Sudah 1 minggu lebih aku terbaring tak berdaya di atas tempat tidur di kamar gelap ku, yang ayah tutup semua jendelanya dengan tirai sehingga sinar matahari tidak bisa masuk ke dalam ruangan. Karena ia tahu bahwa bersamaan dengan sakitku ini, badanku menjadi sensitif terhadap sinar matahari, ia mengetahuinya dari kondisiku yang terlihat makin memburuk setiap terkena sinar matahari. Ada 4 doker terbaik yang ayah bawa ke sini untuk memeriksaku, tapi semuanya tidak tahu dan tidak mengerti mengenai apa yang terjadi padaku, karena hasil pemeriksaan mereka menunjukkan bahwa semuanya normal, tidak ada yang salah dengan tubuhku. Kemudian ayah sempat akan membawaku ke rumah sakit di luar negeri, tapi aku dengan sangat memaksa menolaknya, karena aku tahu itu semua sia-sia. Kondisi tubuhku semakin memburuk. Kian hari sekujur tubuhku semakin terasa sangat sakit, serasa setiap harinya aku semakin dekat dengan ajalku.
Setiap saat ayah selalu berada di sampingku, bahkan hari ini pun ayah tidak berangkat kerja, ia merawat ku tanpa kenal lelah. Melihat wajah lelah nya yang tertidur disamping tempat tidurku membuatku semakin merasa sangat sedih, hanya melihatnya saja aku bisa rasakan rasa lelah yang ayah rasakan selama ini. ARRGGGHH....mengapa aku tidak berguna sekali, aku sudah membuat ayah sangat mencemaskan ku, membuatnya sedih dengan penyakit ku ini.
Meskipun masih terasa sangat sakit sekali, ku coba menggerakkan tanganku untuk bisa meraih lengan ayah, ku usap lengannya dan bergumam,
"Ayah tenang saja, sebentar lagi pasti aku akan sembuh, dan ayah tidak perlu khawatir lagi"
Merasakan sentuhanku, ayah terbangun secara perlahan, dan melihatku yang dari tadi sudah bangun,
"Hoam...Chandra, kamu sudah bangun? Ah iya ayah bawakan kamu sarapan dulu ya"
Ayah kemudian bangkit dari tempat duduk dengan wajah ngantuknya dan berjalan menuju dapur. Saat ia sudah sampai di depan pintu kamarku, aku memanggilnya
"Ayah, terimakasih" dengan memasang senyum yang tulus.
Ayah hanya tersenyum mendengar ucapanku, kemudian ia berlalu ke dapur.
Beberapa saat kemudian ayah kembali dengan membawa sarapan pagiku. Ia duduk di tempat semula dan bersiap untuk menyuapi ku.
"Ayo buka mulutnya, a~"
Melihatnya seperti ini mengingatkanku ketika aku masih anak-anak. Ini terlihat memalukan, tapi aku sangat bersyukur masih bisa merasakannya lagi karena mungkin ini adalah saat-saat terakhirku bersama ayah.
Setelah selesai makan tiba-tiba ayah bertanya padaku,
"Chandra besok kan ulang tahun kamu yang ke 17, apakah kamu menginginkan sesuatu?"
Mendengarkan pertanyaan ayah membuatku tersadar bahwa besok adalah hari ulang tahunku yang bahkan akupun hampir melupakannya. Kemudian ku jawab pertanyaannya dengan sepenuh hati,
"Aku...aku cuman ingin sembuh, sehingga aku tidak membuat ayah cemas lagi"
Sepertinya jawabanku sangat menyentuh hati ayah, ku lihat ia meneteskan air matanya. Sambil mengusap air matanya dengan jarinya yang kurus ia menjawab,
"Kalau begitu kamu pasti akan mendapatkannya, ayah akan pastikan kamu akan tetap bersama ayah, ayah tidak akan membiarkan kamu bertemu dengan ibu lebih dulu"
Dengan memasang senyum di wajahku, aku hanya menganggukkan kepala.
"Oh iya, ayah apakah Stella datang ke menjengukku?" tanyaku yang penasaran, apakah pacarku itu masih peduli padaku.
Ayah terdiam sejenak, seperti sedang mengingat-ingat sesuatu. Beberapa saat kemudian, seperti sudah mengingatnya ayah menyampaikan sesuatu padaku,
"Oh iya ayah baru ingat, kemarin Stella datang ke rumah, dia menanyakan kabarmu, sepertinya ia sangat khawatir, ayah bisa lihat dari wajahnya yang terlihat sangat cemas. Tapi saat ayah mempersilakan dia untuk menemui mu, ia malah menolaknya katanya tidak mau mengganggu istirahatmu begitu"
Yah...sangat disesalkan, padahal aku sangat merindukan Stella, tapi mau bagaimana lagi. Karena semenjak aku terbaring ditempat tidur itu, aku benar-benar belum bertemu dengannya lagi, bahkan menghubunginya saja tidak bisa, sinar radiasi dari layar handphone membuat kondisiku makin buruk. Tapi setidaknya, mengetahui ia kemarin datang ke rumah, membuatku tahu bahwa ternyata ia masih peduli padaku.
.
.
.
.
Hari sudah sore, kondisiku makin buruk. Bukanya merasa baikan, aku malah merasa sangat kedinginan, suhu tubuhku terus menurun sejak tadi pagi, bahkan saat ini menginjak 29⁰C. Tubuhku benar-benar lumpuh total, aku tidak bisa menggerakkanya, bahkan untuk berbicarapun aku tidak bisa, satu-satunya cara agar aku bisa berkomunikasi dengan ayah adalah dengan mengedipkan mataku.
Dengan kondisiku yang seperti ini, ayah tidak beranjak sedikitpun dari sisiku, ia terus menemaniku. Hingga saat malam hari, dengan ayah yang masih setia berada disampingku, aku merasa penyakitku berada pada puncaknya. Sekujur tubuhku sangat sakit setengah mati seperti ditikam berkali-kali dengan pisau secara terus menerus. Bahkan karena saking sakitnya, yang tadinya mulutku tidak bisa bicara, sekarang aku malah bisa menjerit kesakitan. Aku terus menjerit kesakitan sambil memanggil-manggil ayah,
"ARRGGHH......AYAH....AYAH....AYAH....AARRRGGHHH"
Ayah yang mendengar jeritanku yang tiba-tiba itu, panik bukan main, ia tidak tahu harus berbuat apa, ia hanya bisa mengusap-ngusap pipiku dan berusaha menenangkanku.
"Chandra, tenang nak ayah pasti akan cari cara untuk menyembuhkanmu"
Ditengah-tengah jeritanku itu tiba-tiba terdengar suara bel berbunyi. Ayahku awalnya menghiraukannya, namu suara bel itu tidak berhenti-berhenti. Karena kesal, dengan cepat ia langsung turun ke bawah untuk menemui tamu yang sudah mengganggunya itu.
Aku tidak tahu apa yang terjadi antara ayahku dan tamunya dibawah, yang aku lakukan hanya menjerit kesakitan sehingga aku tidak bisa berpikir apa-apa lagi. Tapi samar-samar aku mendengar suara langkah kaki 2 orang sedang mendekati kamarku. Saat mereka sudah berada di depan pintu kamarku mereka berhenti. Dari jarak ini aku mendengar suara ayahku yang sedang berbicara dengan seseorang di depan pintu kamar,
"Aku mohon dengan sangat padamu, tolonglah anakku !" kata ayah.
"Tenang, aku akan berusaha menyelamatkannya" kata seseorang kepada ayah.
"Tapi, beri aku waktu sendirian dengan Chandra, jangan biarkan orang lain masuk, termasuk kau" lanjut orang itu.
"Baiklah, aku akan menunggu di bawah bersama Stella" jawab ayah.
Setelah percakapan mereka, ku dengar pintu kamar terbuka dan tertutup kembali, tanda bahwa seseorang telah masuk ke dalam kamarku. Kemudian orang itu melangkah secara perlahan mendekati tempat tidurku dan beberapa saat kemudian ku dapati ia sudah berdiri di samping tempat tidur. Aku menahan jeritan kesakitanku untuk bisa melihat dengan jelas siapa yang memasuki kamarku. Ku perbaiki pandanganku dan ku temukan sosok yang tidak asing bagiku. Betapa terkejutnya aku ketika mengetahui bahwa sosok indah yang menatapku dengan mata dinginnya itu adalah Valter. Mengetahui hal itu dengan sekuat tenaga aku bekata,
"Va...Valter! ber***ek sedang apa kau disini?"
Ia hanya terdiam menghiraukan perkataanku, ia terus menatap tajam aku untuk waktu yang cukup lama, melihatku kesakitan seakan ia sedang menyaksikan suatu pertunjukan.
Aku sangat kesal, untuk apa ia berada disini? mengapa ayah membiarkan orang ini tinggal disini? ingin marah, tapi aku tidak bisa, aku hanya bisa melihat dan menunggu apa yang akan ia lakukan padaku. Setelah ia memandangi penderitaan ku itu akhirnya ia mulai berbicara,
"Apakah kau masih ingin hidup?"
Sambil mengerang kesakitan, aku mencoba mencerna perkataan Valter yang menurutku ia mencoba untuk mengatakan bahwa saat ini aku benar-benar akan mati.
"A...aku ha....hanya ti..dak ingin....mem...buat a...yah sedih" jawabku dengan tulus.
"Iya atau tidak" jawabnya.
"I..." belum sempat aku menjawabnya, semuanya menjadi gelap dan akhirnya kesadaranku hilang.
***
Sepertinya aku sudah mati, itulah yang ku pikirkan tadi malam. Namun, aku terkejut saat ku dapati diriku terbangun di atas ranjang ku di pagi hari yang cerah ini. Tubuhku merasa sangat sehat sekarang, lebih sehat dan bugar dari sebelum aku jatuh sakit. Aku bisa berdiri bahkan bisa melompat-lompat seperti biasanya.
Aku merasa sangat sangat sangat senang dan bersyukur sekali bisa sembuh dari penyakit apapun itu. Tidak sabar untuk bertemu ayah dan memperlihatkan keadaanku sekarang, aku langsung berlari menuruni tangga menuju dapur untuk menemui ayah. Dan benar saja aku menemukannya sedang memasak di dapur.
"AYAH....LIHAT AKU!!! SEKARANG AKU SUDAH SEMBUH" Teriakku pada ayah yang sedang memasak membelakangi ku.
Mendengar teriakkanku, ayah langsung menoleh ke arah ku dan berlari ke arahku meninggalkan masakannya, kemudian memelukku erat dan berkata dengan mata yang berkaca-kaca,
"Chandra kamu sudah sembuh nak? ayah tahu nak, ayah tahu kamu pasti sembuh"
Ia kemudian melepaskan pelukannya dan menyuruhku untuk sarapan,
"Nak, ayo ayo sarapan dulu ayah sudah masak makanan kesukaanmu, karena ayah tahu kamu pasti akan sehat di hari ulang tahunmu"
"Baik yah, aku akan menghabiskan semuanya tanpa sisa" jawabku.
Di tengah sarapan kami, aku baru menyadari kalau ayah dari tadi memandangiku terus, wajahnya seperti mengatakan bahwa ia merasa heran terhadap sesuatu pada diriku. Karena penasaran, aku langsung bertanya padanya,
"Kenapa yah, ada yang aneh di wajahku?"
"Hmmm....Chandra, sejak kamu mengecat rambut bagian depanmu?" tanya ayah tiba-tiba.
Akupun tersedak nasi mendengar pertanyaan ayah. Mengecat rambut? apa maksudnya itu?
^^^Bersambung...^^^
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 358 Episodes
Comments
Imamah Nur
Sebenarnya Chandra ditemukan ketika umur berapa sih?
2023-03-12
1
Imamah Nur
Waduh jangan pergi dong Chandra 😭
2023-03-12
1
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
happy birthday 🎈🎁🎊🎉🎂🎈🎁🎊🎉🎂
2023-03-04
1