Siya berada di dapur, setelah meminta izin pada para Koki untuk ikut memasak makanan sebagai hidangan makan siang.
"Hei? Kau belum menceritakan kisahmu padaku? Ayo ceritakan sekarang? Berhenti memasak. Sudah ada mereka yang melakukannya?" Al terus mengekor pada Siya. Dia menarik-narik lengan baju Siya agar memperhatikannya. Dan Siya hanya tertawa saja.
Orang-orang yang melihat itu seakan tak percaya. Bagaimana mungkin Tuan muda mereka bisa bersikap akrab seperti itu pada Siya yang baru ditemuinya. Selain dengan Lim. Al tak pernah mau bersikap baik pada siapa saja.
"Baiklah, akan aku ceritakan. Tapi berhenti memanggilku dengan sebutan hei. Telingaku gatal mendengarnya." ucap Siya sambil mencuci tangan di wastafel.
"Baiklah, Nona Siya?"
"Aaahh? Lucunya. Tapi hilangkan kata Nona. Itu terlalu formal untuk kita."
Siya mengangkat tubuh kecil Al. Menggendongnya keluar dari dapur. Menuju ruang tengah. Mereka duduk berdua disana.
Siya mulai bercerita. Pengalamannya saat kuliah dulu yang mendaki sebuah gunung di tanah Jawa. Al mendengarkannya antusias. Matanya berbinar. Cukup lama. Sekitar satu jam Siya masih bercerita. Hingga__
"Kau pulang dan tidak menyapa Oma, Al?"
Siya dan Al lekas menoleh, Sabrina telah berdiri tegap di dekat sofa.
Al diam tak menanggapi, sepertinya hubungan cucu dan neneknya ini tidaklah baik.
"Biarkan saja, Mah. Al baru datang, tolong jangan membuat keributan." Mahendra tiba-tiba datang dan menyela. Senyum Al mengembang. Sang Ayah itu memang selalu menjadi garda terdepan saat Omanya Sabrina mulai mencari masalah padanya.
Sabrina melangkah ke dapur, ia lebih baik memeriksa para Koki yang tengah mempersiapkan makan siang.
"Al? Kau bilang mau berenang?"
"Kapan-kapan lagi saja, Papah. Aku sedang mendengarkan cerita Nona Siya."
Mahend membulatkan mata, keningnya mengernyit dengan jawaban yang Al berikan.
"Aaahh? Kan sudah kubilang, jangan panggil aku Nona?" Siya mengacak rambut Al, dan Al malah tersenyum manis kepadanya.
"Sebentar lagi jam makan siang, kita sambung lagi ceritanya nanti ya? Kita makan dulu, lalu kau bisa berenang bersama Papah. Okay jagoan?"
Alvaro mengangguk antusias. Lalu ia berlari menuju lantai atas. Siya memperhatikannya sambil tersenyum tulus.
"Berhenti meracuni otak Putraku, apapun yang kau lakukan. Itu tak akan bisa merubah pandanganku terhadapmu." Mahend mengucapkan kalimatnya begitu tajam. Menghunus tembus ke jantung Siya yang terdalam.
Siya berdiri dan memilih melangkah ke dapur meninggalkan Mahend. Ia tak ingin lagi bertengkar.
...****************...
Malam terasa dingin. Siya melamun berdiri di dekat jendela kamarnya. Menatap keluar sana yang menyuguhkan pemandangan taman belakang yang remang-remang oleh cahaya lampu yang temaram.
'Kenapa semuanya menjadi seperti ini? Apa sebenarnya salahku? Kenapa Mas Mahend menganggap ranjang ini adalah ranjang balas dendam? Dia begitu mencintaiku dulu, lantas kenapa dia berubah?'
Siya berpikir begitu keras. Dan ia tak mendapatkan jawaban. Tak ada ponsel yang bisa ia gunakan untuk menghubungi seseorang. Keluarganya, teman-temannya, ataupun rekan kerjanya.
'Tok tok tok.' suara ketukan pintu menyadarkan Siya. Ia lantas bergerak melangkah menuju pintu, memutar handle dan membukanya.
"Selamat malam, Nona."
"Selamat malam, Lim?"
"Ikutlah bersama saya, Tuan Mahendra sudah menunggu anda."
"Kemana?"
Pertanyaan Siya tak mendapat jawaban. Lim hanya menggerakkan tangan untuk mempersilahkan Siya berjalan. Dan Siya hanya bisa menurut.
Dada Siya berdegup kencang tak beraturan. Ada rasa takut yang begitu dominan.
"Lim? Bisakah kau menjawab pertanyaanku?" Siya berusaha mencari tahu pada Lim saat mereka tengah dalam perjalanan.
"Maafkan saya, Nona. Saya tidak berani. Tolong mengerti."
Siya akhirnya kembali terdiam. Percuma. Lim tak akan mengatakan apa-apa padanya, meski mungkin saja Lim tahu semuanya.
...****************...
Di sebuah kamar rahasia di gedung apartemen di pusat kota.
Mahendra telah menunggu mainannya yang sedang di jemput Lim. Ada Al sekarang di rumah. Jadi dia memilih untuk melakukan permainannya terhadap Siya di tempat rahasianya ini.
"Kau harus menerima semua hukumanmu, Siya. Aku akan terus menyiksamu sampai kau tak sanggup lagi hidup dan menginginkan kematianmu."
'Glek'
Mahend menenggak segelas wine yang ada di tangannya.
'Tok tok tok?.'
"Masuk."
"Tuan?" Lim datang bersama Siya yang telah ditutup matanya menggunakan kain hitam.
"Tinggalkan kami. Dan segera bawa pesananku."
"Baik Tuan." Lim lekas membuka penutup mata Siya, lalu ia melangkah pergi meninggalkan mereka berdua.
"Mas?" suara Siya terdengar sangat pelan. Ia begitu gugup dan takut, hingga tenggorokannya terasa tercekat tuk sekedar mengucapkan satu kata.
"Apa kau mencintaiku, Siya?"
"Tentu saja Mas, aku sangat mencintaimu, kau tahu itu? Bagaimana mungkin aku bersedia menikah denganmu, jika aku tak sungguh-sungguh mencintaimu, Mas? Hiks hiks."
Siya sudah berhambur kedalam pelukan Mahend. Ia sangat merindukannya. Tapi Siya salah mengartikan pertanyaan dari Mahend yang dilontarkan padanya.
"Mas? Aku merindukanmu? Aku merindukan kelembutan dan kasih sayangmu yang dulu, kenapa kamu berubah, Mas? Apa salahku? Hiks hiks hiks"
Siya memeluk tubuh Mahend begitu erat, semua yang dikatakannya adalah ketulusan. Tapi Mahend justru tersenyum sinis.
"Kau mau melakukan apapun untukku?"
Siya tak sepenuhnya menggunakan otaknya. Ia terbawa oleh emosi cintanya. Dan dia hanya mengangguk dalam dada bidang Mahend.
"Kalau begitu buka semua pakaianmu, dan menarilah untukku." Mahend mengucapkannya dengan nada sumbang penuh hinaan.
"Apa maksudmu, Mas?"
"Apa kau tuli? Sehingga aku harus terus mengulangi kata-kataku saat aku memerintahmu?"
"Aaah?." Siya memekik, Mahend sudah menjambak rambutnya kasar hingga kepalanya mendongak kebelakang.
Mahend melepas tangannya yang menjambak rambut Siya dengan kasar. Tubuh Siya sempoyongan karna tak seimbang.
"Mas?" Lirih Siya. Batinnya luka.
'Tok tok tok, Tuan?'
"Masuk Lim?"
Siya mengusap cepat air matanya yang sudah menetes pada Pipinya. Ia sungguh berusaha agar tetap terlihat kuat dan tegar.
"Apa dia bersih, Lim?" tanya Mahend.
Lim masuk membawa seorang wanita cantik dan seksi. Siya menatap nanar pada mereka.
"Semuanya bersih, Tuan.?" Lim menyerahkan sebuah berkas pada Mahend. Rekapan medis dari wanita yang Lim bawa.
"Bagus, kau boleh keluar Lim."
Lim mengangguk dan berlalu.
Mahend mendekat pada Siya. Ia menarik tangan Siya.
"Mas? Apa yang kau lakukan?"
Siya sangat ketakutan. Mahend telah menarik dan mengikat tangan Siya menggunakan borgol yang sudah terpasang pada sebuah tiang besi yang terdapat di depan ranjang.
"Mas? Apa yang kau lakukan, Mas? Lep-paskan aku?" Siya berteriak namun Mahend hanya menyunggingkan senyum sinisnya.
"Kau tidak mau menari striptis untukku, Istriku sayang? Kalau begitu, mari kita nikmati pertunjukan dari wanita cantik ini bersama."
"Apa? Apa katamu? Apa kau gila Tuan Mahendra?"
'Plaaakk'
"Aaahh?"
"Jaga mulutmu! Kalau tidak mau aku merobeknya."
'Hiks hiks hiks.'
Bukan karna Siya lemah jika ia begitu banyak menangis. Hatinya telah dipatahkan. Cintanya telah dihancurkan. Dan bahkan tubuhnya terus menerus menerima kekerasan.
Mahend menekan satu tombol dan musik mendayu mulai terdengar.
Mahend berdiri di dekat Siya yang kedua tangannya sudah terikat keatas. Mendongakkan wajah Siya yang terus menunduk agar melihat pertunjukan yang dipersembahkan di depan matanya.
Seorang wanita cantik yang datang bersama Lim tadi membuka satu persatu lembaran kain yang menempel pada tubuhnya. Hingga ia terlihat polos dan menari dengan seksi menggoda kelelakian Mahendra.
"Kau tega, Mas? Kau bukan Mahendra yang kukenal."
"Ha ha ha ha ha." tawa Mahend justru menggema memenuhi ruangan.
Wanita itu terus menari dan mulai mendekati Mahendra, tanpa sungkan ia mengalungkan kedua tangannya pada leher Mahend di depan mata Siya. Dan Mahend justru menyambutnya dengan hangat. Kedua tangan Mahend telah berpindah pada pinggang wanita itu.
'Tuhan? Ini sakkiitt?'
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Ririn Nursisminingsih
ayoo sya jg lemah kmu
2024-05-02
0
💜jiminaa💜🐣
pengen banget maki hamun Mahendra tapi ingat lagi puasa. 😭😭😭
2023-04-19
0
Tatiastarie
si mahendra sakit jiwa dia
2022-09-29
0