SMA HARAPAN BANGSA
“Lah, nih anak molor disini ternyata...”
“Tiara... bangun...” ujar Maya setengah berbisik membangunkan temannya itu.
“Dicari-cari dari tadi malah molor disini... loe gak ikut ke kantin...???” bisik Maya kembali.
Maya masih sadar jika mereka ada di area perpustakaan, otomatis Maya hanya bisa berbisik sambil menggoyang-goyangkan badan temannya itu.
“Ngggg....” geliat Tiara tanpa membuka matanya. Hati dan raga nya masih ingin beristirahat di sudut
perpustakaan itu.
“Buset nih anak...!! banguuuuuun....” gugah Maya lagi.
Tiara yang merasa terganggu dengan ulah sahabatnya itu akhirnya mau tidak mau mengangkat kepalanya dan menatap kesal pada temannya.
“Apaan siy Maya... ini tu di perpus.. DILARANG BERISIK...!!!” bisik Tiara tegas.
“Kantin yuk ah!!.... ngapain loe molor sendirian disini...” ajak Maya sambil menggaet lengan Tiara.
Tiara menepis tangan Maya. Dirinya enggan beranjak dari situ. Masih ingin menyendiri, mencerna semua
apa yang di dengarnya tadi pagi.
“ Gak ah.. gue lagi males. Loe aja ke kantin.. ntar gue nyusul, kalo gak males...”sahut Tiara.
“Dah sono... gue masih mau disini bentar...” lanjutnya.
“Kenapa siy loe...?? ya udah gue tinggal nih ya... gakpapa loe disini sendiri...??” tanya Maya lagi. Ia agak khawatir dengan temannya satu ini. Hari ini Tiara tidak seceria biasanya.
“Iyaaaaa... gakpapa.. buruan sana...” ucap Tiara sambil melambaikan tangan mengusir Maya untuk
segera pergi.
Setelah Maya pergi, Tiara kembali meletakkan kepalanya di atas meja. Lalu mengambil buku untuk menutupinya.
Sejak tadi sebenarnya Tiara tidak tidur. Ia hanya menenangkan hatinya.
Papa berniat menjodohkan putri kita dengan putra Pak Andrian...
“Putri papa yang dimaksud itu Kak Nia kan...?? tentu saja Kak Nia, mana mungkin aku yang akan dijodohkan dengan Kak Niko...!!! Sudahi mimpimu Tiara, tidak mungkin kamu menentang perjodohan ini, tidak mungkin kamu bersaing dengan kakakmu sendiri...”
“Apa Kak Nia sudah tahu tentang perjodohan ini...?? apa dia menerimanya..?? tapi memang selama ini Kak Nia dekat dengan Kak Niko, walaupun kata Kak Nia mereka hanya bersahabat.”
“Lalu Kak Niko, apa dia menerima perjodohan ini...??? apakah benar-benar sudah tidak ada kesempatan untukku memiliki hati Kak Niko...?? apakah aku harus benar-benar menyerah sebelum berperang...??”
Entah sejak kapan Tiara menaruh hati pada sahabat kakaknya itu. Karena sejak kecil pun Niko sering main
ke rumah mereka, ataupun sebaliknya, Nia sering mengajak Tiara jika sedang bermain ke rumah Niko.
Kebiasaan itu membuat benih-benih ketertarikan muncul di hati Tiara. Bisa dibilang Niko adalah cinta pertamanya. Walaupun selama ini ia tahu, Niko menganggapnya seperti adiknya sendiri. Layaknya Nia menyayangi dirinya.
“Kak Niko memang tidak pernah melihatku seperti perempuan lain. Dia hanya menganggap ku seperti adiknya. Yah, mungkin takdirku hanya akan menjadi adik iparnya. Benar-benar menjadi adiknya...”
“Auuk ahh... gelap...!!!!”
Tiara benar- benar memejamkan matanya, menutup kepalanya dengan buku. Dia benar-benar ingin tertidur. Melupakan sejenak tentang Niko.
Hingga akhirnya bel istirahatnya kembali berbunyi, dan mau tidak mau Tiara harus masuk kembali ke kelasnya.
Malam hari di Kediaman Pak Wijaya
Setelah selesai makan malam bersama, Pak Wijaya memutuskan untuk kembali ke ruang kerja nya. Kembali
berkutat di depan laptop dan bertumpuk-tumpuk berkas di atas mejanya.
Entah berapa lama beliau berada di ruang kerjanya. Begitu fokus dengan apa yang tengah dikerjakannya.
Tok... tok... tok...
Pak Wijaya mendengar suara ketukan di pintu, lalu mendongakkan kepala nya menatap ke arah pintu.
Mama Dessy masuk ke dalam ruang kerja dengan secangkir teh di tangannya.
“Papa sibuk sekali belakangan ini...?? Tanya Mama Dessy.
“Apa ada masalah,pa...???” sambungnya seraya menyodorkan teh yang ada di tangannya.
Pak Wijaya menyambut cangkir di tangah Mama Dessy lalu menyesapnya perlahan.
“Gak ma.... semua baik-baik saja...” jawab Pak Wijaya gamang.
Mama Dessy tersenyum. Ia tahu, sebenarnya suaminya sedang tidak baik-baik saja.
Perlahan Mama Dessy menggamit lengan Pak Wijaya. Mengajaknya duduk sejenak di sofa ruangan tersebut.
“Benarkah semua baik-baik,pa...???” tanya Mama Dessy
Pak Wijaya terdiam. Ia merebahkan punggungnya di sofa itu. Memejamkan matanya sejenak.
Mama Dessy melihat raut wajah suaminya yang nampak begitu lelah. Seperti ada beban berat yang dipikulnya.
Pak Wijaya, membuka matanya dan menghela nafasnya kasar.
“Sebenarnya ada sedikit masalah di kantor, tapi semuanya masih baik-baik saja, ma...” terang Pak Wijaya.
“Benarkah hanya itu...???” tanya Mama Dessy kembali.
Pak Wijaya mengangguk pelan. Lalu merengkuh bahu istrinya, dan menenggelamkan istrinya ke dalam pelukannya. Mama Dessy merasakan kekhawatiran tersirat di dalam pelukan suaminya itu.
Mama Dessy membiarkan suaminya sejenak memeluk seperti itu.
“Lalu soal tadi pagi.... apa yang membuat papa berpikiran seperti itu...???” tanya Mama Dessy sembari melepaskan pelukan suaminya dan menatap dalam netra suaminya.
Pak wijaya kembali menghela nafasnya, ia merasa memang harus menceritakan semuanya kepada istrinya.
“Perusahaan papa saat ini sedikit terguncang ma, papa ingin menjalin hubungan kerjasama dengan perusahaan milik Pak Andrian. Papa sudah membicarakan hal ini kemarin dengan Pak Andrian. Kalau Nia dan Niko bisa bersama, saham perusahaan akan naik, dan kondisinya akan semakin stabil. Perusahaan Pak Andrian sudah berjanji akan membantu perusahaan kita.”
“Bukankah Nia dan Niko juga sudah dekat sejak kecil...??? Papa melihat Niko anak yang baik, ia juga sopan kepada kita. Dan papa juga melihat bahwa ia menaruh hati pada putri kita. Jadi mungkin menurut papa, menjodohkan mereka adalah solusi terbaik.”
Mama Dessy menatap dalam-dalam netra suaminya. Ia melihat keseriusan di dalam sana. Namun terbesit keraguan di hati Mama Dessy.
“Papa yakin dengan keputusan ini...??”
“Entahlah Ma... tapi papa juga sudah memikirkan ini baik-baik. Dan ini memang jalan keluar yang terbaik untuk kita.”
"Papa melihat Niko menaruh hati pada putri kita, tapi apakah papa juga melihat putri kita memiliki perasaan yang sama dengan Niko...?? seharusnya papa memikirkan perasaan putri kita terlebih dahulu sebelum melihat perasaan orang lain."
“Benarkah ini untuk kita..?? untuk kebahagiaan kita...??? kebahagiaan anak-anak kita...??”
“Maksud mama apa...??” tanya Pak Wijaya yang merasa istrinya menutupi suatu hal.
“Mama hanya tidak ingin anak-anak kita menikah karena paksaan. Mama hanya ingin anak-anak mama bahagia.” Ucapnya penuh penekanan.
“Sudahlah... Ayo kita istirahat. Papa capek... kita bahas ini lain kali.” Ucap Pak Wijaya setelah membereskan berkas-berkasnya kemudian beranjak ke kamar mereka.
Mama Dessy mengikuti suaminya dengan perasaan yang bercampur aduk. tidak mudah mengambil keputusan seperti itu. tapi ia yakin suaminya juga sudah memikirkan hal itu matang-matang. Ia kesal dan kecewa, ia tidak ingin kebahagiaan anaknya menjadi korban ketidakadilan orangtuanya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 75 Episodes
Comments