"Aku ingin pindah kamar?"
Mahend mengernyitkan kening mendengar permintaan Siya. Ia membalikkan badan.
"Apa kau memiliki hak untuk meminta di rumah ini?"
"Kalau begitu, jelaskan pada Al, kenapa sang pengasuh ini harus tinggal satu kamar dengan papahnya."
Mahend menyipitkan mata. Netranya begitu tajam menatap Siya.
"Al tadi menanyakan itu padaku, dan aku tak tahu harus menjawab apa."
Mahend tersenyum dan bahkan hampir tertawa.
'Dia putraku, sangat pintar.'
"Kenapa kau hanya tersenyum? Apa otakmu sudah tidak waras?"
Mahend tak lagi menanggapi, ia benar-benar melangkah keluar dan pergi.
"Hei? Sial."
Siya dalam dilema. Ia terkurung dalam sebuah rumah mewah bak istana. Namun ia kehilangan kebebasannya. Hidupnya. Bahkan kebahagiaannya.
"Dia sudah menyakitiku begitu banyak, dan dengan terang-terangan mengatakan jika semua ini hanyalah wujud dari dendamnya. Tapi kenapa aku masih mencintainya? Segitu bodohnya kah aku?"
Siya mengusap wajahnya kasar. Ia tak tahu harus bagaimana. Ada rasa penasaran begitu besar yang menyelimuti hati. Tentang apa yang dimaksud Mahend kesalahannya. Nyawa siapa yang harus Siya bayar? Derita siapa yang kini dibalaskan?
Siya turun dari ranjang masuk ke kamar mandi. Ia harus segera membersihkan diri.
...****************...
Siya sarapan di kamar, para pelayan mengantar makanannya setelah Mahend memberikan perintah.
Siya berdiam diri tanpa melakukan apa-apa. Mahend tak di rumah. Mungkin bekerja, atau yang lainnya. Entahlah. Siya tak tahu pasti. Al sekolah. Dan Siya belum bertemu dengan Sabrina sejak kemarin.
'Ruang kerja?'
Siya teringat dengan ucapan Al pagi tadi yang mengatakan Mahend berada di ruang kerja bersama Lim.
'Mungkinkah ada sesuatu yang bisa kutemui disana? Aku harus mencari tahu.'
Siya bertekad untuk mencari petunjuk apa saja. Hingga jika ia mengetahui alasannya kenapa Mahend melakukan balas dendam padanya, Siya bisa melakukan pembelaan diri, jika dia tidak bersalah.
Siya sudah memeriksa seluruh kamarnya, dan dia tak menemukan petunjuk apapun.
'Aku harus masuk ke dalam ruang kerja Mas mahend.'
Siya pun keluar dari kamar. Ia bertekad untuk mencari apa saja yang mungkin akan bisa membantunya.
Ada begitu banyak pintu ruangan di lantai atas ini.
"Bodoh. Dimana ruang kerjanya? Seharusnya aku menanyakan ini pada Al tadi. Dasar bodoh?" Siya merutuki dirinya sendiri.
Tapi ia tak putus asa. Siya melangkah tergesa. Hingga ia berdiri di depan pintu satu kamar yang menarik perhatiannya. Pintu itu terlihat berbeda dari pintu-pintu lainya yang berwarna putih. Pintu ruang ini berwarna coklat tua. Dengan ukiran huruf S yang sangat indah di tengahnya.
"Nona Siya?"
Suara berat mengagetkan Siya hingga ia menyentuh dadanya yang serasa ingin lompat keluar.
"Lim? Kau mengagetkanku. Huh!" Siya menghela nafas.
"Apa yang anda lakukan disini, Nona?"
'Gawat, aku tidak boleh mengatakan tujuanku pada Lim.'
"Ehm? Tidak ada, aku hanya sedang jalan-jalan saja. Merasa bosan di kamar."
"Kembalilah." suara Lim sangat dingin.
'Ck' Dan Siya hanya bisa berdecah Kesal.
"Apakah semua orang di rumah ini harus bersikap kaku seperti robot? Haaahh,,,!Tidak ada yang normal di rumah ini." Siya secara langsung mencibir dan meninggikan suaranya agar dapat di dengar oleh Lim.
Siya melenggang angkuh melewati Lim yang berdiri tegap dengan raut muka datar.
...****************...
Flash Back On.
"Tuan?" Lim datang tergesa masuk kedalam ruangan Mahend bahkan tanpa mengetuk pintu.
"Ada apa Lim?"
Raut muka Lim terlihat sangat panik, bahkan pucat. Tenggorokannya serasa tercekat saat ingin bicara.
"Lim?" Mahend mengernyitkan kening menunggu jawaban dari Lim.
"Tuan Bram?"
"Kenapa Kakak? Ada apa dengannya?"
"Tuan? Assisten pribadi Tuan Bram menemukan Tuan Bram gantung diri di kamar apartemennya, Tuan."
"Apa?"
Tragedi itu tak tercium oleh media. Mahend yang sangat berkuasa dan memiliki orang-orang profesional bisa menyembunyikan semuanya dengan rapi.
Brahmana Addison Wijaya. Kakak dari Mahendra Addison Wijaya. Meninggal bunuh diri dengan cara gantung diri. Dan bahkan beberapa luka sayatan di tangannya yang kemungkinan ia sayat sendiri.
Di atas ranjangnya ditemukan beberapa benda pribadinya. Seperti ponsel, dompet, laptop. Dan pisau yang ia gunakan menyayat tangan.
Dari benda-benda itulah. Mahend menemukan tentang Alisia. Gadis muda yang berprofesi sebagai assisten perias pengantin.
Foto Alisia berada dimana-mana. Memenuhi galeri ponsel maupun laptop Bram.
Bram mencintai Alisia. Namun meski ia telah menyatakan cintanya berulang kali pada Alisia. Gadis muda itu terus saja menolak. Dan Mahend mengambil kesimpulan jika Kakaknya pasti mati bunuh diri karena patah hati oleh Alisia.
Sabrina sang Mamah meminta Mahend untuk membunuh Siya sebagai wujud balas dendam mereka. Ia begitu sakit hati menerima kenyataan Bram putra pertamanya yang mati bunuh diri karena patah hati pada seorang gadis.
Tapi Mahend menolaknya. Mahend menganggap jika Siya langsung mereka bunuh itu terlalu mudah untuknya. Mahend akan membuat hidup Siya seperti di Neraka. Hingga Siya sendiri yang tidak tahan dengan hidupnya dan akhirnya memilih bunuh diri untuk mengakhiri penderitaannya. Baru dengan begitu Mahend merasa hukumannya setimpal.
Kakaknya mati bunuh diri karena Siya. Dan Siya mati bunuh diri karena dirinya.
...****************...
"Anda harus pindah kamar, Nona." Lim yang mengikuti langkah Siya menyampaikan pesan yang diberikan oleh Mahendra padanya.
"Mas Mahend yang memintanya?"
Lim mengangguk menjawab pertanyaan Siya. Siya pun sama halnya. Ia menganggukkan kepala.
'Itu lebih baik. Aku akan lebih jarang bertemu dengannya.'
"Mari saya tunjukkan kamar anda. Para pelayan yang akan memindahkan barang-barang Anda."
Siya mengangguk. Dan dia mengikuti langkah kaki Lim.
Sebuah kamar yang terletak tak jauh dari kamar sebelumnya. Hanya terpisah oleh satu kamar di tengah dan itu kamar Al.
"Silahkan masuk, Nona. Ini kamar anda." Lim membukakan pintu.
"Terimakasih, Lim."
"Sama-sama Nona."
"Lim?"
Siya memanggil Lim yang hendak pergi.
"Apa kau benar-benar tidak bisa membantuku, ceritakan padaku sesuatu yang tak kutahu. Aku lelah, Lim? Aku menderita. Kenapa mas Mahend berubah? Dia sangat mencintaiku dulu. Dan aku juga sangat mencintainya. Lantas kenapa sekarang semuanya harus seperti ini Lim? Hiks hiks hiks." Siya tak bisa menahan tangisnya. Ia sudah mengenal Lim sejak dulu saat pacaran dengan Mahend. Dan Lim adalah orang yang selalu bersikap baik padanya.
"Maafkan saya Nona. Saya tidak berani. Tapi?"
"Tapi apa Lim?"
"Saya berharap anda tidak bersalah, Nona. Dan anda bisa bertahan. Membuktikan pada Tuan Mahend jika ada tak bersalah. Sehingga mengembalikan lagi cinta yang telah lama hilang dari rumah ini."
"Apa maksudmu Lim? Aku semakin tidak mengerti."
"Maaf, Nona. Saya permisi." Lim bergegas pergi. Ada begitu banyak telinga dan lidah di rumah ini. Jangan sampai pembicaraannya dengan Siya sampai pada Mahend. Atau nyawanya bisa melayang.
"Bagaimana caraku membuktikan pada Mas Mahend jika aku tidak bersalah? Aku bahkan tak tahu apa yang menjadikannya menyimpan dendam dan rasa benci begitu sangat kepadaku?"
Hanya kebingunganlah yang setia menemani hidup Siya akhir-akhir ini. Tak ada lagi canda tawa. Apalagi bahagia. Semua serasa telah musnah begitu saja. Berganti derita.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Hendry Koeinata
Redundant sepertinta pertanyaan ini... Hehehehe...
2022-09-30
0
Tatiastarie
masih ada ya orang cinta sampe segitunya di siksa di vavi maki m? ish.. amit"
2022-09-29
0
Siti Aminah
kamu bkn bodoh leya...tp GOBLOK...mkn tuh cinta...
2022-02-02
2