"Pia!"
"Ada apa Guru?"
"Sebaiknya kita mulai pelajarannya," ucap Guru Edrea yang langsung berbalik pergi meninggalkanku.
"Guru, tunggu!" Aku pun segera menyusulnya agar tak ketinggalan.
•••
Bruk...
Aku melemparkan tubuh yang sudah begitu lelah ke atas kasur.
Tok...tok... tok....
Suara ketukan pintu kembali mengganggu.
"Masuk!!" teriakku yang sudah malas untuk bangun lagi.
Tubuhku rasanya sudah hancur lebur hingga ke tulang, tidak bahkan sampai ke inti sel.
"Nona nona. Berapa kali saya bilang untuk segera berganti baju dan mandi sebelum naik ke tempat tidur,"
Terdengar omelan familiar dari kejauhan yang seharian ini tak aku dengar.
Aku segera bangun untuk memastikan apakah benar atau tidak.
"Ava, kau kah itu?"
Ava muncul dari balik gorden.
"Ada apa? Nona kangen dengan saya?" tanya Ava mulai dengan narsisnya.
"Tidak, untuk apa aku rindu padamu. Rindu itu berat biar kamu saja yang merindukanku," balasku percaya diri.
"Rasanya aku seperti menjadi tokoh utama dalam film adaptasi novel yang itu,"
"Baiklah, saya akan merindukan Nona asalkan ada bayarannya."
Jawaban Ava membuatku terbelalak, bisa-bisanya dia mengambil kesempatan untuk memalak ku disaat-saat seperti ini.
"Hah~ kau membuat ragaku yang lelah bertambah lelah, bahkan mental ku lebih hancur di buatmu." ujarku sembari kembali menidurkan tubuh.
"Memangnya apa yang Nona lakukan sampai kelelahan seperti itu?"
Aku bangun sebentar lalu rebahan kembali.
"50 koin Polo SM jika kau ingin tahu,"
"Kalau begitu saya memilih untuk tidak mengetahuinya," balas Ava cepat.
"Hahahaha!"
"?"
Ava menatapku penuh tanda tanya karena aku tiba-tiba tertawa sendiri.
Yha tidak salah, justru aku heran dengan orang ini. Bagaimana bisa ada orang seperti Ava? Jika berhubungan sama uang saja pasti responnya sangat cepat, kilatan cahaya pun bisa kalah dengannya.
"Hari sudah semakin malam, Nona. Sebaiknya anda pergi membersihkan diri terlebih dahulu," saran Ava.
"Baiklah, tolong siapkan air untukku!"
Tak seperti biasanya, Ava langsung menurut begitu aku suruh. Untuk sekarang aku tidak ingin mempermasalahkannya, lagipula jiwa dan ragaku tengah dalam keadaan lelah jadi biarkan saja.
Tak berselang lama air mandi yang disiapkan Ava akhirnya siap, aku pun memulai ritual merelaksasi kan tubuh dan pikiran.
•••
Blam...
Suara nyaring dari pintu yang ditutup paksa itu terasa sudah biasa di telingaku.
"Kebiasaannya nggak pernah hilang, bisa-bisa bangkrut Marquess jika setiap hari aku harus mengganti pintu itu." Aku pun hanya bisa menggelengkan kepala dan kembali merebahkan tubuh di kasur empuk dan nyaman ini.
Aku menatap ke langit-langit, memutar kembali memori dimana hari-hari mengerikan dimulai.
"Aku pikir kalem, ternyata.... "
Flashback
Ketika sampai aku menjulurkan tangan menggapai gagang pintu dan membukanya.
Kriet...
Derit engsel pintu sudah tak asing lagi.
"Silahkan masuk Guru," ucapku sembari membuka pintu lebar-lebar.
Guru Edrea masuk setelah diizinkan.
•••
Ruangan besar yang dipenuhi buku dan segala macam peralatan lainnya sudah tertata dengan rapih di tempat masing-masing.
"Tempat apa ini?" gumam Guru Edrea, celingak-celinguk.
"Ini ruang baca khusus sekaligus ruang belajar untuk kita menjalankan pelajaran sehari-hari, maaf jika tak sesuai dengan apa yang Guru inginkan. Saya akan menguba-"
"Tak perlu Pia, ini semua sudah lebih dari cukup." tolak Guru Edrea yang langsung memotong ucapanku.
"Baiklah, jika itu keinginan Guru."
Tak ada lagi percakapan diantara kami setelah itu.
Aku pun memilih untuk duduk di meja belajar besar yang telah disediakan.
"Akhirnya aku sampai, tempat dimana Cassiopeia dalam cerita begitu membencinya. Disinilah kami sekarang berada, ruang baca sekaligus ruang belajar pribadi Cassiopeia yang dibuat khusus untuknya. Jika dilihat dari ruangan ini sepertinya rencana untuk Cassiopeia mendapatkan pendidikan informal sudah di rencanakan sejak jauh-jauh hari,"
"Baiklah, Nona. Kelas akan segera dimulai,"
Perkataan Guru Edrea membuatku tersentak dari lamunan.
Aku mendongak, rambut panjang tergerai berwarna cokelat serta mata kuning sayu yang dihiasi kacamata kecil tengah berdiri sedikit menyender di rak buku.
Rasanya aku sudah gila, seberapa berbakat nya pencipta dunia ini hingga mereka semua terasa begitu nyata dan sempurna?
"Jika sesuai jadwal yang tertulis di buku ini maka pelajaran pertama kita adalah kelas tata krama, saya akan memulai dari dasarnya.
Pertama-tama pengenalan tentang tata krama dasar," Guru Edrea mulai menjelaskan semuanya, hanya bagian awal saja yang aku dengar.
"Etika, kesopanan dan tata krama merupakan hal yang penting untuk diikuti sebagai bentuk menghormati dan menghargai orang lain. Tata krama dasar berasal dari [... ] Kita akan mulai dari tata krama dulu, tata krama dasar terbagi kedalam beberapa macam. Yaitu tata krama menyapa bangsawan lain ataupun keluarga kerajaan, tata krama dalam berkomunikasi lisan, tata krama dalam bersikap, tata krama dalam bersantap baik saat formal maupun informal. Dan masih banyak lagi, untuk sekarang ini saya akan menjelaskan yang paling dasar yaitu tata krama dalam berkomunikasi lisan dan tata krama dalam bersikap."
Setelah itu aku tak lagi mendengar penjelasan Guru, pikiranku kalut ketika mendengar bahwa tata krama dasar saja sudah sebanyak itu. Entah seberapa banyak lagi tata krama yang lain. Hah~ rasanya aku ingin menyerah saja.
Brak...
Suara gebrakan menyadarkanku kembali.
Sebuah cambuk sudah berada di atas meja tepat di depanku, bahkan cambuk itu bisa saja tepat mengenai aku.
Perlahan aku melihat arah cambuk itu mencoba mencari tahu. Ketika sampai di orang yang menggunakannya mataku langsung terbelalak.
Guru Edrea masih dengan buku dan gaya tadi namun sebuah cambuk tengah ia mainkan.
"Nona, apakah Nona mendengarkan saya?" tanyanya.
Aku susah payah menelan saliva dan dengan gugup menjawab, "I, iya....","Mungkin," lanjut ku dengan suara kecil.
"Baiklah," Guru mengambil kembali cambuknya sambil meletakkan buku yang dipegang.
"Baguslah karena Pia sudah mengerti.
.... karena itu..... saatnya ujian praktek," ucap Guru Edrea tersenyum cerah dengan semangat 45-nya yang berkobar-kobar.
Begitulah awal dari neraka yang disebut 'kelas' dimulai.
Aku salah telah menilai orang lain hanya dari sampulnya saja.
"Pia, postur tubuhmu kurang."
"Pia, jangan sampai tumpukkan buku di kepala itu jatuh!"
"Pia, silang kan kakimu dan tekuk sedikit. Jangan lupa angkat ujung gaun menggunakan jari telunjuk dan jari jempolmu! Dalam keadaan apapun seorang bangsawan sejati harus tetap terlihat elegan dan berwibawa, jangan sampai harkat dan martabat jatuh karena etiket yang salah."
"Jaga keseimbangan, jaga wibawa!"
"Pia... "
"Pia.. "
"Siapapun tolong aku!"
Flashback off
"Hah~ penampilannya ketika mengajar dan tidak sangat berbeda jauh, kemana perginya malaikat yang aku tahu? Yang ada hanyalah iblis kejam, rasanya aku ingin berhenti mengikuti kelas."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Shirokawa
Hanya bisa berdoa, semoga Cassi selamat🙏🙏
2022-03-11
1
Elwi Chloe
lanjut
mampir lagi ya
2022-02-04
1
Ai
Ish deskripsi bikin merinding ngeri
2022-02-03
1