Mata birunya menatap datar ke arah beberapa orang yang baru saja masuk ke dalam ruangan tersebut.
Dari kejauhan aku mampu mendengar decakan yang menyebalkan.
Tap.... tap... tap...
"Salam saya kepada bintang emas Kekaisaran Stannis Magna, semoga keberuntungan selalu menyertai Pangeran ke-4 Achazia Rexsapiens Stannis Magna." ucap kami dipimpin olehku, baru lah dilanjutkan yang lain.
"Bangunlah!" balasnya.
Aku mendongak, hal pertama kali yang aku lihat darinya adalah wajah datar serta tatapan jijik saat melihatku.
Tanpa basa-basi aku langsung duduk di depan Achazia.
"Ada apa gerangan Pangeran datang ke sini?" tanyaku seraya menuangkan teh ke dalam gelas yang tersedia.
Ia memutar bola mata malas dan kembali menyeruput teh.
"Rasanya ada yang kurang," gumamku.
"Ava, Madam Pranadipa."
"Kami disini Nona," jawab mereka berdua serempak.
"Sepertinya ada yang kurang, bisakah kalian berdua menolongku untuk mengambilnya?" pintaku.
"Akan kami laksanakan, Nona." Setelah menyanggupi permintaan ku Madam Pranadipa beserta Ava memberi sedikit salam, mereka berdua pun langsung pergi melaksanakan tugas yang aku berikan.
"Katakan!"
Baru beberapa detik setelah kepergian dayang serta Ibu asuh, Pangeran di depanku ini sudah angkat suara menyuruh seenak jidatnya.
"Seperti yang Pangeran tahu bahwa-" Perkataan ku terpotong olehnya yang aku yakin sengaja ia lakukan.
"Bisakah kau langsung pada intinya?" Mendengar dari nada bicara dan gerak tubuhnya ia nampak sangat risih.
"Tapi apa kau tahu Pangeran? Bukan hanya kau saja yang risih."
"Batalkan pertunangan."
"Pfffttt.... "
Ia menyemburkan seluruh teh yang baru saja ia seruput, karena kesigapan ku aku berhasil terhindar dari air mancur jorok itu.
Ia menyeka bibirnya menggunakan sapu tangan, setelah itu mengatakan : "Kau bercanda?" dengan mimik wajah tak percaya.
"Hahaha!"
Wajahnya mengernyit ketika aku tiba-tiba tertawa, aku mengelap wajah menggunakan tangan dengan kasar.
"Apa wajah saya nampak seperti bercanda?" tanyaku dengan jari telunjuk yang menunjuk ke arah wajah yang sudah memasang ekspresi datar dan serius tanpa ada mimik bercanda sedikitpun.
Syaaaa~
Ia diam tak berkutik, pupil matanya bergetar. Entah karena takut atau kaget aku tak peduli, seperti kata pepatah 'Sekarang atau tidak selamanya'.
"Apa maksudmu?"
Aku menepuk jidat, "Kemana perginya kepintaran Pangeran Achazia sang tokoh utama pria dalam cerita ini?"
"Jawab!" teriaknya.
Amarahku sudah meluap, namun tetap berusaha untuk ditahan. "Belum saatnya untuk menggila, bersabarlah sedikit."
"Tentu saja memutuskan hubungan. P. E. R. T. U. N. A. N. G. A. N kita," kataku dengan penuh penekanan.
"Bukankah Pangeran tidak ingin pertunangan ini terus berlanjut?"
Aku mengambil teh dan menyeruput nya.
"Tidak akan," bantahnya.
Ini reaksi yang sudah aku duga, tapi tetap saja menyebalkan.
"Apa alasanmu meminta pertunangan dibatalkan?" tanyanya.
Setelah selesai meneguk teh aku kembali menaruhnya ke meja.
"Hah~,"
"Kenapa kau bernapas lelah seperti itu?"
"Tentu saja karena mu Pangeran bo*oh plus idi*t," gumamku.
"Kau bilang apa?" Samar-samar ia mendengar gumaman ku.
"Tak ada, oh ya. Alasan saya ingin membatalkan pertunangan adalah.... "
Cklek....
Pintu yang tiba-tiba terbuka menghentikan ucapan ku, lagi.
"Ini Nona,"
Ava menyajikan beberapa piring dessert yang aku minta.
"Terima kasih," kataku menyugingkan senyuman.
"Sama-sama,"
"Tak usah pura-pura baik kau!" Bentakan yang paling aku benci kembali terdengar.
Saat berbalik kata-kata tak sopan di lontarkan kepadaku.
"Baj*ngan munaf*k,"
Kata-kata kotor terus dilontarkan olehnya, tapi tak ditanggapi sedikitpun olehku. Aku sibuk memakan dessert yang dibawakan Ava.
"Yha mental pengecut mah patah, karena di dalam ruangan ini hanya ada aku dan dayang yang berasal dari keluarga bangkrut ia berani berbicara seperti itu,"
"Cih, murahan."
"Apa kau mendengarkan ku?!" bentaknya.
Tak...
Dengan kasar aku menaruh garpu kue ke atas meja.
"Sudah selesai bicaranya?"
Swaaaa~~~
Hawa dingin menyeruak memenuhi ruangan.
Tatapan tajam tak luput aku lemper kan kepadanya.
"Apa-apaan itu? Apa keluarga Marquess tak pernah mengajarkan sopan santun kepadamu?!" katanya yang semakin menjadi-jadi.
"Bisa-bisanya orang seperti dia pernah aku sukai sampai rasanya mau gila, jika tahu akan seperti ini aku menyesal telah mengenalmu. Tapi mau bagaimana lagi? Memang sudah takdir, tapi...aku bukanlah orang yang bisa dipermainkan sesuka hati oleh takdir."
"Walaupun kehidupan sebelumnya
"Hihihi,"
Tawa mengerikan bak kuntilanak membuat siapapun yang mendengarnya akan langsung merasa ketakutan.
Tubuhku gemetar, tidak. Bukan hanya aku, Ava dan si Pangeran bre*gsek itu juga merasakan hal yang sama namun juga berbeda.
Aku mendongak, mata merah bak ruby darah yang menatap tajam membuatnya semakin bergidik.
"Anda membicarakan sopan santun kepada saya?" Aku memiringkan kepala seraya tersenyum sinis.
"Memangnya siapa baj*ngan yang tak tahu sopan santun?"
Hwa~~~
"K, kau....!"
Ia menodongkan kedua jarinya kepadaku.
Aku beranjak dari kursi dan berjalan perlahan mendekati Achazia dengan senyum sinis yang tak pernah pudar.
"Ada apa Yang Mulia? Apakah anda takut dengan saya?"
Ia juga ikut beranjak dari duduknya.
Mundur terus seiring langkah kakiku yang semakin mendekat.
Bruk....
Tubuhnya mentok di tembok, tak bisa bergerak kemanapun.
Brak....
Tanganku di taruh dengan kasar di tembok untuk mengunci Pangeran gil* ini agar tak kemana-mana lagi
Suara detak jantungnya terdengar jelas di jarak yang hanya setengah meter.
Aku mendongak, mata birunya terlihat jelas. Mau dilihat bagaimanapun dia adalah seorang pangeran sekaligus tokoh utama cerita ini, jika aku tak mengetahui tabiat aslinya mungkin aku sudah kembali jatuh cinta akan ketampanannya.
Tapi mau dilihat bagaimanapun ketampanannya tidak sebanding dengan si pria me*um yang aku temui di pinggir danau tempo hari.
Tuk...
Suara ketukan jari telunjuk ku yang sengaja menggetok kening Achazia mengeluarkan suara lumayan nyaring.
"Bagaimana? Apakah otak anda sudah kembali cair?"
Wajahnya bersemu merah, dengan gelagapan Achazia berkata : "Kau, apa yang kau lakukan?"
Aku mengernyit, "Tentu saja membuat otakmu agar bisa berfungsi sebagaimana mestinya, memang apa lagi?"
Sekuat tenaga ia menerobos tanganku dan berlari menjauh.
"Aku akan membalas penghinaan ini!" teriaknya seraya berlari.
"Hey, tunggu! Bagaimana dengan pembatalan pertunangannya?!" balasku, teriak.
Dari kejauhan dia membalas pertanyaanku, namun sayangnya aku tidak bisa mendengar dengan jelas.
"Apa yang dia katakan?" kataku sembari menatap kosong ke arah pintu.
"Entahlah Nona, Beliau terlalu jauh sehingga saya juga tak mendengarnya." kata Ava yang juga ikut menatap kosong ke arah pintu.
"Yang Mulia Pangeran bilang... "
Madam Pranadipa menggantung ucapannya, beliau masuk ke dalam ruangan ini.
"Bilang apa?"
Aku sungguh penasaran dengan apa jawabannya.
"Beliau menolak permintaan pembatalan pertunangan antara Nona dengan Yang Mulia Pangeran,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Frando Kanan
idih....ktany gk mw melanjutkn pertunangan tpi alhasil mlh gk blh? hmph 😒
2022-04-28
1
RijumiLY
Pangeran seketika ciut
2022-02-06
2
SoVay
bila ditolak batal, berarti.lanjut
2022-02-05
3