Sepanjang perjalanan pulang, Najwa memikirkan kemungkinan-kemungkinan isi dari surat wasiat itu.
"Apa sebenarnya mas Affan sudah merasa, kalau umurnya tidak akan lama? dia sampai menuliskan surat wasiat seperti itu, seperti sudah mau siap meninggal," batin Najwa.
Selang 15 menit kemudian Najwa sudah hampir tiba di rumahnya. Namun dia berhenti tepat di depan rumah Butet, saat gadis itu terlihat tengah menyapu halaman.
"Eh...darimana kau rupanya?" tanya Butet.
"Dari rumah mertuaku. Mulai hari ini aku resmi pulang kerumah orang tuaku." Jawab Najwa.
"Ckk...matikanlah dulu mesin motormu saat sedang bicara. Agak pekak telingaku dibuatnya," ujar Butet. Najwapun memutar kunci motornya berlawanan jarum jam, sehingga suara berisik itu tidak lagi terdengar.
"Kenapa kau pindah dari rumah mertuamu? apa kau di usirnya?" canda Butet.
"Sembarangan. Mana ada mertua yang sanggup ngusir menantu cantik dan imut sepertiku?" kekeh Najwa, hingga Butet mencebikkan bibirnya.
"Apa mertuamu tidak masalah kau pulang secepat ini?" tanya Butet.
"Dia sedikit agak berat. Tapi mau bagaimana lagi? toh lambat laun akan terjadi juga." Jawab Najwa.
"Hah...sabar ya? aku yakin kau bisa melewati ini semua. Affan pasti bangga denganmu saat ini," ujar Butet.
Najwa hanya menanggapi ucapan Butet dengan senyuman hampa.
"Ya sudah aku pulang dulu. Sudah kangen mamakku," ujar Najwa.
"Oke." ucap Butet sembari mengacungkan jempol.
Najwa mulai menghidupkan mesin motornya, hingga motor itu berjalan perlahan. Najwa cukup heran, saat sampai di depan rumahnya semua jendela dan pintu rumah tertutup rapat.
"Mak'e, pak'e kemana ya? kok rumahnya tertutup? apa mereka sedang pergi?" ucap Nana lirih.
Tok
Tok
Tok
"Assalammu'alaikum. Mak'e? Nana pulang mak...."
Suara Najwa terdengar lantang, hingga salah satu tetanggapun mendengar suara itu.
"Nana. Bude Sumi ndak ada dirumah, dia pergi sama pakde suratmo ke puskesmas."
"Puskesmas? siapa yang sakit mbak?" tanya Nana sembari menghampiri Ratmi yang tengah mengendong bayinya.
"Pakde. Sudah 3 hari ini pakde meriang, nggak nafsu makan. Tensinya juga naik, dengar-dengar sampai 190 per 120. Kalau jalan juga sempoyongan seperti orang mabuk," ujar Ratmi.
"Makasih mbak Ratmi. Aku tak nyusul mereka saja ke puskesmas."
"Monggo mbak Nana," ujar Ratmi sembari masuk kedalam rumahnya karena bayinya sedang rewel.
Sementara itu Najwa bergegas melepaskan karet pengikat koper dari atas motornya. Koper itu kemudian dia letakkan di depan pintu rumahnya. Setelah itu dia bergegas meyusul kedua orang tuanya.
"Loh ndok?" tanya Sumirah saat melihat putrinya tengah memarkirkan motor di halaman parkir puskesmas.
"Sudah selesai Mak'e? bagaimana hasilnya?" tanya Najwa sembari menatap kening Suratmo dengan punggung tangannya.
"Cuma demam biasa. Tapi tensi pak'e mu sangat tinggi. Tadi di periksa tensinya 190." Jawab Sumirah.
"Ya Allah pak'e. Lah ngopo toh pak? kok bisa tensi sampeyan bisa naik drastis begitu?" tanya Najwa.
Suratmo hanya diam saja, pria itu memang tengah tidak enak badan saat ini, ditambah tensinya yang tinggi, jadi tubuhnya terasa lemas.
"Ya sudah lebih baik kita pulang dulu. Mak'e tadi naik becak ya?" tanya Najwa.
"Iya." Jawab Sumirah.
"Ya sudah naik becak lagi saja. Kalau bonceng tiga takutnya nggak muat dan jengkang kebelakang," ujar Najwa.
Najwa kemudian mencarikan becak untuk kedua orang tuanya. Setelah itu dia mengiringi becak itu dari belakang.
Najwa memijati kaki Suratmo saat mereka sudah tiba di rumah. Selama usianya sampai 23 tahun, baru kali ini dirinya melihat Suratmo seperti orang tidak memiliki semangat hidup.
"Pak'e kenapa? apa yang pak'e pikirkan? kok bisa sampai ngedrop parah begini?" tanya Najwa.
Diluar dugaan Najwa dan Sumirah, tangis Suratmo malah pecah seketika. Dan tiba-tiba saja pria itu memeluk erat putrinya sembari mengusap-usap puncak kepala Najwa.
"Apa kamu ndak apa-apa ndok? pak'e kepikiran awakmu. Kasihan sekali kamu ndok. Hikz...." Suratmo terisak.
Mendengar penyebab sakitnya Suratmo karena memikirkn dirinya, tangis Najwapun kembali pecah. Sumirah juga jadi menitikkan air mata. Memang banyak perubahan yang terjadi pada diri Suratmo akhir-akhir ini, pria tua itu sudah seminggu tidak pernah lagi mengadu ayam di kebun singkong milik pak Tukijan. Suratmo juga lebih banyak diam dan melamun. Dan nafsu makannya juga hampir tidak ada. Itulah sebabnya tubuhmya sedikit menyusut.
Tapi Sumirah sama sekali tidak terpikirkan, kalau penyebab pria itu sakit karena sedang memikirkan nasib putri semata wayang mereka.
"Pak'e jangan banyak pikiran. Nana baik-baik saja, Nana ini masih muda. Pak'e ndak usah khawatir lagi ya?" ucap Nana sembari terisak dipelukkan Suratmo.
"Pak'e merasa ini pasti gara-gara pak'e suka ngadu ayam. Ini pasti karma kan?"
"Eh?" Najwa jadi berhenti nangis seketika, terlebih Sumirah tiba-tiba mengedipkan matanya, jadi terpaksa Najwa sekalian bersandiwara.
"Kayaknya betul juga itu pak'e. Di Al-Qur'an juga disebutkan. Barang siapa yang berbuat kejahatan, walau sekecil apapun pasti akan menerima balasannya. Begitu juga sebaliknya. Tapi karena pak'e ngadu ayamnya sudah lama, jadi Najwa yang menanggungnya begitu besar."
"Maafkan pak'e ndok. Pak'e janji ndak akan ngadu ayam lagi," ujar Suratmo.
"Janji yo pak?"
"Iyo." Jawab Suratmo.
"Oh iya. Najwa mau memberitahu kalian. Besok mertuaku dan keluarganya akan datang kesini," ucap Najwa setelah pelukkan itu terlerai.
"Ada keperluan apa ndok?" tanya Sumirah.
"Sebelum berangkat ke kota Jp, ternyata mas Affan meninggalkan dua buah surat wasiat. Tapi dia ingin surat itu di baca di hadapan keluarga, termasuk kalian."
"Surat wasiat? isinya apa ya?" tanya Sumirah.
"Nana juga ndak tahu buk'e. Kata mertuaku suratnya masih bersegel."
"Apa suamimu punya peninggalan harta atau semacamnya?" tanya Suratmo.
"Ndak tahu juga. Tapi mertuaku pengen aku yang mengurus motor kesayangan mas Affan yang ada di depan rumah kita itu." Jawab Najwa.
"Ya sudahlah. Apapun itu semoga yang baik-baik saja isinya." ucap Sumirah.
"Amiin." Jawab Najwa dan Suratmo.
*****
Keesokkan harinya....
Sesuai yang telah disepakati, keluraga Rahmat benar-benar datang kerumah Najwa untuk membacakan surat wasiat dari Affan. Najwa terlihat cantik dengan gamisnya yang berwarna biru. Sementara Ega terlihat tampan dengan kemejanya berwarna senada dengan baju Najwa.
"Rasanya ingin ganti baju. Kenapa harus sama warna bajuku dengan dia?" batin Najwa.
Ega melihat-lihat isi rumah Najwa yang tampak sederhana. Tanpa sengaja pandangan matanya bertemu dengan Najwa dan kemudian Najwa membuang mukanya.
"Baiklah. Pak, buk, maksud kedatangan kami kemari karena ingin menyampaikan amanat Yang berupa dua buah surat wasiat dari Affan, sebelum dia pergi ke kota Jp," ujar Rahmat.
"Sebenarnya apa isi surat wasiat itu pak?" tanya Suratmo.
"Kami juga belum tahu pak. Tapi semoga isinya yang baik-baik. Apa bisa kita bacakan sekarang pak?" tanya Rahmat.
"Monggo pak," ujar Suratmo.
Rahmat kemudian mulai membuka segel kertas segi empat berwarna coklat, yang ternyata di dalamnya memang benar ada dua buah surat sesuai perkataan Affan.
TO BE CONTINUE...🤗🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 109 Episodes
Comments
Micke Rouli Tua Sitompul
ega menikah dgn nazwa
2024-03-14
0
sari emilia
ga sk ada butet d crt ini...bikin infil
2023-01-18
0
Siti Muhtarom
wasiatnya Ega suruh nikah Ama Najwa🤭🤭
2022-10-29
0