"Jadi...maksudnya aku demam?" gumamku.
"Nona!!!"
Pekikan seseorang hampir saja membuatku terkena serangan jantung.
Aku melihat ke arah suara.
Ternyata Dokter tadi lah yang memekik.
"Anda jenius Nona! Saya saja selaku dokter hebat di abad ini yang sudah hidup lama dan mengarungi samudra tidak bisa mengingat apa nama penyakit yang diderita Nona besar dengan mudah,bahkan penyebutannya saja sempurna. Apa tadi? Oh iya, demam. [...]"
Celotehan terus saja keluar dari mulut Dokter itu.
"Ayolah, aku hanya bergumam sedikit. Lagipula kenapa dia seperti itu? Padahal aku hanya menyebutkan kata demam,"
Rasanya aku ingin pingsan lagi untuk menghindar dari situasi ini.
Hari melelahkan itu berlalu dengan aku yang harus beristirahat di tempat tidur, karena saat aku beranjak dari kasur, tubuh Cassiopeia sudah ambruk dan pingsan.
Tersebar juga kabar yang menggelikan sampai-sampai aku merasa Cassiopeia asli juga tak ingin mendengarnya.
•••
Seorang laki-laki berambut emas dengan mata biru langitnya tengah mengacak-acak seluruh isi ruangan.
Terdengar puluhan kali kebisingan dari pecahan kaca ataupun batu mulia yang ber hantaman dengan ubin di bawahnya.
Prang
Pyar
Bruk
Keadaan itu terus berlanjut, bahkan suara seseorang yang masuk tak lagi dapat terdengar.
Laki-laki yang tak lain dan tak bukan adalah Achazia Rexsapiens Stannis Magna mengambil sebuah pecahan kaca dan melemparkannya ke sembarangan arah.
Seseorang yang baru saja masuk harus merasakan rasa perih dari sayatan benda tajam yang melewati pipinya.
Eliot Barlin, tangan kanan dari pangeran Achazia.
Mendapatkan julukan anjing pangeran ke-empat karena selalu melakukan apapun yang diperintahkan oleh Pangeran Achazia, bahkan nyawanya sudah pernah hampir melayang namun dihentikan oleh Pangeran Achazia ketika disuruh untuk bunuh diri oleh sang majikan.
"Ada apa kiranya Tuan-ku semarah ini?" tanya Eliot, sopan.
Pangeran Achazia menghentikan aktivitasnya lalu beralih menatap tajam kepada bawahannya.
"Dari mana saja kau?" bentak Achazia.
"Maafkan hamba Tuan-ku, ada beberapa urusan mendesak yang harus hamba urus tadi." ujar Eliot sopan.
"Urusan mendesak? Heh!" Senyum sinis terlukis di wajah Achazia.
"Memangnya ada hal yang lebih mendesak daripada majikanmu sendiri?" Suara tinggi Achazia menggelegar ke seluruh sudut ruangan.
Eliot menunduk tidak berani mengangkat wajah karena amarah tuannya itu yang sudah berada di puncak.
Achazia duduk kembali di kursinya.
Kilatan amarah masih saja terlihat di wajah sang Pangeran tertampan di Kekaisaran Stannis Magna.
"Kau tahu Eliot? Karena ide bodohmu yang ikut-ikutan menyuruhku pergi ke danau bersama si sial*n itu aku jadi harus menerima malu," ujar Achazia penuh emosi.
Eliot memberanikan diri menanyakan apa yang terjadi kepada Tuan dan tunangannya.
"Sebenarnya, apa yang terjadi Tuan?"
Ahazia menatap kepada bawahannya sebentar sebelum akhirnya menjawab. "Baginda Kaisar mengomeli ku habis-habisan hanya karena manusia sampah sepertinya jatuh ke dalam danau dan pingsan untuk beberapa saat, dan sekarang... aku malah disuruh untuk meminta maaf kepadanya."
"Sebaiknya Tuan mengikuti perintah Baginda Kaisar-" Belum sempat Eliot melanjutkan ucapannya, Achazia sudah memotong terlebih dahulu.
"Apa sekarang kau menyuruhku meminta maaf atas kesalahannya sendiri yang masuk ke dalam danau itu?
Padahal itu semua salahnya," bantah Achazia tak terima.
"Bukan begitu maksud saya Tuan, ini adalah kesempatan Tuan."
Suasana berubah, Achazia mulai tertarik dengan sanggahan bawahan setianya.
"Dengan begini Tuan bisa mendapatkan segalanya walaupun menggunakan satu cara," Eliot tersenyum simpul yang berhasil membuat Achazia penasaran dengan arti senyum itu.
"Apa itu?" tanya Achazia penasaran.
"Mendekat lah Tuan!"
Achazia mendekat menuruti perintah bawahannya.
Untuk beberapa saat mereka berbisik berdua, setelah itu wajah Achazia yang semula kesal kini menjadi senang.
"Hahaha! Bagus sekali Eliot, kau memang bawahan ku yang paling setia." ujar Achazia, puas dengan rencana yang dibisikkan Eliot.
•••
-Hari ke 3 isekai-
"Nona!"
Aku menghentikan kegiatan tulis menulis lalu melirik ke arah suara.
Ava datang bersama beberapa dayang dengan membawa dessert pesanan ku bersama mereka.
"Ada apa?" tanyaku.
"Beberapa hari lagi Tuan Marquess pulang," kata Ava yang tengah sibuk merapihkan piring-piring dessert pada tempatnya.
"Oh," jawabku singkat.
Aku beralih mengambil dessert yang sudah tersedia dan mulai memakannya sembari pandanganku yang menelusuri pemandangan jauh di bawah lantai balkon tempat kami berada.
Mataku menangkap keributan di bawah.
Hiruk-pikuk orang-orang berpakaian lengkap dengan 1 buah kereta barang dan banyak sekali kuda dengan penunggang nya masing-masing.
Aku beralih kepada Ava yang masih setia, berbeda dengan pelayan lain yang sudah bubar.
"Ada apa itu?"
Ava menjawab, "saya juga tak tahu, Nona."
"Kalau begitu..." Aku bangun dari kursi namun sebelum itu menghabiskan dessert yang sudah dipegang tadi, "mari kita lihat!"
Aku keluar dengan Ava mau tak mau mengikuti ku pergi keluar, tentunya setelah menyuruh pelayan lain yang tidak sengaja lewat untuk membereskan makanan ringan yang ditinggalkan begitu saja.
Karena sudah menjadi kewajiban seorang dayang mengikuti majikannya.
•••
Kebisingan itu semakin membuat telingaku sakit.
"Ada apa ini? Kenapa pagi-pagi sekali sudah ramai?" tanyaku kepada Bapak Butler.
"Yang mulia Pangeran ke empat mengirimkan hadiah untuk Nona," jawabnya.
"Hadiah?" Aku mengernyitkan dahi.
"Iya Nona, hadiah dari Pangeran Achazia." lanjut Bapak Butler.
"Untuk apa dia memberikan hadiah? Setahuku di dalam cerita asli Pangeran Achazia tidak pernah sekalipun memberikan hadiah, meskipun Cassiopeia menangis darah memintanya. Lalu, untuk apa lagi ini? Apa jangan-jangan ceritanya sudah berubah?"
Pertanyaan demi pertanyaan sudah berceceran di kepalaku menunggu untuk dijawab, namun sayangnya harus batal ketika seseorang menyadarkan ku dari lamunan.
"Mau ditaruh kemana semua hadiah ini, Nona?" tanya salah seorang utusan yang membawa kotak-kotak hadiah besar itu.
Aku melirik ke arah tumpukan kotak-kotak besar itu.
"Silahkan taruh dikamar Nona," jawab Ava mendahului ku. Aku hanya diam karena tak tahu harus ditaruh dimana.
Para pelayan juga mulai membantu utusan meletakkan kotak hadiah tersebut ke lantai 5, yaitu tempat kamar Cassiopeia berada.
•••
2 jam memindahkan barang akhirnya selesai.
Aku berjalan menelusuri lorong ini menuju ke sebuah ruangan yang sudah dapat ditebak bagaimana sekarang.
Akhirnya kami sampai di tujuan.
Ava membuka pintu besar ini,
•••
Sesuai dugaan, hampir semua ruangan di penuhi dengan kotak-kotak yang entah apa isinya.
"Hah~ bagaimana caranya aku bisa tidur jika seperti ini?" gumamku.
"Baiklah Nona izinkan kami untuk membuka hadiahnya," ujar Ava sambil membungkukkan tubuhnya sopan.
"Ya, terserahlah. Kalian urus saja sendiri,"
Setelah mengatakan hal itu aku kembali berbalik meninggalkan ruangan yang sudah sumpek ini sendirian menuju ke sebuah tempat lebih sepi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
pensi
😁
2022-02-27
1
pensi
👍🏻
2022-02-27
1
Alviesha_athninamaisy
Hatiku Padamu Kak mampir ini kak
semangat... jejak dulu ya kak☺️
2022-02-09
3