"Aaahh?." Siya memekik saat Mahend tiba-tiba masuk kedalam ruang ganti, sedangkan Siya masih belum selesai.
Siya menutup dadanya dengan baju yang belum ia pakai.
"Apa yang kau tutupi? Aku bahkan sudah melihat setiap inci dari lekuk tubuhmu itu, jangan kau berpikir aku tergoda. Kau bukanlah tipeku."
Perih, dada Siya terasa sesak mendengar setiap kata yang Mahend lontarkan padanya.
Mahend bergerak mengambil baju ganti. Ia juga akan bersiap.
"Jika kau tidak mencintaiku, lalu kenapa kau menikahiku? Kenapa kau bersikap seolah aku penting bagimu? Kenapa kau?"
"Diam?"
Mahend mencengkeram pipi Siya, membuat Siya terdiam seketika.
"Kau tidak diizinkan bertanya dan bahkan berbicara jika aku tak memintanya."
Mahend melepas tangannya dari wajah Siya dengan kasar. Mata Siya sudah basah. Sekuat apapun ia menahan agar tak menangis dan terlihat tegar, nyatanya batinnya tetap saja lemah, merasakan sakit yang teramat sangat.
"Aku mencintaimu dengan tulus, Mas? Dan inikah balasanmu padaku? Apa sebenarnya salahku padamu?"
'Plaakk.'
Satu tamparan mendarat di pipi Siya. Siya memegangi pipinya yang terasa perih dan kaku. Tangisnya semakin deras.
"Waktumu 2 menit telah habis."
Mahend meninggalkan Siya. Moodnya rusak dan dia mengurungkan niat untuk membawa Siya ikut serta ke bandara menjemput Alvaro putranya.
...****************...
Siya keluar dari kamar, ia bosan hanya berdiam diri tanpa kesibukan. Siya tak dapat melakukan apapun tanpa ponselnya.
'Dimana aku meninggalkan tasku? Kenapa aku bisa lupa?'
"Anda ingin pergi kemana, Nona?"
Seorang penjaga mengagetkan Siya yang berjalan gontai di lantai bawah dekat ruang tamu.
"Ah? Tidak, aku hanya merasa bosan di kamar, jadi aku keluar. Aku pun tak tahu mau kemana."
"Akan lebih baik jika anda kembali ke kamar dan menunggu Taun Mahend di sana saja, Nona."
Siya mengerti apa maksud ucapan pengawal itu, pasti semua orang Mahend juga sudah mengetahui bagaimana nasibnya.
Siya pun mengangguk dan membalikkan badan. Ia hendak melangkah kembali ke lantai atas menuju kamarnya.
"Dor, door, doorr. Kau kalah, Lim? Aku yang menang?"
Suara anak kecil yang nyaring menarik perhatian Siya hingga ia kembali menoleh kebelakang.
Mahend telah kembali, bersama Lim yang bermain tembak-tembakan dengan seorang anak kecil yang sangat tampan. Usianya 5 tahun. Meski Siya belum pernah bertemu dengannya, tapi Mahend pernah menunjukkan fotonya dulu beberapa kali, dialah Alvaro Addison Wijaya. Anak tunggal Mahendra sang suami.
Tanpa terkendali senyum Siya mengembang, ia memang menyukai anak-anak. Di tambah dengan Alvaro yang terlihat begitu lucu dan menggemaskan.
'Dia lebih tampan dari pada yang di foto.'
"Kau siapa?"
Mereka telah sampai di hadapan Siya, dan Al langsung melayangkan pertanyaan pada Siya.
"Aku?"
"Dia pengasuhmu, Al."
Siya yang hendak berlutut dan menjawab lekas mendongak kala Mahend sudah terlebih dulu bicara.
Siya menatap Mahend nanar.
'Sebegitu bencinya kah dia? Sehingga tak ingin memperkenalkanku pada anaknya sebagai istri dan ibu sambungnya?'
"Ah, menyebalkan." Alvaro lekas pergi meninggalkan Siya. Ia melangkah dengan cepat. Lim mengikuti.
Alvaro memang tak pernah menyukai para pengasuhnya selama ini.
"Kenapa kau mengatakan kalau aku pengasuhnya? Aku adalah Ibu Sambungnya, Mas?"
Mahend tersenyum sinis.
"Kau masih menganggap dirimu istimewa? Apa kau begitu bodoh hingga harus aku jelaskan semuanya? Hah?"
Mahend melangkah, Siya lekas mengekor.
"Kita harus bicara, aku lelah dengan semua ini."
"Aku tak ingin bicara apa-apa denganmu. Jangan membuatku emosi. Atau aku tak bisa mengendalikan diriku untuk tidak melukaimu."
Mahend pergi meninggalkan Siya. Dan meski mendapat penolakan. Siya tak peduli. Ia bergerak mengikuti langkah Mahendra yang masuk kedalam kamar.
Sebenarnya, cinta itu masih singgah begitu megah, hanya saja. Luka yang Mahend berikan begitu menyakiti batin Siya.
Mahend membuka dasi yang ia pakai, lalu ia melemparnya begitu saja. Siya mengambil benda itu dan merapikan. Mahend juga membuka sepatu dan membiarkannya tergeletak, Siya juga merapikannya.
'Apa dia ingin berperan sebagai seorang istri yang baik? Cih.'
'Klek!'
Pintu di buka.
"Papah?"
Alvaro masuk ke kamar Mahend tanpa mengetuk pintu.
Mahend dan Siya menoleh secara bersama karena kaget.
"Maaf, Tuan? Saya kalah cepat." Lim menyusul mengucapkan pembelaan.
Mahendra menatap Lim tajam. Lalu menggerakkan kepala nya meminta Lim untuk pergi, ia tak ingin terlihat marah di depan Al.
"Ada apa Al?"
"Kapan kita berenang?"
"Kau baru sampai, istirahatlah dulu, pasti kau lelah."
"Al tidak lelah, Papah. Al kuat." seru Al sambil mengangkat lengannya seakan menunjukkan otot yang sama sekali tak terlihat.
Siya menutup mulut menahan tawa, tingkah anak kecil memang selalu lucu dan ada-ada saja.
"Hei? Kenapa kau menertawakanku?"
Pandangan Al langsung tertuju pada Siya yang berdiri tak jauh di belakang Mahend. Dan masih memegang sepatunya.
Mahend pun ikut menoleh dan menatap Siya tajam.
"Aku? Ha ha ha, kenapa kau ge-er, Bocah? Aku tak sedang menertawakanmu."
Mahend dan Al membulatkan mata bersama. Geram dengan apa yang Siya katakan barusan.
Itu adalah cara Siya menghadapi anak-anak yang sedikit nakal dan tak menyukainya.
Mahend ingin marah pada Siya karena telah berani berkata seperti itu pada Al, tapi ia menahan diri. Jangan sampai marah di depan sang putra.
"Aku bukan Bocah." teriak Al berkacak pinggang.
"Benarkah?" Siya berjalan mendekat. Ia lantas berjongkok di depan Al. Mahend terus menajamkan sorot matanya yang seakan tak dipedulikan oleh Siya meski Siya melihatnya.
Siya memeluk tubuh Al tiba-tiba. Membuat Mahend dan Al semakin membulatkan mata dengan apa yang Siya lakukan. Siya kembali melepas tautan tubuhnya pada Al.
"Aaahh? Kau belum cukup tinggi untuk tidak kupanggil Bocah. Hi hi hi"
Siya kembali berdiri. Dan melangkah pergi masuk ke ruang ganti meninggalkan Mahend dan Alvaro dalam kebingungan.
"Papah? Dari mana kau mendapatkan pengasuh itu?." Al terlihat marah. Mewaris dari ayahnya.
"Apa?" Mahendra terkejut. Ia belum sempat menjawab dan Siya sudah keluar dari ruang ganti.
"Hei, Kau? Siapa namamu? Kau belum memperkenalkan dirimu padaku?" tukas Al.
Siya tersenyum sangat manis. Mendekat lalu berjongkok.
"Alisia. Kau bisa memanggilku Siya." ucap Siya memperkenalkan diri.
"Aku Al, Alvaro Addison Wijaya."
Siya semakin tersenyum mendengar Al yang memperkenalkan diri dengan angkuh layaknya orang dewasa.
"Aku tahu. Kau tak perlu repot-repot memberitahuku." Siya sengaja menggodanya. Dan dia berdiri.
"Hei? Kau tidak sopan bicara begitu padaku?"
Mahend dari tadi hanya menoleh ke sana dan kemari bergantian pada Al dan Siya.
"Kau juga tidak sopan saat bicara padaku, jika kau ingin dihormati, maka kau juga harus belajar menghormati orang lain. Berhenti memanggilku dengan sapaan hei, itu tidak enak di dengar untuk sekawan."
"Sekawan? Memangnya kita kawan?"
" He em." Siya mengangguk antusias.
"Kita adalah kawan. Kita adalah satu tim yang akan berpetualang menjelajah seluruh alam." Siya mengatakannya penuh semangat, ia tahu jika Al sangat menyukai petualangan dan penjelajahan. Mahend pernah mengatakannya dulu saat mereka masih pacaran.
"Kau pernah berpetualang?"
"Aku pernah mendaki gunung."
"Sungguh?"
"He em."
"Ceritakan padaku.?" Alvaro mengekor pada Siya yang sudah berjalan keluar dari kamar.
Mahend terperangah seakan tak percaya. Bagaimana bisa putranya yang dingin dan nakal menyukai Siya dan bahkan mengekor padannya secara tiba-tiba?.
"Apa dia memantarai Al?"
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Adam Malik
Kok bnyk tanda tanya yg seharus nya tidak pd tmpt nya sih tor jd bngung bc nya
2022-03-30
1
Elsa Naila
yg kuat y siya
2022-01-25
1
~Si imut~🌹🌼🌷🌻🌺
anaknya aja bisa d taklukan masa bpanya gak.
2022-01-25
0