Surat Dari Marquess

"Mencintai tanpa dicintai saja sudah menyakitkan, apalagi ia terus-terusan saja menyiksaku. Bahkan aku hampir kehilangan nyawa ketika jatuh ke danau yang dalam dan dingin itu tanpa ada yang menolong, hiks... "

"Berhentilah menangis Nona! Masih banyak laki-laki di dunia ini, Nona adalah seorang putri Marquess terlebih Nona sangat cantik. Saya yakin masih banyak pria di luar sana yang mengantri untuk menjadi calon suami Nona," katanya sembari menepuk-nepuk pundakku lembut.

"Hiks... terima kasih Ava."

Kami berpelukan berdua dengan damai hingga aku angkat suara.

"Tapi bukanya kamu yang harus segera mencari calon suami,"

"Saya terlalu sibuk, Nona." jawabnya santai.

"Sibuk?" tanyaku sembari melepaskan pelukan dan menatap Ava heran.

"Mau saya sebutkan? Baiklah,"

Ava menarik napasnya panjang-panjang.

"Sibuk mengurus Nona yang seperti bayi padahal usianya sudah menginjak 16 tahun sibuk mencari uang sibuk menjadi kaya sibuk memeras uang Nona. Dan masih banyak lagi," katanya dengan kepercayaan diri yang tinggi.

"Aku baru tahu kalau karakter Ava seperti ini, ia terlalu jujur. Yah tidak apa aku suka orang sepertinya dan semoga saja kejujurannya tidak mengecewakanku,"

"Karena saya sudah membuat Nona tidak sedih lagi," Perkataannya yang digantung membuatku merasakan firasat buruk.

"Nona harus membayarnya," ujarnya dengan senyuman ceria.

"Hah~ aku memang menyukai penokohannya, tapi tidak seperti ini juga." gumamku.

"Saya tidak perduli apa yang Nona katakan, karena itu." Ava menjulurkan telapak tangannya kepadaku.

"Mana ada keturunan count Clovis seperti ini,"

Bumi seakan berputar, tapi kan bumi memang berputar. Hah~ tak tahu lagi. Ava benar-benar membuatku kehilangan akal sehat. Bagaimana caranya Cassiopeia mengurus dayang satu-satunya yang berperilaku seperti ini? Mungkin karena sifat mereka hampir sama, jadi cocok.

Entahlah aku hanya asal tebak.

•••

Akhirnya aku bisa lolos dari jeratan hutang pi hutang Ava, meskipun mau tidak mau aku membayarnya 5 kali lipat agar tidak terus-terusan memalak ku.

Angin sepoi-sepoi menerbangkan rambut putih ini.

Udara dari pergantian musim terasa begitu dingin.

"Jika dipikir-pikir aku belum merencanakan kedepannya,"

"Kira-kira bagaimana aku harus hidup? Aku belum terlalu tahu tentang dunia ini, lalu jika aku ingin menjadi Cassiopeia maka aku tidak boleh menghancurkan citranya."

"Apakah aku harus memulainya?"

"Tidak! Terlalu cepat, aku ingin menikmati hidup mewah ini sebentar saja."

Dulu aku hanya hidup pas-pasan, mungkin dimulai dari aku lulus S2 baru bisa menikmati hidup yang lumayan.

Jika aku tidak berpindah kesini pasti akan aku coba lagi untuk ikut ujian menjadi komandan mililiter dan mendapatkan hidup yang jauh lebih baik.

Namun harapan tak seindah kenyataan, nyatanya aku berada di sini. Di dalam sebuah game visual bernama 'Cinta Sejati Lady Spirit'.

Seperti judulnya, game romansa pertama yang aku mainkan bercerita tentang kisah cinta kedua tokoh utama yang mengarungi hidup penuh penderitaan namun tetap dipersatukan kembali dengan takdir.

Novel itu amat sangat panjang sekali, bahkan saat tamat para fans termasuk aku yang tergila-gila dengan visual serta jalan cerita yang wah banget, meminta agar ini dilanjutkan.

Karena itu para pengembang bersaing untuk mengikat kontrak dengan penulis.

Sudahlah, melanjutkan penjelasan tentang dunia ini sangatt.... panjang.

Tok... tok... tok...

Pintu kamar tiba-tiba terketuk berhasil menyadarkanku dari lamunan.

"Masuk!" teriakku karena memang jaraknya cukup jauh, apalagi aku berada di balkon jadi mungkin saja tidak akan terdengar.

"Nona," panggilnya.

"Ada apa?"

"Ada surat dari Tuan Marquess,"

"Hah? Dari Yang Mulia, bagaimana bisa?"

Ada angin apa pria yang begitu dingin itu mengirimkan surat? Jangan-jangan dia kesurupan atau apalah.

"Ini Nona," Bapak Butler itu menyerahkan sebuah amplop dengan stempel batu ruby yang dikelilingi bunga mawar.

"Bagaimana cara membukanya?" tanyaku yang mengambil lalu melihat seluruh bagian surat ini.

"Nona tidak tahu?" Bapak Butler nampak sangat terkejut.

"Sebenarnya, ini rahasia. Tapi karena Ba maksudnya Kau sudah bekerja sangat lama jadi aku yakin rahasia ini akan aman, aku akan memberitahukannya dengan satu syarat." ucapku panjang lebar.

"Ada apa, Nona?"

"Jangan beritahukan hal ini kepada siapapun termasuk Yang Mulia, jika tidak." Aku mengambil pisau dessert dan menggerakkannya seolah memotong tangan tepat di urat nadi.

Ia menganggukkan kepalanya.

"Bagus, dengan ini kita sepakat."

"Mendekatlah!" suruhku.

"Ini perintah agar tidak ada yang mendengar,"

Mau tak mau Bapak Butler itu mendekat. Sebenarnya aku tidak mau tapi mau bagaimana lagi.

•••

Tak terasa waktu berlalu begitu cepat.

Pagi pun berganti malam.

Aku menghabiskan waktu seharian hanya untuk makan dan makan, dari pagi hingga beberapa saat yang lalu.

Aku menatap langit-langit kamar yang dipenuhi dengan gemerlap ini dari atas kasur.

Langit yang begitu asing namun juga akrab.

Rasanya mengerikan memiliki dua perasaan yang berbeda sekaligus.

"Sebenarnya kau masih hidup atau tidak?" tanyaku lirih.

"Hah~ sekarang apa yang harus aku lakukan?"

Sebuah ingatan terlintas.

"Oh iya, aku kan belum membaca surat itu."

Dengan cepat aku pergi beranjak dari kasur dan menuju ke meja rias.

"Kata Bapak Butler cara membukanya menggunakan pisau khusus," gumamku yang kembali mencari pisau.

Di dalam game hanya ada beberapa slide untuk membuka surat ini, tidak sampai semuanya. Jadi wajar aku tidak tahu.

Setelah menemukan pisau aku beralih mengambil suratnya dan membukanya.

-Cassiopeia,-

"Bahkan dia tidak memanggil Cassiopeia dengan sebutan Putri-ku, karena itu aku pun tidak memiliki kewajiban untuk menyebutnya Ayah."

Aku kembali melanjutkan membaca surat.

-Aku dengar beberapa hari ini kau di timpa masalah.-

"Bukan masalah lagi Tuan Marquess tapi lebih parah daripada itu," gerutuku.

Belum apa-apa aku sudah malas membacanya, tapi mau bagaimana lagi.

Daripada penasaran lebih baik buka saja, urusan kesal tak kesal bisa dilanjutkan nanti.

-Jika ada sesuatu yang kau inginkan katakan saja, sebentar lagi aku akan kembali.-

-Dari Cameron Emmett Charceaes untuk Cassiopeia Maximpratrix Charcraes.-

Setelah itu tak ada lagi pesan, bahkan kertasnya sudah kosong tanpa sisa setelah tulisan itu.

"Apa-apaan ini, hanya segini surat untuk putrinya sendiri."

Aku tersadar akan suatu fakta.

"Memangnya apa lagi yang aku harapkan dari Marquess ini, bahkan di game sampai akhir ia tidak perduli dengan putrinya."

Aku berdiri pergi ke perapian dan melemparkan surat ini.

Tak butuh waktu lama untuk surat dari Marquess hancur menjadi debu.

"Tapi kan aku harus membalas suratnya," gumamku.

Aku pun kembali beralih ke tempat tadi lalu mengambil kertas kosong beserta pena yang terbuat dari bulu.

"Hah~ pertama kalinya main game romansa seperti ini malah harus masuk kedalamnya,"

Terpopuler

Comments

pensi

pensi

baru membaca beberapa kalimat saja , sudah mengajak ingin membaca keseluruhan

2022-02-27

1

pensi

pensi

betul.. sungguh menyakitkan

2022-02-27

1

SoVay

SoVay

waaahh..kenal sama elona kaah? 🤣🤣

2022-01-24

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!