Aku lebih menyukai game action atau peperangan daripada game romansa. Tapi karena penasaran Aku mencobanya dan malah berakhir seperti sekarang.
Setidaknya ini jauh lebih baik daripada masuk ke game peperangan.
Sudah memakan waktu lama tapi tak ada secercah pun ide untuk aku menuliskan surat balasan.
"Bagaimana ini?"
"Sudahlah, lagipula tak ada yang aku inginkan untuk sekarang."
"Tapi mumpung aku masih memegang peralatan ini bagaimana jika digunakan untuk hal lain,"
Tak butuh waktu lama untukku berkutat dengan pena dan kertas.
•••
Waktu terus berlalu hingga tak terasa sudah hampir tengah malam.
"Fufufu, dengan ini tak akan ada yang tahu apa isinya."
"Sekarang mari sembunyikan,"
Aku mulai menggeledah seluruh isi meja akan tetapi tidak ada tempat yang tepat lalu aku beranjak dan kembali menyusuri semua sudut dalam ruangan ini.
Namun tak ada satupun tempat yang tepat untuk menyembunyikan rencana-rencanaku. Meskipun tak akan ada yang bisa membaca apa yang aku tulis karena tulisan di dunia ini dengan di dunia sebelumnya jauh berbeda. Tetapi tetap saja, aku tidak ingin hal ini menjadi duri dalam daging untuk kemudian hari.
Pilihanku akhirnya jatuh pada suatu tempat, di zaman modern ada pepatah yang mengatakan kalau tempat persembunyian paling aman biasanya tempat musuh yang paling mencurigakan. Itupun jika tak salah ingat, sudah lama aku tidak mendengarnya.
Tanpa pikir panjang aku langsung pergi keluar meninggalkan kamar ini.
•••
Tap...tap...tap...
Terdengar suara langkah kaki orang lain di dalam lorong luas nan panjang ini membuatku secara refleks menyembunyikan tubuh di sela-sela sudut pot tanaman yang lumayan lebat daunnya.
"Tunggu! Kenapa aku sembunyi? Kan aku tidak bersalah," batinku.
Langkah kaki itu berhenti dan sekarang terdengar suara percakapan.
"Hei kau tahu?"
"Suaranya terdengar seperti seorang wanita tapi hanya ada aku dan pelayan wanita di mansion ini, lalu mau apa mereka di tengah malam seperti ini?"
Niatku yang ingin keluar terhenti ketika tak sengaja mendengar obrolan selanjutnya.
"Sampah itu kenapa ya?" tanya yang lain.
"Entahlah, mungkin sampah yang kita panggil Nona itu sedang kesal sekarang."
"Aku paham sekarang, ternyata mereka sedang membicarakanku."
"Sudahlah, tak ada gunanya mendengarkan gunjingan tak berarti itu."
Aku pun keluar dari tempat persembunyian dan mulai membersihkan pakaian yang kotor terkena debu.
"No, nona?!"
Panggilan dengan nada tinggi itu menyadarkan ku bahwa masih ada orang lain di sini.
Saat aku berbalik sudah tak ada satupun orang di belakang. Mereka semua menghilang entah kemana.
"Kemana mereka?"
Aku kagum dengan kemampuan menghilang mereka yang sangat cepat.
"Cepat sekali, aku harus belajar berlari cepat dari mereka suatu hari nanti."
Setelah puas memuji kecepatan menghilang kedua pelayan itu aku mulai kembali menyusuri lorong ini dengan hati-hati.
Semakin malam keamanan semakin ketat saja. Setiap sudut lorong pasti ada saja penjaga, mau tak mau aku menungu mereka berganti sift terlebih dahulu.
Firasatku mengatakan jika sampai ketahuan maka hal merepotkan lah yang akan terjadi.
Memang benar sih karena sekarang waktunya untuk beristirahat apalagi statusku sekarang adalah putri Marquess, yha lebih baik tak usah perdulikan.
•••
Akhirnya setelah melewati perjalanan yang panjang dan cukup melelahkan terlebih lagi ingatan Cassiopeia yang simpang siur membuat ku lumayan kesusahan menemukan tempat tujuan.
Suasana di sini berhasil membuat merinding, ruangan besar yang berada di tengah hutan.
Ditambah banyak sekali tumbuh rumput ilalang dengan ukuran jumbo berhasil membuat suasana semakin mencekam.
"Apakah benar ini tempatnya?" Susah payah aku menelan saliva.
Aku mulai melangkahkan kaki mendekat seraya membuka pintu dengan ukuran sangat besar di depanku ini.
Kriet...
Derit engsel pintu membuat seluruh bulu kuduk berdiri.
Rasanya sekarang aku seperti sedang masuk ke dalam rumah hantu, padahal tidak.
•••
Tempat ini dipenuhi dengan susunan buku yang sudah tersusun rapih.
Ya, tempat ini adalah perpustakaan.
Tempat yang sangat banyak dengan buku dan kertas menjadi pilihanku karena sangat kecil kemungkinan ditemukan, kecuali dengan cara membukanya satu-persatu.
"Tak sia-sia aku menjadikan membaca sebagai hobi,"
"Hm... aroma buku tua memang yang paling enak. Baiklah, mari kita mulai melahap semua isi dari buku-buku ini."
Dengan antusiasme yang tinggi, tak butuh waktu lama untukku mulai tenggelam dalam bacaan demi bacaan.
•••
Tanpa terasa malam berganti pagi.
Sinar matahari menyusup mengenai wajahku berhasil membangunkan dari tidur.
Aku mengerjapkan mata, pemandangan yang begitu asing nampak di depan mataku.
"Dimana ini?" tanyaku sembari mencoba mengingat dimana sekarang sedang berada.
Cklek...
Pintu kamar terbuka dan nampaklah sesosok laki-laki tampan dengan mata hijau miliknya yang menelusuri seluruh sudut kamar.
"Selamat pagi, Kak." sapanya dengan wajah datar.
"Pagi," balasku tanpa sadar.
Sedikit senyuman terbit di wajah tanpa ekspresi itu.
"Tunggu! Dimana ini? Apa yang terjadi?"
Aku bangun dan menyingkirkan selimut.
Seluruh pakaian yang menempel di tubuhku berubah.
Aku menatap tajam ke arah Deo yang sedang menuang air kedalam gelas.
"Saya tidak melakukan apapun, pelayan yang menggantikan pakaian Kakak karena Saya takut Kakak merasa tidak nyaman." jelasnya, Deo memberikan segelas air putih kepadaku.
"Tunggu! Jawab dulu pertanyaanku, bagaimana bisa aku ada disini?"
Ia terdiam sebelum kembali angkat suara.
"Saya menemukan Kakak dalam keadaan pingsan beberapa jam yang lalu di koridor, karena jarak kamar Kakak yang cukup jauh oleh sebab itu. Saya membawa Kakak ke kamar, kondisi Kakak sudah sangat parah namun sekarang baik-baik saja." katanya.
"Dia pikir aku akan percaya dengan alasan yang tak masuk akal itu, dan lagi. Bukankah seharusnya aku berada di perpustakaan? Bagaimana caranya bisa ada di koridor? Ada yang tidak beres,"
Tok... tok... tok....
Ketukan pintu beserta suara teriakan Deo yang menyuruh masuk, tidak berhasil mengalihkan perhatianku.
Pikiranku terus mencari apa penyebab bisa berada di di sini, sedangkan telinga masih tetap mencuri dengar pembicaraan mereka.
"Bagaimana keadaan Kakak?" tanya Deo kepada seorang dokter.
Meskipun latar cerita ini adalah abad pertengahan barat, tetap saja ada beberapa hal dari dunia modern yang dimasukkan oleh penulis.
"Keadaan Nona sudah semakin membaik," jawabnya, ramah.
"Syukurlah," balas Deo.
"Maaf menyela pembicaraan kalian,"
Mereka kini beralih kepadaku setelah aku angkat suara.
Aku beranjak duduk.
"Karena aku yang bersangkutan jadi, bisakah aku tahu apa yang sedang terjadi?"
Mereka saling tatap untuk beberapa saat sebelum Bapak Dokter itu angkat suara.
"Semalam Tuan Muda menyuruh saya untuk mengobati Nona besar, saat diperiksa keadaan Nona besar cukup parah. Suhu tubuh Nona naik drastis dan pagi ini baru kembali normal," jelasnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
SoVay
ayo lnjutkan thor
2022-01-24
3
Fujio Ami
semangat ya thor! 😇
2022-01-24
3
Sylvia
belumapa apa udah overthinking dulu nih
2022-01-24
1