Beberapa hari yang lalu semua masih terasa indah, Mahend menyayangi Siya dan juga memanjakannya.
Apalagi saat makan bersama keluarga. Mahend memperlakukan Siya seakan-akan dia adalah Ratu dalam hidupnya.
...\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*\*...
Siya terduduk di atas ranjang bersandarkan dipan. Air matanya merembes tas tertahan. Mengalir membasahi pipinya yang halus nan lembut. Bibirnya terkatup rapat. Sorot matanya hampa. Ia memegang erat selimut tebal di d.a.da yang menutupi seluruh tubuh polosnya.
Siya melirik Mahend yang masih terlelap tengkurap di sampingnya. Ia menatap pria yang dicintainya itu dengan pandangan kebencian. Iya. Cinta itu telah berubah menjadi benci.
Siya turun dari ranjang melangkah ke arah kamar mandi. Tapi langkahnya terhenti kala netranya menuju pada noda merah di atas sprei putih. *Sakit*. Satu kata yang menggambarkan hati dan juga bagian bawah Siya. Keduanya terkoyak secara bersama.
Siya membersihkan diri dalam diam di kamar mandi. Ia menangis meratapi kisah cintanya yang indah berubah nestapa di malam pertamanya.
Air shower yang mengguyur tubuh Siya menambah rasa perih di sekujur tubuh membuat Siya berlirih menahan sakit.
Siya berdiri di depan cermin wastafel setelah ia mandi. Terdapat luka lebam di wajah, ujung bibir. Pipi, bekas cekikan di leher. Lebam di kedua tangan, lengan. Dan yang memalukan adalah tanda kepemilikan hampir menutupi seluruh area d.a.da dan lehernya.
Siya keluar dari kamar mandi. Ia mengambil baju ganti lalu memakainya.
Siya menatap Mahend sang suami yang masih terlelap meski matahari di luar sana mulai meninggi.
"Siapa kau sebenarnya? Kenapa kau berubah tiba-tiba? Kau tak seperti Tuan Mahendra yang ku kenal. Apa salahku sehingga kau melakukan semua ini padaku?"
'*Tok tok tok*?.'
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Siya. Ia melangkah meraih handle pintu dan membukanya.
"Nyonya, selamat pagi."
Seorang wanita berpakaian pelayan datang. Siya tak mengenalnya. Terlalu banyak pelayan di rumah besar ini, dan Siya baru datang 2 kali.
Siya mengangguk pelan.
"Ada apa?"
"Nyonya besar sudah menunggu di meja makan. Dia meminta saya untuk memanggil Tuan Mahendra dan juga Nyonya agar segera turun. Sarapan di lakukan jam 7 pagi, Nyonya."
Siya kembali mengangguk, pelayan itu membungkuk lalu undur diri. Dan Siya menutup pintu.
'*Bagaimana caraku membangunkannya, dia seperti singa kelaparan saat terjaga. Dan posisiku saat ini lemah, aku tak berdaya.Tapi, jika ia tak segera kubangunkan. Mama pasti akan marah. Kurasa, semua yang mereka tunjukkan padaku waktu itu adalah kepalsuan belaka. Mungkin inilah sebenarnya jati diri mereka*.'
Mahend menggeliatkan tubuh. Ia menguap dan mengucek mata. Siya kaget bahkan refleks mundur. Dia sebenarnya bukan gadis lemah yang mudah ditindas. Tapi apa yang dialaminya semalam. Jelas menyisakan trauma yang mendalam. Dan semua terjadi secara cepat.
Mahend sudah membuka matanya sempurna. Ia tersenyum sinis menatap Siya yang berdiri memperhatikannya.
"Apa kau begitu mencintaiku, Istriku? Sampai aku tidurpun kau tak memalingkan pandanganmu."
'*Cih*.'
"Mama menyuruh kita untuk segera turun. Cepatlah bersiap. Aku tak ingin ada drama lagi yang membuatku muak."
Nada suara Siya sangat tegas menantang. Mahend tersulut emosi dengan mudah. Ia membulatkan mata, menajamkan tatapannya pada Siya. Dengan cepat turun dari ranjang dan kembali mencekiknya.
"Aaahh?." Siya memegang tangan kanan Mahend dengan kedua tangannya. Mencoba melepas cengkraman tangan yang menyakitkan itu.
"Jaga sikapmu. Aku adalah suamimu."
'*Uhuk uhuk uhuk*.'
Siya terbatuk saat Mahend melepas cengkraman tangannya. Mata Siya merah dan sudah basah. Mahend meninggalkan Siya begitu saja masuk ke dalam kamar mandi.
"Suami macam apa yang menyakiti Istrinya dengan begitu tega? Aku menyesal telah menikah denganmu, Tuan Mahendra? *Hiks hiks hiks*."
Hanya air mata yang menjadi saksi kepiluan Siya, hatinya serasa di tikam. *Sakit*.
Setelah hampir 30 menit, Mahend telah siap. Siya hanya mematung duduk di tepian ranjang. Begitu banyak yang ia pikirkan saat ini. Dan Mahend menatapnya sinis.
"Cepat turun. Jangan menunggu aku yang menyeretmu dan mempermalukanmu di depan semua orang."
Siya menoleh ke arah Mahend yang sudah berlalu terlebih dulu. Keluar dari kamar meninggalkan Siya.
"Jam makan di rumah ini tidak berubah, Mahend? Tidak peduli meski kau adalah pengantin baru."
Nyonya Sabrina, Ibunda Mahendra Addison Wijaya. Janda berkelas yang masih terlihat cantik di usianya yang sudah tak lagi muda.
"Berhenti membuat keributan, Mama! Atau Mahend akan pergi sekarang juga."
Sabrina terlihat marah dengan jawaban yang Mahend berikan. Ia memalingkan muka dengan angkuh.
'Apa ini semua? Bukankah hubungan mereka sangat harmonis saat pertama kali membawa ku kemari? Mungkin benar dugaanku, semua yang terjadi kemarin adalah palsu, dan inilah fakta dari semuanya.'
Siya tenggelam dalam lamunannya sendiri.
"Hah? Apa kau mendapatkan kepuasan setelah menjadikannya istrimu, Mahend? Kulihat luka yang kau berikan tak sepadan dengan luka yang Putraku rasakan."
Siya lekas mendongak, Sabrina menatap lekat pada bekas-bekas luka Siya.
'Apa maksudnya?.'
"Diamlah mamah, Dan makanlah dengan tenang, Siya adalah urusanku."
'DEG.'
Jantung Siya serasa berhenti berdetak. Dan ia kembali tenggelam dalam lamunan.
Mahendra dan Sabrina sudah menggerakkan sendok dan garpu mereka melahap hidangan sarapan. Siya malah hanya memutar-mutar sendoknya di atas piring.
'Apa sebenarnya ini semua? Aku akan meminta penjelasan pada Mas Mahend saat ada kesempatan nanti.'
"Apa kau tidak menyukai makanannya, Menantu? Apa menu itu tak sesuai dengan seleramu?" Sabrina bersuara tegas hingga mengagetkan Siya.
"Aaahh? Tidak mah. Ini enak, Siya suka."
Siya pun lekas menyendok makanannya lalu menyuapkannya kedalam mulut. Ia tak ingin kembali mendapat hukuman dari Mahend.
"Lim?" Mahendra memanggil Assisten kepercayaannya.
"Iya, Tuan?"
"Batalkan semua jadwalku hari ini. Aku akan menjemput Putraku di bandara."
"Baik, Tuan."
Hari ini, Alvaro Addison Wijaya, Putra tunggal Mahendra akan pulang dari Singapura. Setelah ia menghabiskan libur sekolahnya bersama sang Ibu yang telah berpisah dari Ayahnya.
Sabrina terlihat sangat sinis, Siya sempat memperhatikannya.
'Apa dia juga tidak menyukai cucunya sendiri? Oh Tuhan? Terlalu banyak rahasia dalam rumah ini.'
"Bersiaplah, kau harus ikut denganku."
Mahend berbicara pada Siya. Ia lantas berdiri dan naik kelantai atas terlebih dulu meninggalkan Siya dan Sabrina yang masih berkutat di meja makan.
"Mah, aku sudah selesai, aku permisi dulu." Siya mohon undur diri secara sopan pada Sabrina. Sabrina hanya tersenyum sinis.
Siya masuk kedalam kamar, terlihat Mahend duduk di sofa panjang yang ada di kamar mereka, Mahend tengah sibuk memainkan laptop. Lim berdiri di sampingnya.
"Kirimkan mereka peringatan, Lim. Jika mereka tak menghiraukannya, habisi mereka semua."
Entah apa yang sedang Mahend dan Lim bicarakan. Meski Siya mendengar percakapan mereka, tapi Siya bersikap seolah tak peduli.
Siya mengambil baju ganti. Ia akan mengganti baju di ruang yang bersebelahan dengan kamar mandi.
"Kau boleh keluar." ucap Mahend pada Lim yang langsung mendapat anggukan dari Lim sebagai jawaban.
"Waktumu 2 menit." Mahend kini berbicara dingin pada Siya yang hendak melangkah ke ruang ganti.
"Kau bicara padaku?"
"Apa ada orang lain disini? Cepatlah. Jangan buang waktuku. Atau aku akan menghukummu."
Siya mengkerut, dadanya berdebar. Setiap Mahend mengucapkan kata hukuman, Siya bergidik ngeri seketika.
Siya pun lari berhambur kedalam ruang ganti.
"Gila, yang benar saja? Memberiku waktu 2 menit untuk ganti baju? Sialan."
Siya ngedumel atas penindasan yang Mahend lakukan padanya.
'Aku harus bersabar, hingga mendapatkan semua titik terang dan kesempatan untuk kabur darinya.'
Tentu saja Siya sudah berpikir sejauh itu, akan percuma jika melawan sekarang. Apa lagi berusaha kabur, penjagaan di rumah dan di sekitar Mahendra tidaklah main-main. Sangat ketat. Hingga butuh rencana matang bagi Siya untuk mengatur semuanya.
Siya juga masih belum mendapatkan jawaban atas apa yang Mahend katakan. Tentang kesalahannya. Apa? Dan Sabrina yang mengatakan luka yang Siya dapatkan tak sebanding dengan luka yang dirasakan putranya. Semua itu masihlah tanda tanya.
"Aaaahh?"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Diah Anggraini
seru ceritanya
padahal udh 2 kali baca
2023-07-21
0
Ratna Gusrat ReyRa
masih nyimak dlu yah😘
2022-05-14
0
Dwi Hartati
aku suka thor siya bukan gadis lemah
2022-03-07
2