Minggu pagi Iza sudah bersiap untuk pergi. Hari ini Nick menepati janjinya mengajak Iza untuk mencoba olahraga wall climbing. Untuk memudahkan proses restu dari Rahardi, Iza meminta Nick menjemput Rivan dan Meta dulu. Dengan adanya adik sepupu dan sahabatnya, pasti Rahardi tidak akan melarangnya.
Dengan berlari kecil Iza menuruni anak tangga. Tas kecil favoritnya sudah tersampir di bahunya. Gadis itu lalu menghampiri Mina yang tengah menyiapkan sarapan di dapur. Mina baru saja selesai membuat nasi goreng. Iza mengambil wadah berisi nasi goreng dari tangan umminya.
“Kamu jadi perginya Zi?”
“Jadi ummi.”
“Kalau ummi boleh tahu. Kalian mau kemana?”
“Nick ajak aku main wall climbing, ummi.”
Iza berbicara dengan suara pelan, takut abi mendengarnya. Mina hanya mengangguk seraya tersenyum. Dia tahu betul kalau anak gadisnya ingin mencoba hal baru yang tak pernah bisa dilakukan karena aturan ketat suaminya. Dulu Mina tak pernah protes dengan sikap protektif dan posesif suaminya pada Iza demi kebaikannya. Namun setelah melihat sang putri terluka karena Anang. Wanita itu tak bisa membiarkannya lagi. Dia akan mendukung apapun yang putrinya ingin lakukan asalkan positif dan tidak melanggar norma agama.
Rahardi masuk ke ruang makan lalu menarik kursi di tempat biasanya dia duduk. Keningnya berkerut melihat Iza sudah berdandan rapih. Iza memang belum mengatakan hendak keluar rumah hari ini.
“Kamu mau kemana sudah rapih pagi-pagi.”
“Mau pergi abi.”
“Dengan siapa?”
“Nick.”
“Berdua saja?” nada suara Rahardi sudah meninggi.
“Sama Meta juga Rivan.”
“Kemana? Mau ngapain?”
“Biarkan saja bi. Apa salah kalau Iza bersenang-senang sebentar? Dia juga pergi sama Meta juga Rivan. Apa yang abi takutkan?” sela ummi.
Laki-laki itu memilih diam ketika sang istri sudah berbicara. Entah apa yang merasuki istrinya itu, hampir setahun belakangan ini selalu menentang dan mengajaknya berdebat. Iza memulai sarapannya dengan tenang. Keputusannya mengajak Meta juga Rivan adalah hal yang tepat.
Baru saja Iza selesai sarapan, Nick sudah datang menjemputnya. Bersama dengan Meta dan Rivan, lelaki itu turun dari mobilnya. Rivan mendahului Nick masuk ke dalam rumah seraya mengucapkan salam. Rahardi disusul Iza keluar menyambut tamu yang datang. Rivan mencium punggung sang paman.
“Kalian mau kemana?”
“Ke sport center om,” jawab Nick.
“Mau ngapain kalian di sana?”
“Iza mau jadi suporter saya tanding futsal.”
“Ck.. kegiatan ngga penting.”
“Olahraga itu penting om untuk menjaga kesehatan. Kalau fisik kita kuat, mental kita juga kuat om. Sebagai anak muda, kita harus menyalurkan energi yang berlebih dengan suatu hal yang positif kan, om.”
Rahardi berdehem, Nick selalu saja bisa membalas perkataannya. Dominasi pria itu atas Nick tidak pernah berhasil. Pemuda itu terlalu cerdik untuk meloloskan diri dari intimidasinya. Diam-diam Rivan tersenyum melihat keberhasilan Nick membungkam pamannya.
“Dzuhur harus sudah ada di rumah!”
“Maaf om, ngga bisa. Mungkin baru sore kami pulang karena kita ngga tahu berapa lama pertandingan akan berlangsung. Bukan cuma tim saya yang bertanding.”
“Ya sudah kalian pergi saja. Titip Iza ya Nick, dia belum pernah ikut kegiatan NGGA PENTING sebelumnya,” timpal ummi. Wanita itu sengaja menekankan kata ‘ngga penting’ untuk menyindir suaminya.
Iza mencium punggung tangan abi dan ummi kemudian mengikuti Nick dan yang lainnya masuk ke dalam mobil. Gadis itu duduk di kursi belakang bersama Meta. Sedang Rivan duduk di kursi depan. Perlahan kendaraan roda empat itu meninggalkan kediaman Iza.
“Kamu bohong ya Nick,” tegur Iza.
“Aku ngga bohong. Emang aku ada pertandingan futsal. Tapi kita climbing wall dulu.”
Nick melihat Iza dari kaca spion. Senyum manis tercetak di wajahnya yang memiliki darah campuran. Iza menundukkan wajahnya, mencoba menyembunyikan rona mera di wajahnya. Meta tersenyum melihat interaksi Nick dengan sahabatnya itu. Tanpa Iza bercerita, dia tahu kalau antara sahabatnya dengan Nick telah tumbuh benih-benih cinta.
“Bro.. sepi amat, setel lagu ya,” Rivan mengubah panggilannya pada Nick dari abang menjadi bro. Mungkin karena pemuda itu sudah merasa akrab dan dekat dengan Nick.
“Astaga nih anak mulai kumat,” bisik Meta.
Iza hanya tersenyum kecil mendengarnya. Adik sepupunya itu memang ajaib tingkahnya. Dan selera musiknya itu berbeda dari teman-teman nongkrongnya. Rivan mengeluarkan usb miliknya kemudian menyambungkan ke audio mobil Nick. Seketika musik favoritnya terdengar. Nick cukup terkejut mendengar lagu yang diputar oleh adik sepupu Iza itu.
“Yo.. woyo-woyo.. woyo-woyo.. woyo-woyo.. yo.. woyo-woyo.. woyo-woyo.. woyo-woyo..”
Rivan mulai bergoyang mengikuti irama lagu. Sebuah lagu dangdut milik Soimah. Nick tergelak melihat tingkah Rivan, begitu pula dengan Meta dan Iza. Perjalanan mereka bertambah semarak tentunya dengan aksi Rivan.
“Yo.. woyo-woyo-woyo.. woyo-woyo-woyo.. hatikuuuu woyo-woyo... yo... woyo-woyo-woyo.. woyo-woyo-woyo.. hatikuuuuu.. bro Nick...”
“Woyo-woyo!” sambung Nick.
“Aseek..”
Iza ternganga melihat Nick mau mengikuti kekonyolan Rivan. Dirinya sungguh tak mengira Nick yang biasanya bersikap tenang ternyata bisa mengikuti alur kegilaan adik sepupunya itu.
🍂🍂🍂
Setibanya di sport center, Nick mengeluarkan dua buah dari bagasi mobilnya. Satu berisi perlengkapan futsal dan satunya berisi perlengkapan wall climbing. Dia segera mengajak Iza, Meta dan Rivan menuju area wall climbing. Selain arena wall climbing, di sarana olahraga ini juga tersedia lapang futsal, lapang bulu tangkis, lapang basket, lapang voli dan kolam renang. Nick dan kawan-kawan senang bermain futsal juga basket di sini karena fasilitasnya yang lengkap.
Sudah ada beberapa orang yang tengah berlatih wall climbing. Meta dan Rivan memilih menjadi penonton saja dan duduk di pinggir lapang. Nick mengeluarkan peralatan wall climbing dari dalam tas. Dia mulai menerangkan satu per satu alat yang nanti akan digunakan. Nick lalu mengeluarkan kotak sepatu dan memberikannya pada Iza.
“Apa ini?” tanya Iza bingung.
“Itu sepatu khusus buat main wall climbing.”
“Kamu beliin buat aku?”
“Iya. Buat kamu pakai kalau kita main.”
Iza tersenyum seraya mengucapkan terima kasih. Dipakainya sepatu pemberian Nick, dilanjut dengan memakai seat harness. Nick kemudian mengaitkan tali carmantel pada carbiner. Memastikan peralatan tersebut telah terpasang dengan baik pada gadis itu. Lalu Nick memakai peralatan yang sama padanya.
Dari arah bawah muncul para sahabat Nick. Mereka segera menyusul ke area wall climbing. Arnav terkejut melihat ada Meta bersama Rivan. Dengan semangat empat lima, lelaki itu bergegas menghampiri Meta.
“Assalamu’alaikum ukhti,” ucap Arnav.
“Waalaikumsalam Sarung Khan,” jawab Rivan.
“Eh kutil gajah ngapain di sini?”
“Ngga masalah disebut kutil gajah sama pithecanthropus erectus.”
Arnav melotot mendengar sebutan Rivan untuknya. Meta terkikik geli melihat tingkah keduanya. Denis segera duduk di samping Meta kemudian memulai basa-basi busuknya. Arnav karuan dongkol. Takut ditikung oleh Denis, pria itu segera ikut duduk bersama mereka.
“Be.. bantuin pegangin talinya Iza dong!” teriak Nick.
Abe menaruh tas yang berisi perlengkapan futsalnya kemudian berjalan mendekati Nick. Dipakainya sarung tangan di sebelah tangannya, lalu mulai memegang tali karmantel untuk membantu pengamanan Iza saat naik nanti.
Nick berdiri di samping Iza lalu mulai memberi aba-aba bagaimana harus memulai. Satu per satu step yang ada dinaiki oleh Iza. Nick juga ikut naik dan terus membimbing gadis itu. Sekuat tenaga Iza berpegangan pada step saat kakinya meraih step di atasnya. Dia menumpu kekuatan pada tangannya saat menaikkan badannya.
“Ok.. good.. pelan-pelan aja Zi. Raih step yang paling dekat. Kalau tangan kamu mulai basah, pakai chalk-nya.”
Iza menganggukkan kepalanya. Dia terus berkonsentrasi menapaki step satu per satu. Keringat mulai membasahi keningnya. Terdengar suara Meta dan Rivan memberinya semangat. Tak terasa Iza sudah sampai di pertengahan. Dia berhenti sebentar untuk mengatur nafasnya yang memburu. Nick dengan setia terus mendampinginya.
Iza melanjutkan langkahnya. Beberapa kali dia meraih bubuk kapur yang tergantung di belakang pinggangnya saat telapak tangannya terasa basah. Saat dirinya akan meraih step yang ada di atasnya, tangannya tergelincir. Iza kehilangan keseimbangan, pegangannya terlepas, tubuhnya meluncur ke bawah. Nick bergegas menyusul Iza, sedang Abe menahan tali yang terus terulur.
Nick mengarahkan tubuhnya ke dekat Iza kemudian memeluk pinggang gadis itu dan membawanya turun hingga selamat. Jantung Iza berdebar kencang saat tubuhnya dengan cepat terhempas ke bawah. Beruntung Abe dengan sigap menahan tali dan Nick berhasil menggapai tubuhnya.
“Kamu ngga apa-apa?”
“I.. iya.”
Jawab Iza gugup. Bukan karena dirinya hampir terhempas jatuh tapi karena tangan Nick masih melingkar di pinggangnya. Bahkan jarak mereka begitu dekat. Nick yang menyadari itu segera melepaskan tangannya dari pinggang gadis itu.
“Maaf.”
“Ngga apa-apa. Makasih udah nolong aku.”
“Udah kewajibanku. Mau coba lagi?”
“Nanti lagi aja deh.”
“Ya udah istirahat dulu.”
Nick membantu Iza melepaskan semua peralatan yang melekat di tubuhnya. Setelah selesai, keduanya berjalan menghampiri yang lainnya. Nick melihat Fahrul nampak memisahkan diri. Pria itu tengah berbicara dengan seseorang dengan ponselnya. Nick menghampiri Fahrul tepat di saat dia mengakhiri panggilannya.
“Mai mana? Ngga diajak?”
“Ck.. ngapain ngajak dia.”
“Dia istri lo kalau lo lupa.”
“Istri di atas kertas. Pertandingan jam berapa?”
“Katanya jam sepuluh. Kenapa emang?”
“Si Icha kebetulan lagi syuting di dekat sini. Dia mau ke sini.”
“Jangan gila lo ngajak Icha ke sini. Lo ngga takut kena skandal?”
Fahrul menepuk keningnya. Pria itu melupakan statusnya dengan Reisa yang saat ini hanya sebagai kekasih gelapnya saja. Dia buru-buru menghubungi Reisa agar kekasihnya itu tidak datang melihatnya bertanding.
“Dari pada ngajak Reisa, mending lo ajak Mai.”
“Ngga penting.”
“Dia itu penjamin lo masih bisa hidup enak sekarang. Setidaknya lo harus perlakukan dia dengan baik. Pernikahan lo belum jalan sebulan. Jangan buat dia curiga elo punya perempuan lain. Bisa tamat riwayat lo.”
Fahrul merenungi ucapan sahabatnya. Apa yang dikatakan Nick benar adanya. Nick sendiri sengaja mengarahkan Fahrul agar lebih dekat istrinya. Kini dia menyesal telah memberikan saran yang menguntungkan sahabatnya namun menyakiti orang lain. Dan orang itu adalah wanita baik-baik yang tak pantas diperlakukan buruk oleh Fahrul.
“Ayo ke lapang. Pertandingan udah mau dimulai.”
“Eh tapi kita kurang pemain cadangan nih. Tadi si Gilang wa, ngga bisa dateng,” celetuk Arnav.
“Tuh si Rivan siap jadi pemain cadangan,” seru Nick. Arnav langsung melihat pemuda tersebut.
“Emang lo bisa main futsal?”
“Ngeremehin lo bang.”
“Ya kali lo bisanya dangdutan doang.”
🍂🍂🍂
Sorak sorai penonton terdengar ketika pertandingan dimulai. Masing-masing suporter memberikan teriakan semangat pada tim yang didukungnya. Iza dan Meta juga terbawa suasana, keduanya berteriak saat Nick dan teman-teman mengendalikan permainan.
Iza melirik ke sekumpulan perempuan yang sedari tadi tak berhenti mengelu-elukan nama Nick setiap lelaki itu menggocek bola. Bahkan teriakan ucapan cinta terlontar saat pria tampan itu mencetak gol. Iza gerah sendiri melihat tingkah centil para fans Nick. Meta yang menyadari hal tersebut mulai menggodanya.
“Biasa aja kali lihatnya, sampai mau keluar gitu tuh mata.”
“Ish.. apaan sih.”
“Cemburu bilang neng,” Meta terus menggoda Iza.
“Met.. kamu tuh ya..”
“Apa aku bener kan? Kamu cemburu.”
“Ish..”
Iza memalingkan wajahnya. Dia kembali melihat jalannya pertandingan yang hanya tersisa lima menit lagi. Tim Nick unggul tiga poin atas lawannya. Sudah empat gol yang disumbangkan Nick selama pertandingan. Selain Nick, kegesitan Fahrul di bawah mistar gawang juga menjadi faktor penentu kemenangan mereka.
Akhirnya peluit terdengar, sorak sorai pendukung tim Nick kembali terdengar. Tim kesayangan mereka menang dengan skor 8 – 5. Nick segera menghampiri Iza. Gadis itu segera menyodorkan botol air mineral pada pria itu. Nick mengambil botol air dari Iza kemudian membukanya. Saat akan meneguknya terdengar suara Iza.
“Minumnya duduk atau jongkok, Nick.”
Nick menuruti ucapan Iza. Dia memilih duduk di lantai seraya meluruskan kakinya. Saat akan meneguk minuman, kembali terdengar suara Iza.
“Pakai tangan kanan minumnya.”
Nick memindahkan botol ke tangan kanannya, baru kemudian meneguk minuman dingin itu. Jakun Nick bergerak naik turun saat meneguk minuman. Tetesan keringat yang memasahi wajah dan lehernya membuat pria itu terlihat semakin seksi. Iza memalingkan wajahnya begitu sadar terus memperhatikan wajah Nick dan membuat dadanya berdesir.
“Met.. minuman buat aku mana?” tanya Arnav.
“Oh.. aku cuma beli satu. Tuh udah diminum sama Rivan.”
Arnav melihat ke arah Rivan dengan perasaan dongkol. Bocah tengil itu selalu saja menghalangi upayanya mendekati Meta. Abe mendekati Arnav kemudian berbisik di telinganya.
“Dari pada lo musuhin, mending lo jadiin dia sekutu. Baik-baikin tuh bocah. Dia itu kartu pas elo buat deketin Meta.”
“Bener juga. Tumben otak lo ngga korslet hari ini.”
“Otak gue dari dulu juga normal. Otak lo yang sering korslet karena kebanyakan nyelup.”
“Dasar tokek belang! Sana lo!!”
Arnav menendang bokong Abe. Sahabatnya itu hanya tergelak seraya berjalan menuju ruang ganti yang letaknya ada di seberang lapangan futsal. Tak lama yang lainnya menyusul untuk membersihkan diri.
🍂🍂🍂
Cieee.. ada yang cemburu nih😁
Kira² kutil gajah sama pithecanthropus erectus bisa jadi sekutu ngga ya🤔
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀OMADEVI💜⃞⃟𝓛
cemburu Cie dah ada rasa tu
2024-01-23
0
Febri Nayu
uhuy.. ada yang mulai panas ati dengerin fans nya si nick.. sabar ya neng orang ganteng mah cepet laku.. wkwk
tingkah Rivan bener2 dah ah
2023-12-10
2
Dwi MaRITA
ho... ho... ho... ada yg krbakaran jenggot... 🙈🙉🙊
2023-12-09
1