Miss Yeti Bukan PSK Biasa
Bagaimana kalau kamu hidup di dunia yang tidak kamu inginkan, di dunia yang menurut orang-orang adalah dunia hitam. Lembah penuh dengan dosa, tapi saat kamu berbuat baik, orang-orang tadi akan memuji keberhasilan dan kesuksesan yang kamu raih, meskipun sebenarnya, mereka tahu apa yang kamu lakukan selama ini. Bahkan, ada juga yang membandingkan keberhasilan mu itu dengan anaknya sendiri. Sungguh ironis memang, tapi seperti itulah kenyataannya.
Yati, hidup bersama dengan neneknya yang sudah tua. Yati tidak tahu, siapa ke-dua orang tuanya. Dia hanya tahu, jika sedari kecil, cuma neneknya saja yang dia kenal. Tidak ada saudara yang lain, yang ada di rumah. Mereka hanya berdua sedari dulu, dan itulah yang diketahui oleh Yati sejak kecil.
Tok tok tok!
"Mbok. Mbok Minah!"
(Author : Mbok, sebutan untuk perempuan yang sudah tua, selain sama dengan emak atau ibu, juga bisa diartikan sebagai panggilan untuk nenek, disebagian masyarakat pedesaan pada umumnya )
Pagi-pagi buta, ada seseorang yang mengetuk pintu rumah Mbok Minah, neneknya Yati.
"Ngeh, sebentar!"
Mbok Minah, berteriak dari dalam rumah. Dia sedikit heran, karena ada tamu yang datang sepagi ini. Sekarang ini, kira-kira masih pukul setengah enam pagi.
Clek!
"Yati!"
Mbok Minah berteriak keras. Dia terkejut dengan kedatangan cucunya itu. Cucu yang dia besarkan seorang diri. Meskipun, mbok Minah memiliki banyak rahasia yang dia simpan sedari dulu. Dan tidak ada yang tahu, apa rahasia yang disimpan sendiri oleh mbok Minah itu.
"Iya Mbok. Yati pulang," jawab Yati, sambil menyalami mbok_nya dengan sopan. Setelah itu, dia juga memeluk mbok Minah, karena merasa kangen. Dia sudah terlalu lama tidak pulang ke kampungnya ini, menengok simbok_nya, yang sekarang ini sudah semakin terlihat tua.
Mereka berdua, saling berpelukan meluapkan rasa bahagia, dan kangen yang mereka rasakan selama ini.
"Kamu kemana saja Nduk, kok tidak ada kabar, tidak pulang-pulang juga?" tanya mbok Minah, meminta penjelasan dari cucunya, Yati. Meskipun sebenarnya, dia selalu mendapat kabar dari Yati, meskipun sebulan sekali.
"Yati kerja jauh Mbok. Keluar negeri. Jadi ya memang lama gak bisa pulang. Maaf ya Mbok, Yati tidak pamit dan minta ijin terlebih dahulu. Tapi, uang kiriman dari Yati di kasih sama kang Yoga kan?"
Yati menjelaskan pada mbok Minah, jika dia pergi ke luar negeri untuk bekerja. Tapi, setiap bulan, Yati akan selalu mengirimkan uang untuk biaya sehari-hari mbok Minah, melalui tetangga mereka, Yoga, yang bekerja sebagai guru di sekolah menengah pertama.
Mbok Minah mengangguk mengiyakan pertanyaan dari Yati. Dia juga menceritakan keadaan Yoga, yang saat ini sedang sakit. Yoga, sudah sakit dari tiga hari yang lalu.
"Memangnya, kang Yoga sakit apa?" tanya Yati, yang tidak pernah tahu, bagaimana keadaan tetangganya, yang sering dia mintai tolong.
"Tidak tahu Yati. Kata orang-orang, dia sakit 'jeroan' entah apa yang dimaksud dengan penyakit itu."
Mbok Minah, kembali menjelaskan tentang keadaan kang Yoga.
"Oh ya sudah, nanti biar Yati tengok dia. Kan Yati sering bikin kang Yoga repot."
Mbok Minah mengangguk setuju. Dia juga merasa lega, karena Yati, masih memiliki rasa kepedulian sosial dan rasa terima kasih pada orang-orang yang ada dikampung halaman ini. Terutama pada Yoga, yang memang sering mereka berdua repotkan, terkait dengan uang yang dikirim Yati, atau keperluan lain yang memerlukan tenaga laki-laki.
Untungnya, kang Yoga ini orang yang baik. Dia sudah pernah berkeluarga, tapi istrinya meninggal karena pendarahan hebat saat melahirkan, dan tidak bisa tertolong. Sedangkan anak satu-satunya yang dia punya, yang dilahirkan istrinya, diminta pihak keluarga istri, mertuanya, karena tidak punya cucu yang lain. Almarhum istrinya kang Yoga, adalah anak tunggal, karena adik iparnya kang Yoga, saudara satu-satunya istri kang Yoga, meninggal dunia terlebih dahulu, dua tahun sebelum kang Yoga menikahi istrinya.
"Kamu naik apa tadi pulangnya, kok Mbok gak denger ada suara motor tukang ojek?" tanya mbok Minah lagi, karena telinga tua_nya, masih tengen, pendengarannya masih tajam. Apalagi, di kampungnya, motor tukang ojek, rata-rata memiliki suara yang nyaring.
"Yati bawa mobil sendiri Mbok," jawab Yati, sambil meminum teh hangat yang disuguhkan Mbok Minah.
"Oalah... cah wedok kok nyuper dewe, nek ada apa-apa gimana? terus awakmu bisa nyuper to Nduk?" seru mbok Minah dengan beberapa pertanyaan, yang dia tidak percaya. Dia terkejut mendengar jawaban dari cucunya, Yati.
"Ngeh saget Mbok. Nek gak saget nyuper Yati gak sampai rumah sekarang," jawab Yati lagi, dengan tersenyum lebar.
Dia memaklumi bahwa, di kampungnya ini, masih jarang terlihat seorang wanita menyetir mobil sendiri. Itu adalah hal yang sangat istimewa, karena hanya ada beberapa orang saja yang bisa menyetir di kampungnya ini, dan itupun bukan orang sembarang.
Mereka-mereka adalah wanita kaya, yang memiliki mobil sendiri, meskipun bukan mobil keluaran terbaru.
Dengan rasa penasaran yang tinggi, mbok Minah keluar dari rumah, untuk melihat mobil yang di bawa pulang Yati.
Saat melihat mobil tersebut, mbok Minah terkagum-kagum dengan model mobilnya. Di kampung, mobil yang di bawa Yati, belum ada yang punya, mbok Minah hanya biasa melihatnya di televisi-televisi saja.
"Uwapik tenan mobilnya Yat!" seru mbok Minah dengan mata terkagum-kagum.
Ternyata, beberapa tetangga mereka, sudah ada di sekitar rumah mereka. Tadinya, mereka semua, para tetangga, menyangka jika ada tamu 'besar' yang datang ke rumah mbok Minah.
"Lho, Yati to seng teko!"
"Kuwe muleh to Yat?"
"Mobile apik men Yat."
"Sukses Yo Yat, Kamu kerja di kota!"
"Tak melok Yat, kerja neng kota, ben Aku melu sukses koyok awakmu."
"Kerja apa Yat neng kota, kok langsung iso tuku mobil? wong awakmu gak duwe ijasah duwur, pengalaman yo gak ada juga."
Berbagai macam pertanyaan dan komentar dari para tetangga terdengar. Ada yang berpikir dengan rasa penasaran, ada yang curiga, ada juga yang merasa kagum dengan kesuksesan seorang Yati. Perempuan kampung yang tidak memiliki pendidikan tinggi, dan pengalaman hidup di luar kampung.
"Mungkin Yati nge_***** ya di kota?"
"Atau jadi simpanan orang kaya, atau pejabat negara, biasa ada kan di tipi-tipi?"
Komentar miring pun terdengar. Mereka semua jadi memiliki pemikiran dan pandangannya masing-masing.
"Sepurane Bulek, Budhe, dan yang lainnya. Ini Yati ada rejeki sedikit. Nanti buat beli jajan sendiri ya. Yati tidak sempat mampir toko buat beli oleh-oleh."
Setelah berkata demikian, Yati mengambil tas yang masih ada di dalam mobilnya. Dia membagikan satu lembar uang merah pada mereka satu persatu, yang ada di sekitar rumahnya.
"Wah... banyak sekali Yati. Terima kasih ya!"
"Sukses bener kan, bisa bagi-bagi uang sebesar ini."
"Besok ajak anaknya Budhe kerja bareng Kamu to Yat. Ben bisa seperti Kamu."
Orang-orang kampung itupun dengan senang hati menerima uang pemberian dari Yati. Mereka benar-benar merasa senang dan berbalik memuji-muji Yati, yang tadi mereka bicarakan sebagai seorang ***** di kota besar.
Hal yang lumrah terjadi di kampung. Dengan membandingkan penampilan Yati yang dulu dengan yang sekarang mereka lihat. Jauh berbeda, sehingga memunculkan spekulasi mengenai pekerjaan Yati di kota besar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 250 Episodes
Comments
sasip
banyak bet bahasa jawa-nya neh thor.. 😉 ga mau diterjemahkan biar bisa menjangkau lebih banyak pembaca yg bukan "wong jowo"? 😅
2023-08-22
1
@Kristin
Memang menjalani hidup tidak semudah membalikkan telapak tangan..
2023-02-22
0
Mom La - La
wkwkwk maklumlah org kmpung klw lihat mobil mewah langsung pd ngumpul
2023-02-10
0