My Diary.
Mungkin jika dulu aku menerima cintamu, hidupku takkan semenyakitkan ini, Kak Bram? Mungkin cinta akan hadir seiring berjalannya waktu, mungkin aku akan luluh dengan semua perjuangan, kelembutan, dan juga kasih sayangmu. Aku menyesal Kak Bram?
Aku jatuh cinta pada pria yang ku kira akan membahagiakan hidupku, menjadikanku Ratu dalam hidupnya, namun nyatanya, hanya deritalah yang kurasa, hanya penyiksaan demi penyiksaan yang kuterima.
Kenapa kamu berubah Mas Mahend? Kau telah menghancurkan hati dan diriku sebegitu kejamnya? Aku begitu sakit atas semua perbuatanmu?
'*Klek*'
Siya kaget dan mendongak, pintu kamarnya dibuka. Mahend datang dengan raut muka datar.
Siya lekas menyeka air matanya yang berlinang membasahi pipi, ia tengah mencurahkan isi hatinya pada coretan tinta hitam di atas kertas putih sebuah buku diary.
Siya yang duduk berselonjor, bersandar pada dipan ranjang. Lekas membenarkan posisi duduknya tegap. Menyambut Mahendra sang suami.
Siya mengernyit, melihat tangan Mahend yang berbalutkan perban.
"Mas? Tanganmu kenapa?"
Mahend diam tak bergeming. Ia duduk di tepian ranjang, ada sebuah kotak di tangannya. Mahend melirik buku dan pena yang ada di pangkuan Siya. Ia lantas mengambilnya.
'*Deg*.'
Siya takut, untunglah Mahend tak berniat membaca tulisannya. Mahend hanya menutup buku itu, lalu menaruhnya di atas nakas beserta dengan penanya.
"Mas? Tanganmu kenapa? Kenapa bisa terluka?"
"Buka bajumu!" alih-alih menjawab, Mahend justru memberikan perintah pada Siya.
"Mas?"
Mahend menatap Siya dalam. Dan Siya mengangguk. Jangan melawan, dan jangan membuat dia marah lagi.
Siya melepas tali kecil dipundaknya. Penyangga dress tidur yang ia kenakan. Dari sebelah kiri, lalu yang kanan. Hingga Dress itu melorot sampai perut. Meninggalkan Bra hitam yang menutup dada Siya.
"Berbaringlah!" Mahend memberikan perintah hanya dengan satu kata. Dia tak suka mengulangi ucapannya.
Siya menurut.
Hati Siya berdebar, jantungnya serasa mau lompat keluar.
Mahend memperhatikan bekas luka akibat ikat pinggang yang ia cambukkan ke tubuh Siya. Cukup parah. Memar.
"Tahan." ucap Mahend. Siya hanya diam.
Mahend mengoleskan obat, krim ke bekas luka yang ada di tubuh Siya.
"*Ssshhhh*" Siya berdesis. Perih.
Mahend menghentikan sejenak jarinya yang mengoles luka Siya dengan obat krim itu. Dan setelah Siya sudah tenang, Mahend kembali mengolesinya dengan lebih pelan. Bahkan Mahend pun meniupinya agar tak begitu perih.
Batin Siya ingin berontak, emosinya ingin meledak. Dadanya bergejolak, Ini adalah pertama kalinya Mahend bersikap baik dan lembut pada Siya setelah pernikahan mereka.
Siya memejamkan mata meloloskan buliran-buliran bening yang tak lagi bisa ia tahan.
'*Apa yang kau lakukan, mas? Kau yang telah menyakitiku, tapi kenapa kau harus mengobati lukaku*?'
Perih luka di tubuh Siya tak lebih perih dari perih luka dalam hatinya. Ia begitu sakit dan lara.
Mahend telah selesai mengobati luka Siya. Ia lantas menarik tali penyangga dress tidur Siya kembali keatas pundaknya.
"Tidurlah." lagi, satu kata Mahend yang ia ucapkan meski dengan nada dingin mampu mengobrak-abrik pondasi hati Siya.
*Apa sebenarnya maunya? Sesaat bersikap seakan ia mencintai, sesaat lagi begitu membenci*.
'*Kau tidak tidur bersamaku, Mas*?' ingin rasanya Siya mengucapkan kalimat itu, seandainya saja hubungan mereka tak ternodai dengan kekerasan-kekerasan yang dilakukan Mahend.
"Siya?."
"Hemmm?"
"Jangan membuatku marah lagi." Mahend rasa itu adalah kalimat paling tepat agar ia tak lagi memberikan hukuman pada Siya.
"He mm?" Siya mengangguk patuh.
Mahend pun melangkah keluar, menutup kembali pintu kamar Siya.
"Lim?" Mahend memanggil Lim yang berdiri di depan pintu.
"Iya Tuan?"
"Kita pergi ke tempat rahasia. Bawakan aku seorang wanita. Aku mau yang sudah profesional. Bersih, dan sehat."
Lim mendongakkan kepala mendengar perintah yang Mahend berikan padanya.
"Kenapa kau masih diam? Apa aku harus mengulangi perkataanku?"
"B-ba baik, Tuan?" Lim pun mengangguk dan membungkuk.
'*Apa yang akan kau lakukan, Tuan Mahendra*?'
Pagi Hari.
Mahend yang tengah bermain bersama seorang wanita panggilan di tempat rahasia semalam, pagi ini belum juga pulang.
Hanya Sabrina dan Siya yang sarapan bersama.
"Dimana Mahend, Lastri?" Sabrina bertanya.
"Kata Pak Jo, Tuan Mahend semalam keluar bersama Lim, Nyonya. Tapi saya tidak tahu dia pergi kemana." Lastri menjawab sesuai yang ia tahu.
Siya mendengarkan.
'Kemana mas Mahend?'
"Kau tahu kemana suamimu pergi, Siya?" Sabrina melemparkan pertanyaan yang sama pada Siya.
"Maaf, Mah? Siya tidak tahu." Siya menjawab dengan sopan.
'Gadis ini terlihat baik sejak awal bertemu, mungkin jika dia bukanlah penyebab kematian Putraku, aku pasti akan menyukainya. Tapi?'
"Apa kau sudah mengetahui salahmu, Siya?" Sabrina akhirnya menanyakan hal yang sudah sejak lama ingin ia tanyakan pada Siya.
"Tentang apa, Mah?" Siya tak ingin salah menjawab.
"Alasanmu dinikahi oleh Mahendra." jawab Sabrina tegas.
'DEG'
'Berarti Mamah juga tahu, dan pasti semua orang disini juga tahu.'
Siya mengangguk.
"Iya Mah?"
Sabrina tersenyum sinis, memalingkan muka. Rasa bencinya kembali muncul teringat putranya Brahmana.
"Kenapa kau menolak cinta putraku Bram, Siya?"
Siya mendongak, menatap nanar pada Sabrina sang mamah mertua.
"Mah?"
"Kau telah membunuh putraku, Siya? Kau telah memisahkan seorang ibu dari anaknya. Dan karena perbuatanmu itu, seluruh keluargaku hancur. Kau juga menjadi akar meninggalnya suamiku." tukas Sabrina, suaranya terdengar begitu perih mengiris hati. Air mata Sabrina sendiri sudah mengalir dengan deras.
"Aku tidak akan pernah memaafkan mu!"
'Braaackk' Sabrina menggebrak meja. Lalu ia melenggang pergi meninggalkan Siya yang menangis seorang diri di meja makan.
"Maafkan aku Mah? Maaf!." lirih Siya.
Tak lama kemudian Mahend dan Lim datang, Siya menoleh setelah mendengar suara mereka yang memasuki rumah sambil membicarakan sesuatu.
Siya memandang Mahend dalam diam. Mahend pun sama halnya. Entah apa yang ia katakan pada Lim. Setelah itu Mahend melangkah ke lantai atas dan Lim menghampiri Siya.
"Selamat pagi, Nona?"
"Pagi Lim." suara Siya terdengar serak.
"Tuan Mahend menunggu anda di kamarnya."
"Sekarang?"
Mahend mengangguk menjawab pertanyaan Siya.
"Mari Nona!."
Mahend adalah orang yang tak suka menunggu, pria arogan, berkuasa dan kejam. Itu semua predikat yang pas untuk seorang Mahendra.
Siya melangkah dan Lim mengikuti dari belakang.
Setelah sampai di depan pintu kamar Mahend. Lim mengetuk pintu dan membukakannya untuk Siya.
Mahend tengah melepas dasi, dan kancing kemeja. Berdiri di depan cermin meja rias.
"Mas memanggilku?" Siya bertanya hati-hati.
"He em?"
"A-a ada apa mas?" Siya terbata-bata.
"Al menelepon terus menerus. Ia menanyakanmu, kau tunggulah dulu sampai Al menghubungi. Mungkin dia masih sarapan sekarang." ucap Mahend sambil meletakkan ponselnya di atas meja rias dengan maksud diberikan pada Siya, karena Al yang menelepon.
Mahend masuk ke dalam Ruang ganti, ia ingin melepas semua pakaiannya yang sudah kotor.
'Ini kesempatanku untuk bisa menghubungi ayah?'
Siya pun dengan gerakan cepat meraih ponsel Mahend. Ia akan mencoba menghubungi Silvi atau pun ayahnya. Kesempatan tak datang dua kali.
Siya memainkan jari jemarinya dengan cepat pada layar ponsel Mahend. Dan_?
...**************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Diankeren
te i ty TY pe o po PO 😁
2024-01-29
0
•§͜¢• ᖇiᖇiꫀׁׅ 🦢🍒
stiap bab bikin aq sedih bgt thor, sedih sm hidupnya siya😭😭😭😭
2022-01-20
2
Endang Setiyowati
lanjut kaaak,bikin siya hamil trus pergi jauh kak,biar mahend menyesal+sadar klo Dy cinta sama siya🤣🤣🤣🤭
2022-01-17
1