Curiga

"Apa? Tapi kenapa? Bukankah kami sama-sama tidak menginginkan pertunangan ini berlanjut?"

Aku benar-benar tak percaya, seharusnya dia senang 'kan?

Tapi kenapa malah seperti ini?

Padahal di dalam novel Achazia lah orang yang sangat ingin membatalkan pertunangan, tapi Cassiopeia menolak mati-matian. Bukankah sekarang aku sudah mengabulkan keinginannya? Kami sama-sama untung jika berjalan lancar, aku terhindar dari kisah asli sedangkan Achazia tidak terganggu akan kehadiranku.

Keadaan benar-benar hening, namun tak berselang lama untuk keheningan tersebut dihancurkan oleh Madam Pranadipa.

"Saya memiliki satu pertanyaan kepada Nona?"

"Pertanyaan...apa itu?"

"Bukankah Nona orang yang paling tidak ingin memutuskan pertunangan?" tanya Madam Pranadipa.

Aku tertegun, keringat dingin membanjiri tubuh. Mulutku membeku, tak ada satupun kata yang mampu keluar dari bibirku.

"Kenapa Nona tidak menjawabnya?"

Dari nada bicaranya, sudah jelas bahwa dia curiga kepadaku.

Membohongi Ava tidak terlalu sulit, tapi bagaimana dengannya? Orang yang paling tahu segala hal tentang Cassiopeia Maximpratix Charcraes melebihi Cassiopeia sendiri.

"Kenapa Nona diam saja?" Pertanyaan Madam Pranadipa semakin membuatku bertambah gugup.

"Sebaiknya kita bersiap, Nona, Madam." kata Ava tiba-tiba.

Aku melirik ke arah Ava, tatapannya mengatakan seperti ini.

'Saya akan membantu Nona asalkan ada bayarannya,'

Aku mengangguk membalas tatapan itu.

"Saya dengar dari Lady Hashiby bahwa tata krama Nona tidak sempurna,"

"Meskipun kau ingin membantu tapi bisakah untuk tidak menjatuhkan haga diriku?"

"Apalagi kepala pelayan bilang semenjak Nona hilang ingatan setelah kejadian waktu itu berhasil membuat Nona berubah." lanjut Ava.

"Dasar bapak tua, bisa-bisanya kau memberitahu kepada orang lain meski sudah aku bilang untuk merahasiakannya."

"Apa maksudmu Lady Clovis? Kau bisa saja kehilangan nyawa jika sembarangan berbicara seperti ini," ujar Madam Pranadipa, galak.

"Saya berani mempertaruhkan segalanya untuk mengutarakan hal ini, lagipula ini bukanlah sekedar spekulasi ataupun kabar burung. Disini saya mewakili Nona untuk berbicara karena saking syok nya Nona jadi tidak bisa berbicara."

"Darimana Ava tahu bahwa aku syok?"

"Apa kau bisa membuktikannya?" tanya Madam Pranadipa yang benar-benar tidak percaya dengan apa yang diutarakan Ava.

"Tanggal 15 bulan 8 tahun 591 kalender kekaisaran Stannis Magna, sejak pagi Nona diundang oleh Pangeran Achazia Rexsapiens Stannis Magna. untuk pergi berjalan-jalan menikmati akhir-akhir musim panas di danau dengan menaiki perahu bersama, tapi sebuah kejadian tak terduga terjadi. Nona tercebur ke dalam danau dan hampir kehilangan nyawa, padahal Pangeran Achazia ada di sana dengan para pengawalnya, akan tetapi beliau tidak bergerak sedikitpun untuk menyelamatkan Nona. Di detik-detik terakhir Nona hampir tenggelam ke dasar, barulah beliau menyuruh orang untuk menyelamatkan Nona." tutur Ava panjang lebar.

Madam Pranadipa diam tak berkutik, membuat atmosfer semakin mencekam.

Aku dan Ava saling kontak mata, seakan ter-sinkron aku memahami apa yang dikatakan Ava begitu pula sebaliknya.

Bruk...

Tiba-tiba sebuah pelukan datang mendekap tubuhku, membuatnya oleng dan hampir saja terjatuh.

Pundak ku rasanya basah, isak tangis pun terdengar.

"Hiks... maafkan saya Nona, tak seharusnya Saya meninggalkan Nona. Jika tahu masalahnya seperti ini, Saya pasti sudah membantu Nona." kata Madam Pranadipa sesegukan.

"Apa ini...kenapa tiba-tiba berubah?"

"Aku juga minta maaf telah menyusahkan kalian semua, karena obsesi yang berlebihan kepada Pangeran Achazia aku malu jadi merepotkan semuanya."

"Tidak apa-apa Nona, seharusnya saya yang minta maaf." ucap Madam Pranadipa melepas pelukan.

"Jika saja saya tak meninggalkan Nona waktu itu Nona tidak akan kesepian," lanjutnya menundukkan kepala.

Walau aku tidak pintar dalam menilai orang lain, tapi untuk sekarang ini Madam Pranadipa terlihat sangat jujur dan tulus.

Aku tersenyum seraya menggerakkan tangan kananku untuk menghapus air mata wanita paruh baya ini.

"Jangan menangis, aku tak ingin lagi ada air mata yang jatuh. Madam Pranadipa sudah aku anggap seperti ibuku sendiri,"

Dia tertegun, tak menjawabnya.

Ava yang diam melihat kami sedari tadi angkat suara.

"Masih ada 8 jam hingga saat itu tiba," kata Ava tiba-tiba.

"Saat apa?"

"Apakah Nona tidak tahu?" Aku menggeleng menjawab Ava.

"Malam ini kereta kuda Tuan Besar akan tiba di kediaman,"

"Lantas?"

Tok...tok...tok...

"Masuk!" teriakku.

Tak berselang lama seorang wanita masuk ke dalam.

"Karena Lady Hashiby sudah datang itu artinya kelas sudah bisa di mulai," ucap Madam Pranadipa, ceria.

Aku menatap ke arahnya tak percaya. Padahal baru beberapa saat yang lalu dia sangat sedih bagaikan seluruh dunia nya hancur, tapi apa ini?

"Lady Hashiby, saya persilahkan untuk membawa Nona." kata Madam Pranadipa, seakan mengusir ku untuk buru-buru pergi.

Apa?

Segera setelah itu Guru langsung menggandeng tanganku tanpa memikirkan reaksi ku sama sekali.

"Saya permisi terlebih dahulu, Madam Pranadipa, Lady Clovis." ucap Guru.

"Ya, ajarkan lah yang terbaik untuk Nona!" pesan Madam Pranadipa.

"Saya akan memberikan yang terbaik untuk, Nona." balas Guru.

"Mari Nona!"

Aku yang tak tahu harus apa lagi akhirnya dengan terpaksa mengikuti Guru.

Daripada diseret oleh Guru dan yang lain lebih baik aku ikut dengan senang hati, meski otakku tak mengerti apa yang sedang terjadi.

Kelas penyiksaan berlanjut sampai matahari terbenam.

Mansion semakin ramai, terutama karena kedua anak dari sang Tuan Besar harus dalam keadaan yang sempurna. Baik anak kandung ataupun anak angkat, desainer, penata rias dan yang lain sibuk dengan tugasnya masing-masing.

•••

2 jam kemudian.

Ruang utama mansion Grand Duke dekat pintu masuk utama.

Tap... tap...tap...

"Tuan Muda, Nona besar sudah datang." bisik Kepala Pelayan kepada Deo yang sedang membenarkan manset nya.

Dia menatap ke arah tangga.

"Canggung sekali, gaun ini terlalu merepotkan." gerutuku dalam hati.

"Belum datang, ya?" tanyaku ketika sampai di anak tangga paling bawah, akan tetapi tidak ada satupun yang menjawab pertanyaan ku.

"Apa kalian menganggap ku ini kacang yang di angin kan?" Meski kesal aku mencoba untuk tetap tersenyum.

Terlalu banyak pasang mata di sini, terutama ada 3 singa betina yang selalu mengawasi setiap gerak-gerik ku.

"Ehem... "

Deham-an ku berhasil menyadarkan anak itu dari lamunannya.

"Maaf, Kak. Seharusnya saya tidak melamun ketika bersama Kakak," kata Deo, murung.

"Apa ini ilusi? Di kepalanya nampak ada telinga dan ekor yang bergoyang-goyang," Aku mengucek mata memastikan.

"Mata Nona bisa sakit jika terus seperti itu," bisik Guru.

Aku tersadar dengan apa yang tidak sengaja aku lakukan.

"Maaf, ada sedikit debu masuk ke mata." balasku, berbisik.

"Setelah dilihat-lihat lagi anak itu ternyata..."

"... Sangat imut, kyaaa..."

Terpopuler

Comments

SoVay

SoVay

semangat sayang

2022-02-18

1

Quensly

Quensly

Halo semuanya, perkenalkan saya Quensly. Penulis asli cerita ini, maaf karena cerita ini jarang update karena kesibukan penulis sendiri. Mungkin untuk kedepannya juga akan begitu, tapi saya akan tetap berusaha untuk tetap update. Karena itu jangan lupa berikan dukungan kalian ya agar penulis semangat meskipun di tengah sibuknya real life. sekian dari saya, selamat melanjutkan membaca.

2022-02-07

6

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!