"Mas? Pan-naaass?"
Mahend menghentikan aksi g!lainya, ia membuang nafas kasar. Menaruh lilin itu kembali di atas meja.
"Kau tahu? Dia bahkan membakar telapak tangannya sendiri di atas lilin yang menyala saat dia menunggu kedatanganmu." suara Mahend terdengar sangat tegas penuh penekanan.
"Siapa yang kau maksud, Mas? Dendam siapa yang sebenarnya ingin kau balaskan terhadapku? Aku benar-benar tidak mengerti. Aku hanya mencintaimu dan kau_?"
"Diam Siya?" Mahend berteriak saat Siya mengatakan tentang perasaannya.
"Kau bisa melukai hatinya saat kau terus mengatakan cintamu itu padaku? Apa kau tak mengerti juga?" Mahend berteriak begitu keras di telinga Siya. Membuat Siya menutup mata rapat menunduk dan mengernyitkan kening. Jelas ia merasa sangat takut.
"Kau tahu? Dia menggunakan pisau seperti ini untuk menyayat sendiri lengannya berkali-kali. Mencoba mengalihkan rasa sakit di hatinya. Tapi kau tak pernah mempedulikannya? Aaaahh?."
'Plaaakk'
Satu tamparan mendarat sempurna di pipi Siya. Amarah Mahend berada di puncaknya. Siya menangis sesenggukan. Ini semua menyakitkan.
"Bunuh aku Mas? Aku lebih baik mati dari pada terus kau siksa sepeti ini. Bunuh saja aku mas?" Siya putus asa. Ia tak tahu lagi bagaimana caranya agar bisa menghentikan Mahend yang terus menyiksanya.
"Ha ha ha ha." Tawa Mahend menggema. Ia merasa puas dengan rangkaian kalimat yang Siya ucapkan. Awal dari kemenangan.
Mahend melepas ikatan Siya.
"Apa yang kau lakukan, mas?"
Mahend telah selesai, ikatan Siya sudah terbuka seluruhnya.
"Pegang ini. Gunakan benda itu untuk mengakhiri hidup salah satu di antara kita."
Mahend memberikan pisau itu ke dalam genggaman Siya.
"Mas?."
"Ayo, bunuh aku Siya? Atau kau ingin mengakhiri hidupmu sendiri? Lakukan Siya? Ini kesempatanmu. Cepat?" Mahend semakin meninggikan suaranya dan berteriak semakin kencang.
"Ayo Siya?." Mahend terus memprovokasi.
"Tidak? Aku tidak bisa melakukannya."
Siya melempar pisau itu ke lantai.
"Aku bukan seorang pembunuh, dan aku juga tidak akan pernah mengakhiri hidupku sendiri."
"*Aaahh?"
'Plaak*'
Mahend menampar dan menjambak rambut Siya.
"Kau sungguh menguji kesabaranku."
"Mas?"
'Tok tok tok.' suara ketukan pintu mengganggu keg!laan Mahend.
"Tuan?" Lim memanggil dari luar.
"Ada apa Lim?" Mahend berteriak menyahut dari dalam.
'Klek.' pintu dibuka. Lim masuk lalu membungkuk.
"Tuan, Tuan muda Al terbangun dari tidurnya, dia menangis saat ini, mencari anda, dan?"
"Apa Lim?" mata Mahend menatap Siya begitu tajam. Dan Siya menatapnya dengan tatapan mengiba.
"Tuan muda Al mencari Siya, Tuan."
Mahend membulatkan mata lalu mencekik leher Siya setelah Lim mengatakan kalimat terakhirnya.
"Apa yang kau berikan pada anakku sehingga dia begitu dekat denganmu? Apa kau memantrainya?"
"Lep-ppaskan tang-anmu, ah? Ah? hah?" Siya menghembuskan nafas berkali-kali saat Mahend melepaskan tangannya yang mencengkeram leher Siya.
"Siapkan mobil, Lim. Kita pulang."
"Baik Tuan." Lim lekas melaksanakan perintah yang Mahend berikan.
"Aaahh?"
Mahend menarik tangan Siya untuk ikut bersamanya. Tanpa menutup mata.
Ini adalah pertama kalinya Siya melihat keadaan gedung ini. mewah, dengan penjagaan yang begitu ketat.
Para pengawal berpakaian serba hitam, kaca mata hitam, lengkap dengan senjata berdiri di sepanjang lorong dan sudut-sudut bangunan.
'Siapa kau sebenarnya, Mas? Kenapa aku tak mengenalmu sama sekali?.'
Mahend membawa Siya masuk ke dalam lift, Lim sudah menunggu mereka di halaman bawah.
"Hentikan tangisanmu, Siya. Apa kau tidak dengar apa yang dikatakan Lim tadi? Al mencarimu, atau kau ingin menggunakan anakku sebagai senjataku?"
Siya menggelengkan kepala. Ia tak pernah memiliki niat yang seperti itu. Siya tulus menyayangi Al. Dan Siya tak pernah berniat memanfaatkan anak kecil itu.
Mahend sangat menyayangi Al, semenjak ia bercerai dengan Anita, Mahend menyadari jika Al Merindukan kasih sayang seorang ibu, karena itu, Mahend malekukan apa saja untuk Al, ia berusaha berperan sebagai keduanya. Menjadi ayah dan juga ibu.
Siya lekas mengusap wajahnya yang basah, ia pun tak ingin jika Al melihatnya menangis.
Mahend terpaksa menghentikan hukumannya pada Siya malam ini, meski begitu, ia sudah cukup puas dengan semuanya. Ia membuktikan pada dirinya sendiri jika dia memang tak mencintai Siya. Tapi benarkah pembuktian dengan cara seperti itu?
"Aku mau papah? *Hiks hiks hiks*" Al tak mau tenang meski para pelayan sudah berusaha membujuknya..
"Dimana Siya? Kenapa dia tidak ada menemuiku? Dia kan pengasuhku? Aku mau Siya?" rengek Al yang membuat semua orang saling pandang.
Keributan itu terdengar oleh Sabrina. Dan dia masuk ke dalam kamar Al.
"Tidurlah Al. Jangan membuat masalah, ini sudah larut malam. Semua orang butuh istirahat?" Sabrina berteriak, ia sangat terganggu karena Al yang terus menangis, mengomel dan membuat keributan.
Al tidak menanggapi Sabrina yang marah padanya, ia hanya menginginkan Papahnya datang atau pun Siya saat ini.
Hingga beberapa waktu kemudian. Orang-orang yang ditunggunya tiba.
"Al?" Mahend masuk dan langsung memeluk Al, orang-orang langsung mundur dan keluar.
"Papah?" Al pun lekas memeluk Mahend.
Siya masih berdiri tegang di depan pintu, Sabrina mengamati penampilannya dari ujung kaki hingga ujung kepala.
Sabrina menyunggingkan senyum sinis. Ada perasaan senang saat ia melihat luka memar di pipi Siya, dan merah-merah di tangan serta lehernya.
Sabrina langsung keluar pergi dari kamar Al tanpa mengatakan apapun.
Sabrina bukannya membenci Al, ia dulu juga begitu menyayangi cucunya itu, hingga setelah berselisih dengan Anita, dan Mahend bercerai dengannya, Sabrina jadi tak pernah bisa menahan emosi setiap kali melihat Al dengan kemiripan wajah 90% mirip Anita. Sabrina jadi suka marah tak jelas.
Di tambah perceraian Mahend dan Anita terjadi setelah 2 hari Bram di temukan mati gantung diri di apartemennya. Batin Sabrina terluka berkali-kali lipat.
Butuh setidaknya tiga tahun keluarga mereka bisa menerima semuanya. Dan selama itu, dendam terhadap Siya sudah terpatri dalam hati Mahend dan Sabrina.
"Siya? Kau dari mana?" suara kecil Al yang memanggil Siya mengagetkan sang pemilik nama. Mahend dan Al melepas pelukan mereka.
Siya pun langsung tersenyum, ia melangkah mendekat, dan ikut naik ke atas ranjang.
"Maaf ya, Jagoan? Tadi Siya ada urusan, jadi harus pergi sebentar."
Siya memeluk hangat Al dan Al pun langsung berpindah dari Mahend pada Siya. Mahend terus menatapnya.
'*Kenapa Al bisa begitu dekat dengan wanita ini*?'
"Kau kenapa? Kenapa terbangun?" Siya menanyai Al pelan.
"Aku bermimpi, kita semua naik gunung?" jawab Al.
"Naik gunung? Bagus dong! Berarti itu mimpi yang indah? Kau bilang ingin berpetualang?"
Siya duduk bersandar pada dipan ranjang, Al berbaring memeluk Siya menggunakan dada dan lengan Siya sebagai bantal. Mahend hanya diam memperhatikan.
'*Apa Al sebenarnya merindukan sosok seorang ibu, dan itu ia dapatkan dari Siya*?'
"Mimpinya berubah jadi buruk, hujan datang begitu lebat, aku terpeleset dan tiba-tiba kau dan Papah sudah menghilang, aku takut?" Al memeluk tubuh Siya semakin erat.
"Aaahh? Mimpinya berubah jadi mimpi buruk? Kasihan! Tapi kau kan Jagoan. Jadi sudah tidak boleh takut ya? Sekarang tidurlah,aku akan menemanimu."
Al mengangguk. Tak melepas sama sekali pelukannya terhadap Siya.
"Nyanyikan aku sebuah lagu." pinta Al.
"Baik, siap Komandan." Siya mengelus rambut Al,mengecup keningnya, dan mulai mendendangkan sebuah lagu penghantar tidur.
Al memejamkan mata. Dan dia mulai terlelap.
'*Aku sudah melukai dan menyakitinya begitu parah, tapi kenapa Siya masih menunjukkan sikap baik pada Al. Apa sebenarnya rencananya*?' Mahend selalu menaruh curiga pada Siya. Kebenciannya pada Siya sudah mendarah daging.
Waktu terus berlalu. Mahend pun ikut terlelap di samping Al, dan Siya yang sudah merasa sangat lelah pun mulai terpejam karna rasa kantuk yang sangat berat. Mereka tidur seranjang bertiga.
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
guntur 1609
aku suka dengan novel yg alur ceritanya seprti ini....siya ungkapkan sm mahendra...kalau terjadi sesuatu kedepanya. jangan harap untuk mendaptkan aku (siya ) buat mahend menyesal seumur hidupnya. bukanya dia harus menyelidiki sampai tuntas masalah bunuh diri abangbya. jangan mengambil keaimpulan yg terlalu gampang
2022-12-12
0
Tatiastarie
semoga ada titik terang ya..
jadian Siya dan Al...
2022-09-29
0
Floria Maria Kellen
kasihan siya..
2022-02-08
0