Hari ini adalah malam ke 7 diadakannya tahlilan di kediaman Rahmat. Sesuai kebiasaan desa itu, setiap ada yang meninggal akan diadakan tahlilan dimalam pertama, malam ketiga dan terakhir malam ketujuh. Suasana masih tampak ramai seperti malam sebelumnya. Namun perubahan itu tampak pada diri Najwa yang semakin hari semakin kurus.
Sudah seminggu sejak kepergian Affan, Nafsu makan Najwa benar-benar hilang. Pikirannya masih tertuju pada suami yang sudah meninggalkan dia untuk selamanya. Meskipun Butet sang sahabat sudah berusaha sebaik mungkin untuk menghibur, tapi tetap saja senyum Najwa hilang entah kemana.
Seperti biasa, setelah selesai tahlilan Najwa kembali ke kamarnya. Namun kali ini Najwa tidak langsung tidur, melainkan menarik kopernya dari atas lemari. Najwa mulai memasukkan pakaiannya satu persatu kedalam koper dengan berurai air mata. Tidak ada yang tahu betapa beratnya dia meninggalkan kamar itu, mengingat kamar itu adalah kamar kenangan terakhirnya bersama Affan.
"Hikz....astagfirullahaladzim ya Allah...astagfirullahaladzim...hikz..."
Berulang kali Najwa menepuk-nepuk dadanya untuk mengurangi rasa sakit dan sesak didadanya itu. Dirinya masih belum bisa ikhlas melepaskan kepergian suaminya.
Najwa menciumi baju koko yang Affan pakai terakhir kali dan belum sempat di cuci. Baju koko yang Affan kenakan saat sholat tahajud dan Najwa menungguinya hingga selesai. Najwa memeluk erat baju itu, bahkan baju itu sudah basah karena air matanya.
Saat melewati kamar Najwa, Ega tidak sengaja mendengar isak tangis wanita itu dari diluar pintu. Isak tangis yang begitu pilu dan menyayat hati itu seketika menggetarkan hati Ega, dan tanpa terasa diapun ikut meneteskan air mata.
Namun karena hatinya yang begitu keras, Ega secepat mungkin menghapus air matanya dan segera berlalu dari kamar itu.
Setelah puas menangis, Najwa melipat baju koko itu dan satu sarung untuk dia bawa sebelum pergi dari rumah itu. Najwa juga membawa sebuah foto Affan yang sedang mengenakan seragam loreng.
*****
Keesokkan harinya...
Najwa terlihat sudah segar setelah mandi dan berpakaian rapi, karena Najwa akan pergi ke sekolah.
"Loh, kamu sudah mulai masuk sekolah lagi Na? bukankah baru selesai ujian semester?" tanya Intan, saat Najwa menghampiri Intan dan keluarga yang tengah sarapan pagi.
"Iya Ma. Sudah beberapa hari Nana nggak masuk, Nana harus menyerahkan rekap nilai anak-anak. Karena hari sabtu nanti rapot akan dibagikan." Jawab Najwa.
"Oh gitu. Ya sudah, ayo sarapan dulu." ucap Intan.
"Tidak usah ma. Nana langsung berangkat saja," ujar Najwa.
"Tidak boleh. Lihat wajahmu sudah pucat begitu, wajahmu juga lebih tirus. Kamu mau buat mama sedih lagi?" tanya Intan.
"Eh?"
"Duduklah disebelah mama," ujar Intan sembari meraih tangan Najwa dan membuat menantunya itu duduk di sebelahnya.
Najwa melirik kearah Ega yang terlihat cuek sembari menikmati sebuah pisang ambon yang besar dan panjang. Pria itu bersikap seolah-olah tidak tahu, kalau Najwa saat ini tengah melihat kearahnya.
"Lupakan kesedihanmu ndok. Hidup itu harus tetap berjalan. Kamu masih sangat muda, jadi jangan terlalu larut dalam kesedihan," ujar Rahmat.
Najwa diam saja, meskipun sebenarnya matanya saat ini sedang berkaca-kaca. Najwa kemudian mengambil satu sendok besar nasi goreng dan mulai menikmati makanan itu walau terasa hambar di lidahnya.
"Kamu sakit? sepertinya lesu sekali," tanya intan sembari menatap kening Najwa.
"Nggak ma. Najwa cuma kurang tidur saja, soalnya semalam Nana begadang menyelesaikan rekapan nilai anak-anak."
"Oh...mama kira kamu sakit. Kalau kamu lesu, sebaiknya minta antar kakakmu saja pergi mengajar," ujar Intan.
Mendengar ucapan Intan, Ega jadi menghentikan kunyahannya dan meletakkan pisangnya yang tinggal separuh lagi.
"Ega nggak bisa. Ada perlu keluar soalnya." Jawab Ega.
"Ada perlu apa? wong jarak sekolah dari sini cuma sekitar 10 menit. Kamu kan bisa pergi setelah mengantar adikmu," ucap Rahmat.
"Pokoknya nggak bisa pa, aku sudah buru-buru ini," tolak Ega yang langsung berdiri dari tempat duduknya.
"Emm...nggak apa-apa kok Pa. Nana pergi sendiri saja seperti biasanya. Emm...Nana juga hampir telat, Nana pergi dulu."
Najwa meminum segelas air untuk mendorong nasi goreng, agar segera masuk kedalam lambungnya. Setelah itu dia mencium tangan Intan dan Rahmat untuk berpamitan. Namun saat dia akan mencium tangan Ega, pria itu tidak menggubrisnya dan pergi begitu saja.
"Kamu jangan ambil hati ya? dia sifatnya memang begitu, tapi dia aslinya baik kok," ujar Intan.
"Iya kak. Dia itu emang sedikit aneh dan jutek. Sangat bertolak belakang dengan kak Affan yang ramah dan lembut. Ayu juga suka bertengkar sama dia, soalnya kak Ega sangat jahil orangnya." timpal Ayu.
"Husssttt...nggak boleh ngomong gitu. Nanti kakakmu jadi takut ketemu kak Ega," ujar Intan.
"Nggak apa ma. Ya udah Nana pergi dulu ya? assalammua'laikum,"
"Wa'alaikum salam." Jawab Intan.
Najwa kemudian pergi dengan mengendarai motor kesayangan Affan. Setelah sampai disekolah, seseorang yang mengikuti Najwa kemudian pergi begitu saja.
"Oh...sayangku, kenapa rupanya badanmu kurus? tak cantiklah aku lihat lesung pipimu yang kempot macam oma-oma 80 tahun." ujar Butet.
"Butet. Aku sedang tidak berselera buat bercanda," ujar Najwa sembari meletakkan tasnya di loker.
"Na. Kenapa kamu masih larut dalam kesedihan, Affan pasti tidak suka melihatmu seperti ini," ujar Butet.
Untuk pertama kalinya Butet menyebut nama Affan dengan benar. Dan itu malah terdengar aneh di telinga Najwa, hingga wanita itu menerbitkan sedikit senyumnya.
"Nah...macam itulah yang aku mau. Senyum kan ibadah," ucap Butet sembari menggebrak meja yang membuat Najwa terjengkit kaget.
"Butet apa-apaan sih? kaget tahu nggak?" ucap Najwa sembari mengelus dadanya.
"Akupun kaget. Karena melihat matahari ada di wajahmu itu. Itu karena kamu sudah bisa tersenyum sekarang," ujar Butet.
Mendengar ucapan Butet, Senyum Najwa lagi-lagi terbit. Senyum yang sudah hilang sejak seminggu belakangan ini.
"Mas. Kamu benar, kamu menyukai Nana berteman dengan Butet bukan? dia memang pandai menghiburku. Sesuai ucapanmu waktu itu, kamu tenang meninggalkanku, karena ada butet yang selalu bisa menghiburku disaat aku sedih kamu tinggalkan," batin Najwa.
"Teruslah tersenyum. Affan pasti bahagia melihatmu dari surga," ujar Butet.
"Butet. Peluk aku," ucap Najwa.
Butet memeluk Najwa, namun Najwa kembali menumpahkan air matanya. Butet tidak bisa berkata apa-apa lagi. Dia sangat mengerti perasaan sahabatnya itu. Gadis itu hanya bisa mengusap punggung Najwa, berharap sahabatnya itu akan segera tenang dan melupakan kesedihannya.
Di tempat yang berbeda, Ega kembali kerumah setelah pergi membeli paket internet di salah satu counter di desanya.
"Ega. Kemarilah," ujar Rahmat.
"Iya pa?" Ega mendekat kearah Rahmat, yang tengah membaca koran.
"Sikap macam apa yang kamu tunjukkan pada Najwa. Tingkahmu itu seperti orang tidak berpendidikkan. Dia itu iparmu, dan itu artinya dia adikmu juga."
"Itu dulu, tapi sekarang Affan sudah tidak ada. Jadi lebih baik dia segera pergi saja dari rumah ini. Itu lebih baik untuk keluarga kita yang ada dirumah ini."
"Apa maksudmu?" tanya Rahmat.
Ega menatap Rahmat. Dia tahu, jika dia mengatakan ucapan terakhirnya, Rahmat pasti akan marah besar. Dan untuk itu dia lebih memilih pergi begitu saja, daripada harus menjawab pertanyaan Rahmat. Dan Ega pun tidak menggubris teriakkan Rahmat, saat memanggil namanya berkali-kali untuk meminta penjelasan.
TO BE CONTINUE...🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Nanda Lelo
air mata ku tumpah
2022-09-12
0
Samsuna
aku masih sedih😭😭😭😭😭
2022-06-28
0
Kila Barokah
lanjud
2022-06-23
0