Iza berjalan memasuki lobi hotel Ambrossia Hill, hari ini dia diundang untuk mengikuti seminar tentang peranan seorang Public Relations dalam meningkatkan citra perusahaan di masyarakat luas, pembicaranya adalah seorang ahli PR yang cukup terkenal di Indonesia. Iza mendapatkan undangan dari pak Tomo, seorang manager PR tempat dia melakukan penelitian.
Sekali lagi Iza melihat undangan di tangannya, memastikan ruangan yang akan digunakan dalam kegiatan seminar ini. Sesuai petunjuk di undangan, Iza naik ke lantai dua, menuju ruangan Mediterania. Di depan ruangan terlihat kesibukan panitia dan beberapa peserta yang hendak memasuki ruangan. Iza langsung menuju meja panitia untuk melakukan registrasi. Setelah mendaftar ulang, seorang panitia memberikan seminar kit berupa sebuah tas, alat tulis dan beberapa lembar makalah.
Setelah memperoleh kelengkapan seminar, Iza melangkahkan kakinya memasuki ruangan. Ketika Iza sampai di depan pintu masuk, dia mendengar suara wanita memanggil namanya.
“Iza."
Iza menengok ke arah datangnya suara. Betapa terkejutnya Iza melihat orang yang memanggilnya adalah Isma. Diikuti oleh Anang, wanita itu menghampirinya. Seketika tubuh Iza menjadi dingin, ingin rasanya dia berlari menjauh, namun mustahil rasanya. Bagaimanapun juga dia harus memperlihatkan dirinya kuat. Akhirnya Isma dan Anang sampai di depannya.
“Assalamualaikum," ucap Isma.
“Waalaikumsalam," jawab Iza pelan. Kedua wanita itu bersalaman disambung cipika cipiki.
"Kamu ikut seminar ini juga Zi?" tanya Anang untuk menghilangkan kekikukannya, Iza hanya menjawab dengan anggukan.
"Kalau gitu kita duduk bareng aja ya," ajak Isma pada Iza.
Tanpa menunggu jawaban Iza, Isma segera menggandeng tangan gadis itu menuju deretan tempat duduk. Sambil berjalan, Iza melirik ke arah perut Isma yang nampak sedikit membuncit, sadar dengan hal itu Isma pun berkata.
"Aku tambah gemuk ya? Aku lagi hamil Zi, sekarang kandunganku jalan enam bulan, doain aku ya.”
Iza mengangguk sambil tersenyum. Walau perih, dia harus tetap memperlihatkan mimik bahagia atas kehamilan Isma, calon anak dari Anang. Iza melirik ke arah Anang sejenak, nampak wajah Anang menyiratkan perasaan tidak menentu.
Jalannya seminar dirasakan Iza berjalan begitu lambat. Ingin rasanya dia segera keluar dari ruangan ini. Sedikit pun dirinya tidak bisa berkonsentrasi, sesekali pandangan matanya melirik ke bangku sebelahnya. Anang dan Isma nampak begitu mesra. Walaupun Anang terlihat sedikit canggung, namun itu tidak menghilangkan perhatian yang diberikan pada sang istri. Dari cara Anang melihat Isma, Iza bisa merasakan kalau Anang mulai mencintai Isma, yang artinya sudah tidak ada lagi tempat baginya di hati pria itu.
Akhirnya sessi pertama selesai, dan sekarang waktunya coffee break. Para peserta seminar mulai keluar ruangan dan menuju tempat coffee break, begitu pula dengan Iza, Anang dan Isma. Sepanjang break Isma terus saja mengajak Iza mengobrol dan sesekali memperlihatkan kemesraannya dengan Anang. Iza semakin tersiksa, dia benar-benar sudah tidak tahan lagi.
Selang lima belas menit kemudian, waktu break usai dan seluruh peserta kembali ke dalam ruangan. Iza, Anang dan Isma berjalan beriringan menuju ruangan. Sesampainya di depan pintu, Iza menghentikan langkahnya.
"Maaf, kayaknya aku harus pulang," ujar Iza.
'Pulang? Tapi acaranya kan belum selesai, sayang Zi," jawab Isma yang terkejut dengan keputusan Iza. Sedang Anang hanya diam, lelaki itu tahu ketidaknyamanan Iza akan situasi ini, karena dia pun merasakan hal yang sama.
"Iya... tapi aku... aku bener-bener harus pulang... assalamualaikum."
Iza bergegas pergi tanpa menoleh ke arah pasangan di sampingnya. Dirinya sudah sudah tidak tahan lagi dengan situasi yang menyiksa batinnya. Matanya sudah mulai berkaca-kaca, sebelum airmatanya luruh, dia harus segera pergi dari tempat itu. Anang terdiam memandangi kepergian gadis yang pernah mengisi hatinya, wanita yng dulu diidamkan menjadi istri dan ibu anak-anaknya.
"A... cepet kejar Iza," ucapan Isma membuyarkan lamunan Anang.
“Ngga usah. Dia ngga apa-apa, mungkin emang lagi ada urusan."
Anang berusaha tetap tenang, walau sebenarnya dia sangat ingin mengejar Iza. Tak dipungkiri, sisa perasaannya pada Iza masih tertinggal dalam hatinya. Isma menyentuh lengan Anang lalu memandang lekat suaminya.
"Ayo a.. kejar dia. Aku tahu apa yang dia rasakan sekarang, Insya Allah aku ikhlas. Ayo a, sebelum dia pergi jauh."
Isma tersenyum lembut ke arah Anang, dan Anang pun memutuskan mengejar Iza. Ada perasaan cemburu menghentak dalam hatinya melihat sang suami benar menyusul Iza. Tapi Isma buru-buru menepiskannya. Dia percaya, Anang tak akan mengkhianati kepercayaannya. Terlebih dirinyalah yang telah masuk di antara kedua orang itu.
Iza berjalan cepat menuju lift, ingin segera meninggalkan neraka ini. Sesampainya di depan lift, dia segera memencet tombol turun. Lift masih berada di lantai lima, gadis itu menunggu dengan tidak sabar. Iza berjalan mondar mandir.
"Zi," suara Anang terdengar.
Jantung Iza serasa berhenti mendengar suara itu, dia tidak habis pikir untuk apa Anang mengejarnya, lalu bagaimana dengan Isma. Sejenak Iza hanya diam, tidak tahu harus berbuat apa. Anang semakin mendekat dan kini sudah berada di sisinya.
“Zi, kita harus bicara. Sampai kapan kondisi kita terus seperti ini? Aku pikir kamu sudah lebih dewasa menyikapi keadaan ini, sudah menerima kenyataan kalau kita memang tidak berjodoh. Tapi sikap kamu yang seperti ini benar-benar membuat semuanya jadi ngga nyaman, terutama buat Isma."
Iza tertohok, tidak menyangka mendengar semua itu dari laki-laki yang hampir menjadi imam untuknya. Iza menarik nafas panjang, berusaha menenangkan dirinya yang dipenuhi perasaan kecewa juga marah. Dia menoleh ke arah Anang, dengan mengepalkan tangan kencang dan suara bergetar, dia menanggapi ucapan Anang.
"Maaf kalau aku sudah membuat kak Anang dan Isma jadi ngga nyaman. Aku emang masih kayak anak kecil yang terus aja nangis karena permennya diambil orang. Tapi aku janji, In Syaa Allah, ini akan jadi situasi ngga nyaman terakhir untuk kita bertiga, terutama buat Isma, istri kakak."
Bersamaan dengan kata terakhir Iza, pintu lift pun terbuka. Iza bergegas memasuki lift. Langkahnya sempat terhenti begitu melihat Nick seorang diri tengah berdiri menyender di dinding lift. Nick pun tidak kalah terkejutnya, spontan dia segera menegakkan badannya dan matanya terus menatap Iza.
"Al... tunggu... bukan itu maksudku," ujar Anang.
Kesadaran Iza kembali begitu mendengat suara Anang. Tanpa melihat ke arah pria itu, Iza segera masuk ke dalam lift dan langsung menekan tombol untuk menutup. Pintu lift pun tertutup, Iza menghembuskan nafas lega. Dia berdiri di dekat pintu, sambil menundukkan kepalanya. Sedangkan Nick yang berdiri di belakangnya hanya bisa diam terpaku menatap makhluk cantik yang telah menyita perhatiannya beberapa minggu ini.
Perjalanan dari lantai tiga menuju lantai dasar terasa begitu lama. Iza berusaha keras menahan airmata yang sedari tadi hendak keluar, tangannya mengepal, berusaha menekan emosinya yang begitu besar saat ini. Tidak berapa lama pintu lift terbuka, dia langsung berlari menuju pintu keluar.
Seakan terhipnotis, Nick pun ikut berlari mengikuti Iza. Namun di tengah lobby, langkahnya terhenti oleh seorang tamu yang mengajaknya berbicara. Sang tamu mengajukan pertanyaan yang menurutnya tidak penting untuk dibahas saat ini. Matanya berkeliaran dan ketika seorang pegawai melintas di depannya, dia segera memanggilnya lalu memintanya menemani tamu tersebut. Kemudian Nick melanjutkan pencariannya. Nick berlari keluar, matanya terus mencari-cari, namun sosok Iza sudah tidak terlihat.
Kemana dia? Pasti dia belum jauh. Gue harus nemuin dia!
Nick terus berlari menuju gerbang hotel, melewati deretan mobil yang terparkir. Dan ketika hampir sampai ke pintu gerbang, di sela-sela dua buah mobil yang terparkir dia seperti melihat sesuatu. Nick menghentikan larinya dan mendekat ke arah mobil tersebut, dan terlihat seorang gadis sedang berjongkok sambil menangis, tangannya menutupi mulutnya agar suara tangisnya tidak terdengar, dan gadis itu adalah Iza.
Nick langsung menghampiri, untuk sesaat dia berdiri diam di samping Iza yang masih menangis. Iza yang menyadari kehadiran orang lain di dekatnya, langsung menghapus airmatanya. Gadis itu berusaha menghentikan tangisnya lalu berdiri perlahan. Dia masih belum berani menegakkan kepalanya, dari pakaian yang dikenakannya, dia tahu kalau orang yang berada di sampingya adalah seorang pria.
Perlahan Nick mengambil sapu tangan dari saku celananya lalu memberikan pada Iza. Sejenak Iza tertegun, tidak tahu harus berbuat apa, lelaki itu kembali mengulurkan tangan, menawarkan sapu tangannya. Iza mengambil sapu tangan itu kemudian menghapus airmatanya. Setelah merasa cukup baik, Iza berani menegakkan kepalanya dan betapa terkejutnya dia, mengetahui lelaki di sampingnya adalah Nick. Pria itu tersenyum ke arah Iza, berharap senyumannya bisa menenangkan perasaan gadis cantik itu.
"Apa kamu sudah baikan?" Nick memulai pembicaraan, tapi Iza hanya menjawab dengan anggukan.
'Kalau kamu masih mau menenangkan diri, kita bisa masuk ke dalam, mau ke lobby atau restoran?" Nick kembali bertanya, namun Iza masih terdiam.
"Atau kamu mau pulang?"
Lagi-lagi Iza menjawab pertanyaan Nick dengan anggukan, tapi Nick pantang menyerah.
"Ok... kalau gitu, mau dipanggilkan taksi atau mau saya antar pulang?"
"Panggil taksi aja," Iza menjawab dengan cepat. Nick tersenyum, akhirnya dia bersuara juga. Suara yang begitu lembut di telinganya.
"Ok... saya akan panggilkan taksi dan sebaiknya kamu nunggu di lobby aja, gimana?" Iza kembali mengangguk, tapi kali ini diiringi senyuman. Ya Tuhan... Nick serasa melayang.
"Ayo..." Nick mengajak Iza, mereka pun berjalan menuju lobby.
"Bye the way... aku Nick, pegawai di sini, kamu?'
“Iza," jawab Iza pelan.
Mereka terus berjalan memasuki lobby hotel. Nick mengantarkan Iza duduk di lobby, kemudian menuju meja resepsionis meminta dipesankan taksi, lalu kembali menghampiri Iza. Gadis itu duduk terdiam sambil meremas sapu tangan pemberian Nick.
Nick datang lalu duduk di depan Iza. Suasana hening, masing-masing tidak tahu harus berkata apa dan hanya sibuk dengan pikiran masing-masing. Tidak berapa lama kemudian seorang bellboy datang memberitahukan bahwa taksi yang dipesan sudah datang. Iza dan Nick segera berdiri. Mereka berjalan bersama keluar dari lobi hotel. Sesampainya di depan, Nick membukakan pintu taksi.
"Hati-hati," ucap Nick sambil tersenyum.
"Terima kasih," Iza menjawab sambil tak lupa melepaskan senyum pada Nick. Dia segera masuk ke dalam taksi. Nick menutup pintu taksi dan tak berapa lama kemudian taksi meluncur pergi.
Mata coklat Nick terus memandangi taksi yang ditumpangi Iza sampai keluar hotel. Begitu pula dengan Iza, dari dalam taksi, dia terus melihat ke arah Nick. Ada perasaan lain dalam hatinya kini, entah apa itu. Yang pasti bayang-bayang Anang perlahan menghilang dan berganti sosok Nick.
🍂🍂🍂
Eh udah ada kemajuan nih Nick. Go.. go.. go.. Nick, jangan pake lama tapi siapin mental dulu ya sebelum ketemu camer😁
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Ayuna
karakternya cocok smaa visualnya.
2024-04-29
1
Safitri Agus
bini kedua Anang bukannya Ashanti ya🤭
2024-01-04
1
Febri Nayu
ehem
2023-12-09
1