Waktu menunjukkan pukul delapan malam ketika dua orang pemuda keluar dari rumah Rahardi. Pria paruh baya itu mengantar tamunya yang tak lain adalah mahasiswa bimbingannya keluar rumah. Setelah berpamitan, keduanya meninggalkan rumah sang dosen.
Rahadi, yang lengkapnya bernama Dr. H. Rahadi Gumilar, Drs., M.M., adalah seorang dosen ekonomi di salah satu universitas swasta terkemuka di Jakarta. Saat ini menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi. Dia juga aktif sebagai pengurus dewan keluarga masjid di kompleks rumahnya, dan sebagai pembina dkm kampus.
Rahadi mempunyai seorang istri dan dua orang anak. Istrinya membuka usaha butik yang menjual pakaian Muslim, bernama Miens Collection. Anak pertamanya, Muhammad Ridho Ramadhan saat ini tengah menyelesaikan studi masternya di Universitas Al-Azhar Kairo. Sedangkan anak keduanya, Noor Azizah Rukhansa, kuliah di kampus yang sama tempat Rahadi mengajar, dan kini sedang menyelesaikan tugas akhir.
Rahadi menutup pintu, kemudian berjalan menuju ruang tengah. Sesampainya di sana dia mengambil sebuah buku dan mulai membaca. Tidak berapa lama muncul istrinya, Mina, dari dapur sambil membawa secangkir teh manis hangat. Mina meletakkan teh di atas meja yang terletak di dekat kursi suaminya, kemudian duduk di samping sang suami.
“Abi."
"Hmm," jawab Rahadi sambil terus membaca.
“Ummi kuatir sama Iza, dia jadi tambah tertutup, kelihatan gak bahagia, abi perhatiin gak?"
"Kasih dia sedikit waktu lagi, ummi. Sebentar lagi juga dia akan pulih. Iza itu anak yang kuat, ummi jangan terlalu berlebihanlah,” Rahadi masih belum mengalihkan pandangannya dari buku.
"Berapa lama lagi? Ini sudah setahun lebih semenjak Anang menikah dengan Isma. Iza itu masih terpukul dengan pernikahan mereka. Ini semua gara-gara abi.”
"Lho? Kok gara-gara abi? Rahadi bertanya heran. Ditutup buku di tangannya lalu mulai fokus pada sang istri.
“Anang menikah dengan Isma itu karena keputusan Anang sendiri, abi tidak pernah ikut campur.”
"Iya tapi abi kan tahu kalau sebenarnya antara Anang dengan Iza itu saling suka, bahkan Anang juga sudah berniat melamar Iza. Dan waktu mas Haris menjodohkan Anang dengan Isma, abi tuh diam aja, harusnya abi memperjuangkan Iza dong. Apa susahnya sih Anang nunggu setahun lagi atau sampai Iza selesai kuliah?”
Rahadi menarik nafas panjang, dipastikan hal ini akan menjadi perdebatan panjang. Setahun belakangan ini masalah pernikahan Anang selalu menjadi perdebatan mereka berdua.
"Harus berapa kali abi bilang kalau abi juga kecewa Anang tidak berjodoh dengan Iza, tapi abi bisa apa?"
“Abi tuh bisa mencegahnya, bukan diam aja. Lihat akibatnya anak kita jadi sakit hati seperti ini.”
“Astaghfirullahaladzhim.. istighfar ummi ini semua sudah ketentuan Allah. Abi percaya kalau Allah sudah menyiapkan jodoh yang lebih baik dari Anang untuk Iza. Sekarang yang harus kita lakukan adalah mendidik Iza menjadi wanita yang lebih baik lagi, wanita yang sholehah.”
"Jadi maksud abi, Iza itu bukan anak baik?"
"Bukan begitu ummi, ya Allah."
Rahadi menarik nafas panjang. Bingung harus berbicara apa lagi, semua yang dikatakannya selalu ditanggapi salah oleh sang istri. Dia terdiam sebentar mencoba mencari kata-kata yang pas.
"Begini ummi.. Anang itu anak yang baik, sholeh, pintar dan sudah mempunyai pekerjaan tetap. Banyak mahasiswi abi yang terang-terangan minta dijodohkan dengan Anang tapi langsung abi tolak, karena Iza. Tapi waktu mas Haris mengajukan Isma sebagai calon untuk Anang, abi gak bisa berbuat apa-apa. Abi tidak punya alasan untuk menolaknya. Isma itu gadis baik-baik, sholehah, senantiasa menjaga auratnya dengan berhijab, dan berasal dari keluarga baik-baik pula. Anang memang mencintai Iza tapi wanita yang ingin dijadikan istri olehnya adalah wanita seperti Isma, bukan Iza. Ketika Anang memutuskan untuk menikahi Isma, itu sudah melalui pemikiran yang matang dan dia yakin kalau Isma memang wanita yang dipilihkan Allah untuknya.”
Kali ini giliran Mina yang terdiam. Dalam hati diakuinya kalau Isma memang gadis yang baik. Kalau saja yang dinikahinya bukan Anang, mungkin dia tidak akan sesewot ini.
“Iza masih membutuhkan waktu untuk bisa seperti Isma, dan abi tidak mau memaksanya. Biarkan dia menjadi baik lewat kesadarannya sendiri. Yang penting kita sudah memberikan dasar-dasar yang baik padanya dan terus memantau serta membimbingnya. Kalau Ridho pulang nanti, dia juga akan bisa memberikan contoh yang baik bagi Iza. Ummi mengerti kan maksud abi?"
"Tapi ummi gak bisa lihat Iza terus menerus sedih. Coba abi liat, badannya tambah kurus, dia sekarang lebih senang mengurung diri di kamar, dia..."
Perkataan ibu Rahadi terputus ketika pintu terbuka disusul oleh ucapan salam. Anak gadis yang sedang dibicarakan baru saja pulang. Iza menghampiri abi dan umminya kemudian mencium punggung tangan keduanya.
"Baru pulang Zi?"
"Iya abi, tadi nyari bahan dulu sama Meta.”
Letih seharian berada di perpustakaan mencari bahan juga merevisi hasil bimbingannya, Iza memilih untuk langsung menuju kamarnya yang terletak di lantai atas. Baru saja kakinya mencapai anak tangga pertama, terdengar suara Mina.
"Kamu udah makan sayang?"
"Udah ummi, tadi Iza makan di luar," jawab Iza singkat, setelah itu melanjutkan langkahnya.
Rahadi memperhatikan istrinya yang tampak begitu prihatin melihat keadaan Iza. Dirangkulya bahu wanita yang telah menemaninya selama hampir tiga puluh tahun itu. Sejauh ini rumah tangga mereka berjalan mulus tanpa ada pertengkaran berarti. Namun masalah pernikahan Anang dan Isma membuat hubungan mereka sedikit menegang setahun belakangan ini.
“Ummi harus lebih tegar, kalau ummi tegar, ummi bisa menguatkan Iza. Ummi harus bisa meyakinkan Iza kalau di luar sana masih banyak lelaki yang lebih baik dari Anang," ujar Rahadi dengan suara setengah berbisik, takut didengar Iza. Mina hanya diam sambil terus punggung anaknya yang semakin menjauh.
🍂🍂🍂
Nick baru saja selesai meeting bersama stafnya untuk membicarakan persiapan menghadapi high season akhir tahun nanti. Bersama dengan Ranti, mereka kembali ke ruangan. Tiba-tiba ponsel Nick berdering. Setelah melihat nama pemanggil, dia segera menjawab panggilan tersebut.
"Hallo.."
“Woi kadal! Kapan lo bisa ketemu gue? Lo mau nunggu sampe kepala gue pecah baru mau ketemu gue hah?!?" suara Fahrul terdengar sewot dari seberang sana, Nick tergelak mendengarya.
"Sorry bro ok deh gimana pulang kerja nanti kita ketemu di café biasa?"
"Ok awas lo ya kalo sampe dicancel lagi."
"Ngga bakalan deh tapi elo yang traktir, ok?"
"Lo mau makan sampe muntah juga gue bayarin. Pokoknya gue tunggu. Awas lo kalo ngga datang.”
Fahrul memutus hubungan, Nick senyum-senyum membayangkan kelakuan sahabatnya itu. Ranti diam-diam memperhatikan atasannya. Jarang sekali dia melihat Nick tersenyum atau tertawa, kecuali jika sedang berinteraksi dengan para tamu atau calon kliennya.
Baru saja bekerja beberapa minggu, Nick sudah menunjukkan kapasitasnya sebagai seorang manager marketing dan PR. Hotel mengalami kemajuan signifikan. Banyak instansi pemerintah atau swasta yang menjadikan Ambrosia Hill tempat untuk mengadakan meeting, gathering atau kegiatan lainnya. Belum lagi dengan melonjaknya permintaan wedding. Hilman benar-benar puas dengan kinerjanya. Prestasi kerja Nick membuat anggapan dirinya mendapat jabatan karena anak selingkuhan Sakurta seketika meredup.
"Pak, jangan lupa nanti malam ke acara amalnya ibu Dewi,” ucap Ranti saat Nick akan masuk ke dalam ruangan.
"Emangnya wajib ya?"
"Ng.. nggak juga sih, tapi kan ngga enak kalo ngga datang. Ibu Dewi itu sudah menjadi pengunjung hotel kita selama beberapa tahun. Dia juga sering mempromosikan hotel kita lewat postingan di media sosial.”
"Kamu mau dateng?"
"Dateng dong pak, kan ngga enak udah di undang," jawab Ranti semangat, Nick tampak berpikir sejenak.
"Hmm.. ya udah kalo gitu kamu aja yang dateng, itung-itung jadi perwakilan saya, dan sampaikan permintaan maaf saya ke ibu Dewi, saya ngga bisa hadir karena sudah ada janji, ok.”
Nick menepuk pundak Ranti pelan, setelah itu masuk ke dalam ruangan. Ranti tampak kesal, tadinya dia berharap bisa datang bersama Nick ke acara itu, dasar sial gerutunya dalam hati. Belum lama masuk, Nick sudah keluar lagi.
"Ran katanya ada surat buat saya?”
"Hmm.. masih di resepsionis pak, mau saya ambilkan?"
“Ngga usah biar saya ambil sendiri,” Nick pun beranjak pergi.
Sesampainya di resepsionis Nick segera meminta surat untuknya, dan tak berapa lama resepsionis itu memberikan sebuah amplop pada Nick. Setelah mengucapkan terima kasih, dia pun meninggalkan meja resepsionis. Sambil berjalan dibukanya amplop, yang ternyata isinya surat penawaran kredit dari bank. Tiba-tiba terdengar sebuah suara perempuan memanggil namanya.
"Nickolas Armando Littrell.”
Mendengar namanya disebut, Nick segera mengalihkan pandangannya ke arah suara. Nampak seorang perempuan muda dengan tinggi sedang, bertubuh langsing, kulit sawo matang, berambut ikal mengenakan celana jeans dan kaos ketat berjalan ke arahnya. Nick terdiam, mencoba mengingat-ingat wanita di depannya.
"Hallo Nick still remember me? (masih mengingatku?), tanya wanita itu.
Nick yang belum mengingat siapa wanita di hadapannya hanya menggelengkan kepalanya. Wanita di depannya terus saja berdiri menatap Nick, masih belum mau mengungkap identitasnya. Pria itu terus memandangi wanita yang mengenalnya.
"Tunggu tunggu elo elo Tamiya kan?" tanya Nick ragu-ragu. Wanita di depannya tersenyum mendengarnya.
"Wow ingatan lo tajem juga ya.”
Nick tersenyum, tebakannya benar. Ternyata wanita itu adalah Tamiya, temannya semasa SMU dulu. Tadi dia nyaris tidak mengenali karena Tamiya berubah drastis. Dulu penampilan Tamiya sama sekali tidak menarik. Ditambah ada beberapa perubahan pada bagian wajahnya, membuat dirinya cukup sulit kesulitab mengenalinya.
"Lo berubah sumpah gue ngga nyangka lo bisa jadi..."
"Cantik?" Tamiya memotong perkataan Nick yang dijawab dengan anggukkan.
“Bye the way lo ngapain di sini?" tanyanya lagi.
"Gue kerja di sini.”
"Ganggu ngga kalau gue ajak lo minum kopi dulu? Ya itung-itung nostalgia.”
"Boleh.”
Nick mengajak Tamiya masuk ke café yang ada di dalam hotel. Sesampainya di sana mereka langsung memesan minuman dan melanjutkan pembicaraan. tamiya tersenyum senang bisa minum berdua dengan Nick. Dulu jangankan minum bersama, menegur pun dia tak berani. Nick seperti berada jauh dari jangkauannya. Tapi sekarang wanita itu memiliki kepercayaan diri untuk dekat dengan pria paling tampan di sekolahnya dulu.
"Gue gak nyangka lo masih inget gue.”
“Gimana gue gak inget, nama lo tuh sama kaya nama mobil-mobilan. Cuma emang gue pangling dengan perubahan lo, ternyata lo bisa dandan juga.”
"Ya iyalah gue kan ngga mau seumur hidup jadi cewek cupu. Tiap hari diledekin terus sama cowok-cowok di sekolah, kaya Beni dan dua temen brengsek lo tuh, Denis sama Arnav. Di antara kalian bertiga, cuma lo yang ngga ikutan ledekin gue. Mungkin gue dianggap tak kasat mata sama lo.”
Nick terbahak mendengarnya. Seketika ingatannya kembali pada masa-masa sekolah dulu. Dia tersenyum geli membayangkan penampilan Tamiya kala itu. Dengan model rambut bob berponi rata, kacamata tebal, kawat gigi dan bau minyak kayu putih yang selalu menempel di badannya. Denis, Arnav dan Beni selalu memanggilnya dengan sebutan kutilang cupu, karena tubuhnya yang tinggi, kurus dan berdada rata. Dia sendiri tak pernah mempedulikan ke keberadaan Tamiya, menurutnya gadis itu tak cukup penting untuk menarik perhatiannya.
"Lo tau.. cowok-cowok model elo, Denis, Arnav and Beni yang bikin gue jadi seperti ini."
"Kok bisa?"
Karena gue mau buktiin kalo gue juga bisa ngedapetin cowo seperti kalian. Gue bisa berubah dan bikin kalian tergila-gila. Begitu lulus gue langsung cabut ke Singapura, selain kuliah, gue juga memperbaiki penampilan gue. Sampe-sampe gue nekad suntik silikon and operasi plastik di Korea. Tapi ternyata hasilnya memuaskan, seperti yang lo liat sekarang.”
"Oh iya, lo tau kabar soal Beni ngga? Katanya dia kuliah di Singapura.”
"Gue emang satu kampus sama dia, tapi sekarang dia udah mampus," terang Tamiya santai sambil menyeruput orange juicenya. Nick tentu saja terkejut mendengarnya.
"Yang bener? Kenapa? Sakit?"
"OD, baru setahun kuliah dia langsung jadi pecandu dan setahun berikutnya koit deh.”
Nick terdiam mengenang Beni. Dulu dia cukup dekat dengan Beni. Mereka adalah teman sebangku. Sungguh Nick tak habis pikir, Beni yang berotak encer harus mati dengan cara konyol seperti itu.
“Anyway lupain ajalah soal Beni, cowok idiot itu. Elo sendiri sekarang udah punya gandengan atau masih single?"
“I'm single and I'm happy (gue single dan bahagia.)”
Tapi boleh dong kalo sekali-kali kita kencan atau one night stand gitu. I'm gonna give you my best service in bed…I guarantee youll never regret (gue bakal kasih lo pelayanan terbaik di ranjang. Gue jamin lo ngga bakalan nyesel).”
Tamiya mendekatkan kursinya ke arah Nick, kemudian mulai meraba paha Nick dengan perlahan. Nick mencekal tangan Tamiya lalu menghempaskannya dengan kasar. Dia segera bangkit dari duduknya.
"Thanks tapi gue lebih senang yang original. Minuman ini biar gue yang bayar. Nice to meet you Tamiya (senang bertemu dengan kamu).”
Setelah itu Nick segera pergi meninggalkan Tamiya. Wanita itu memandangi kepergian Nick sambil menahan geram dan malu. Setelah lewat beberapa tahun dan begitu banyak perubahan dalam dirinya, tetap saja tak mampu mendapatkan perhatian lelaki itu. Tamiya menghabiskan orange juice pesanannya, kemudian beranjak dari sana.
🍂🍂🍂
Kira² kapan ya Nick ketemu sama Azizah?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀OMADEVI💜⃞⃟𝓛
is mobil Tamiya gatel
2024-01-19
1
Febri Nayu
tak pikir judule Azizah Nick ketemu Azizah ternyata opening
2023-12-08
1
Dwi MaRITA
yg ori lebih yahud.... yg imitasi isa cepat mleyot... 🙈🙉🙊
2023-12-08
1