras. Karena waktu ujian sudah akan dimulai tepat pada pukul 07.30.
"Aku beritahu kau, sebelum kau masuk kelas. Tolong kau bersihkan dulu belek matamu itu, nanti murid-murid tidak konsentrasi menjawab soal," ujar Butet sembari masuk kedalam kelas.
Najwa mengambil sapu tangan didalam saku bajunya, dan membersihkan kotoran mata yang bertengger disana.
Suasana sedikit hening saat ini, karena murid SD kelas 6 sedang ujian semester dengan sangat konsentrasi. Najwa mengontrol murid-muridnya yang ada di kelas itu, dia tidak mau kecolongan hingga ada murid yang mencontek.
Ting
Sebuah chat masuk kedalam ponsel Najwa. Gadis itu duduk ketempat duduknya, sambil sesekali melirik kearah muridnya yang tampak tenang mengerjakan soal.
"Sayang. Apa ujian semester hari ini jadi di laksanakan?" chat Affan.
Najwa senyum-senyum mendapat pesan itu, dan segera mengetik chat balasan untuk sang pujaan hati.
"Ya Mas. Nana kerja dulu ya? mas juga, selamat bertugas,"
"Baiklah. Mas mencintaimu sayang 😘,"
Sudah Affan duga, bertahun-tahun pacaran, tidak sekalipun Najwa membalas setiap kali dia mengirim emotion mesra. Entah Affan harus bersyukur atau malah harus menangis, karena sudah berpacaran dengan gadis sekaku Najwa. Semua prinsip-prinsip gadis itu seakan tak bisa pupus meski tersapu badai.
Najwa bisa bernafas lega, karena ujian Semester hari pertama sudah berhasil di lewati. Najwa ingin bergegas pulang, karena sejujurnya dia merasa gerah sebab tidak sempat mandi pagi.
"Mau buru-buru pulang kau rupanya," tanya Butet.
"Iya. Sudah nggak tahan, gerah." Jawab Najwa yang dibalas tawa oleh sahabatnya itu.
"Beruntungnya rumah calon suamimu itu agak jauhnya dari sini. Kalau tidak, dia pasti nggak mau jadikan kau calon istrinya yang malas mandi pagi," ujar Butet sembari terkekeh.
"Sembarangan. Aku nggak malas mandi pagi, ini karena darurat Butet," ucap Najwa.
"Sudah ah. Aku mau pulang dulu," sambung Najwa dan mulai bersiap-siap mengayuh sepedanya.
"Eh...gaya kali kau, rumah kitapun searah. Kenapa tidak sama-sama saja?"
"Ya sudah ayo," ujar Najwa.
Najwa dan Butet pulang bersama dengan mengayuh sepeda mereka.
"Apa kau yakin mau kawin dengan si kacang ijo itu?" tanya Butet.
Berulang kali Najwa memperingatkan Butet, agar gadis itu menyebut calon suaminya dengan sebutan nama. Tapi Butet lebih suka menamainya kacang ijo, dengan alasan itu warna seragam kebanggaan Affan. Karena sudah terbiasa mendengar Butet berkata demikian, jadilah Najwa tidak pernah mempermasalahkannya lagi.
"Yakinlah. Kami ini sudah berpacaran selama 9 tahun. Masa iya kami harus sama-sama menjaga jodoh orang lain? amit-amit deh," ujar Najwa.
"Sudah siapnya kau di tinggal-tingal tugas?" tanya Butet.
"Tidak masalah. Itu juga tugas mulia, demi negara. Aku sama sekali tidak keberatan." Jawab Najwa.
"Kamu sendiri bagaimana? kapan bang Ucok melamarmu?" tanya Najwa.
"Tidak tahu. Janji-Janji saja terus, aku sampai bosan menanyakannya. Sudahlah, kalau aku tak masalahnya itu. Tak dapat dia, masih banyak perjaka lain yang bisa ku dapatkan. Aku masih cantik dan bahenol, rugilah dia kalau aku sampai disambar orang." Jawab Butet.
"Jangan sampai kamu disambar kereta atau di sambar petir karena kamu terlalu percaya diri," ujar Najwa terkekeh.
"Tak apalah kau duluan yang kawin. Punyaku belum gatalnya ini," ucap Butet.
"Suka ngasal nih si Butet. Mana ada aku duluan nikah karena sudah gatal, itu karena memang jodohku sudah sampai. Aku do'akan kamu segera nyusul,"
"Eh...kau bilang waktu itu, calonmu itu ada kakaknya kan? dia saja kau kenalkan denganku? biar bisa iparan kita nanti. Apa dia perjaka tampan?" tanya Butet.
"Iya nanti akan aku sampaikan. Tapi sebetulnya aku juga belum pernah bertemu orangnya. Jadi aku nggak tahu dia tampan atau tidak. Bagaimana kalau hidungnya mancung ke atas?" tanya Najwa dengan menahan tawanya.
"Babilah itu yang kau bilang mancung keatas, sekalinya saja kau bilang hidungnya panjang. Nah...pinokiolah itu namanya," ujar Butet yang disambut tawa oleh Najwa.
Tidak terasa karena asyik mengobrol, merekapun sudah sampai. Butet memang lebih dulu sampai dari Najwa, karena rumah Najwa kelang 5 buah rumah dari rumah butet.
"Cepat sekali pulang ndok?" tanya Sumirah.
"Ya buk'e. Disekolah sedang ada ujian semester." Jawab Najwa.
"Makan sana. Kamu pagi tadi ndak sempat sarapan, pasti sudah lapar toh?"
"Bu'e tahu saja. Buk'e masak apa?"
"Garang asem kesukaanmu, sama soto." Jawab Sumirah.
"Wah...mantap," ujar Najwa sembari langsung menuju ke meja makan.
"Pak'e mana buk'e?" tanya Najwa.
"Kamu nanyain Pak'e mu. Ndak usah ditanya pasti kamu sudah tahu tempat peraduannya. Ndak jauh-jauh pasti di kebun singkongnya pak Tukijan." Jawab Sumirah.
"Ngadu ayam lagi?" tanya Najwa.
"Lah iya ndok. Apalagi kalau bukan itu, sudah tua, sudah mau punya mantu, tapi masih ora eling. Bikin malu saja!" ujar Sumirah.
"Kenapa mesti bingung buk, nggak suka bapak ngadu ayam, ya gulai saja kayak waktu itu ayamnya."
"Ho'oh. Abis itu wajan buk'e jadi sasaran palu Pak'e mu." Jawab Sumirah yang disambut kekehan Najwa.
Baru juga dibicarakan, Suratmo datang dengan menenteng seekor ayam jago beserta kurungan ayamnya dengan wajah masam. Sumirah cuma mencebikkan bibirnya, karena tahu wajah masam itu akibat kalah ngadu ayam.
TO BE CONTINUE...🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Ayu Nuraini Ank Pangkalanbun
minuman kali kacang ijo ada2 aja si butet😁
2023-01-20
0
hìķàwäþî
authornya dr ranah melayu nih.."kelang"
tp pun bukannya "selang" ya?
2022-09-30
0
hìķàwäþî
rugi kau butet kl kau disambar petir..
2022-09-30
0