Jam dua siang, semua membubarkan diri. Fahrul yang lebih dulu pergi karena kedua orang tuanya mengabarkan sudah sampai di apartemennya. Disusul oleh Denis yang mendapat panggilan dari salah satu tante teman ranjangnya. Tersisa Nick, Abe, Arnav, Iza dan Meta yang tengah berjalan menuju pelataran parkir.
“Met.. aku antar pulang,” tawar Arnav.
“Jangan mau Met. Lebih aman pulang pake taksi online dari pada dianter dia,” sela Abe yang langsung mendapatkan pelototan maut dari Arnav.
“Rumah kamu di mana Met?’ tanya Nick.
"Cirendeu.”
“Cirendeunya di mana?” sambar Arnav.
“Deket situ gintung.”
“Ayo sekalian aja aku antar sama Iza,” ajak Nick.
“Mending lo anter Iza aja, biar Meta sama gue. Iza kan belum pulang dari pagi, takutnya nanti bapaknya nyariin,” kilah Arnav.
“Iya antar Iza aja dulu, tadi ummi wa aku,” ucap Meta.
“Masa? Kapan Met?”
“Tadi abis shalat. Katanya hp kamu ngga bisa dihubungi.”
Iza memeriksa ponselnya. Benar saja, benda pipih miliknya itu mati karena kehabisan daya. Arnav bersorak senang dalam hati, sepertinya langit berpihak padanya.
“Makanya biar aku antar, ayo.”
Meta mengikuti Arnav ke mobilnya. Abe berpamitan pada Iza juga Nick lalu menuju kendaraannya. Begitu pula dengan Nick dan Iza. Mereka menuju mobil Nick yang terparkir di deretan paling ujung.
Arnav sampai di lokasi mobilnya terparkir, sebuah Toyota Avanza keluaran terbaru. Dia segera membukakan pintu depan untuk Meta namun ditolak oleh gadis itu.
“Maaf, kita kan bukan muhrim, aku duduk di kursi belakang aja kalau kamu ngga keberatan.”
Arnav sedikit terkejut mendengarnya namun tak ayal kepalanya mengangguk. lebih baik dia mengalah dari pada kehilangan kesempatan mengantarkan gadis incarannya pulang ke rumah. Meta naik ke kursi penumpang di bagian belakang. Tak lama Arnav menyusul naik ke belakang kemudi. Sekilas dilihatnya Meta dari kaca spion tengah.
Buset.. gue udah kaya driver taksi online aja. Ngga apa-apa deh, sekarang duduk di belakang, next duduk di pangkuan gue...
Arnav tersenyum tipis, pikiran nakalnya terus berkelana. Perlahan mobilnya mulai melaju meninggalkan area cafe. Arnav tak henti mencuri pandang pada Meta dari kaca spion sambil sesekali mengajaknya berbincang.
“Rencananya habis selesai kuliahnya mau kerja atau nikah nih?”
“In Syaa Allah mau kerja.”
“Nanti deh aku cariin info lowongan pas buat perempuan solehah kaya kamu. Tapi sebenernya sih ada, itu juga kalau kamu berminat.”
“Bolehlah dari pada nganggur. Kerja bagian apa?”
“Ngatur keuangan.”
“Wah bukan jurusanku kalau akuntansi.”
“Bukan keuangan aja sih, tapi mendidik juga, jadi koki juga. Multi tasking gitu deh.”
“Wah kerjaan apa tuh?”
“Jadi istri aku.”
Meta mengulum senyumnya kemudian menundukkan pandangannya. Arnav semakin gemas dibuatnya. Di sebuah lampu merah Arnav menghentikan mobilnya, lalu matanya menatap lurus ke arah spion, menikmati pemandangan indah dari sana. Seketika otaknya traveling membayangkan ukuran tubuh Meta dari balik pakaian longgarnya. Arnav menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran mesum di kepalanya.
Begitu lampu berubah hijau, Arnav kembali melajukan kendaraannya. Meta mulai memberi petunjuk arah ketika kendaraan yang ditumpanginya mulai memasuki daerah situ gintung. Tak lama kemudian Meta meminta berhenti di depan rumah berpagar hitam. Arnav menghentikan kendaraannya kemudian ikut turun.
“Makasih ya udah mau anterin aku pulang.”
“Sama-sama. Nanti pas kamu sidang, aku boleh dateng ngga? Ya, jadi tim hore kamu.”
“Emangnya kamu ngga kerja?”
“Bisalah nyuri-nyuri waktu. Emangnya kamu sidang jam berapa?”
“Pagi, aku dapat jadwal pertama.”
Arnav mendesah, jika pagi sudah tentu dia tak dapat datang ke kampus untuk memberi dukungan. Pria itu harus menghadiri briefing di kantornya.
“Ngga bisa diundur siangan gitu?”
“Ya ngga lah, ngaco aja. Aku masuk dulu ya, hati-hati di jalan. Assalamu’alaikum.”
“Waalaikumsalam.”
Arnav memandangi Meta masuk ke dalam rumah. Setelah Meta hilang dari pandangannya, barulah pria itu membalikkan badannya. Sambil bersiul kecil dia masuk ke dalam mobil.
🍂🍂🍂
CRV silver milik Nick mulai memasuki daerah tanah kusir. Selama perjalanan dari cafe sampai sekarang, tak ada pembicaraan di antara Nick dengan Iza. Pria itu terus mengendarai mobilnya melewati perlintasan kereta api. Saat mendekati gedung sekolah, Nick malah membelokkan mobilnya.
“Nick...”
“Aku antar sampai depan rumah. Kamu pasti kerepotan bawa semua kado dari temanku.”
Iza terdiam, apa yang dikatakan Nick memang benar. Kedua tangannya tak akan bisa membawa semua kado pemberian Nick dan teman-temannya. Kendaraan roda empat itu akhirnya berhenti di sebuah rumah bercat biru muda. Iza membuka pintu mobil disusul oleh Nick. Pria itu kemudian membuka pintu belakang lalu mengeluarkan semua pemberian teman-temannya, termasuk buket bunga darinya.
Iza mengambil buket bunga dan kotak kue dari tangan Nick kemudian masuk ke dalam rumah yang kebetulan pintu pagarnya terbuka. Setelah mengucapkan salam, gadis itu masuk ke dalam diikuti oleh Nick dari belakang. Kedatangan Iza disambut oleh ummi.
“Baru pulang Zi? Gimana sidang kamu lan...car.”
Ucapan ummi sempat terpotong ketika melihat lelaki berparas bule berdiri di belakang anaknya. Menyadari hal itu, Iza segera memperkenalkan Nick pada umminya.
“Ummi.. kenalin ini temanku, Nick. Dia yang waktu itu bantuin aku sebar angket.”
“Oohh.. terima kasih sudah bantuin Iza.”
“Sama-sama tante.”
Nick meraih tangan ummi kemudian mencium punggung tangannya. Walau sudah lama berlalu, namun ajaran ummi Salma dan Farid masih melekat di benaknya. Dia paham bagaimana menghormati orang yang lebih tua. Ummi mempersilahkan Nick untuk duduk. Iza meletakkan dus kue dan coklat di atas meja makan, sedang sisanya dibawa ke kamar. Sebelumnya dia berpamitan pada Nick.
“Nick.. aku ke atas dulu ya, mau mandi.”
“Silahkan.”
Ummi juga beranjak ke dapur untuk membuatkan minum. Mata Nick memandang berkeliling. Di depannya terpajang foto keluarga berukuran besar. Iza hanya mempunyai seorang kakak laki-laki, wajahnya mirip dengan ummi. Sedang Iza lebih banyak memiliki gen ayahnya, hanya kulit putihnya saja warisan ummi.
Ummi datang dengan nampan berisi secangkir teh hangat dan piring berisi risoles yang baru saja selesai digorengnya. Dia meletakkannya di atas meja, lalu ikut duduk bersama Nick. Sejenak ummi menelisik penampilan pria muda di hadapannya. Secara fisik, Nick terlihat sempurna.
“Sudah lama kenal dengan Iza?” suara ummi memecah keheningan di antara mereka.
“Belum terlalu lama, tante.”
“Kenal Iza di mana?”
“Kita bertemu ngga sengaja. Kebetulan Iza penelitian di kantor teman saya.”
“Nick sendiri sudah bekerja atau masih kuliah.”
“Saya kerja di hotel Ambrosia Hills.”
“Wah itu kan hotel bintang lima ya. Sering lihat iklannya di tv.”
“Iya tan.”
Suasana kembali hening. Ummi dapat menilai kalau Nick adalah lelaki yang memiliki kecerdasan dan juga kepercayaan diri yang tinggi. Dia selalu menjawab pertanyaan tanpa ragu-ragu dan berani bersitatap dengannya. Suasana hening pecah saat Iza datang bergabung. Penampilan gadis itu sudah lebih segar dengan mengenakan pakaian yang lebih santai. Iza duduk di samping ummi.
“Abi mana ummi?”
“Abi tadi dijemput om Anton. Minta diantar bertemu dengan calon besan katanya.”
“Aurel mau nikah, ummi?”
“Sepertinya begitu.”
Iza hanya manggut-manggut saja. Aurel adalah kakak sepupu dari Iza, usianya hanya terpaut dua tahun saja.
“Nick, diminum tehnya. Cobain itu risoles buatan ummi,” ucap Iza.
“Kalau rasanya ngga seenak buatan hotel, harap maklum ya,” sambung ummi.
Nick hanya tersenyum tipis, diraihnya cangkir berwarna putih dengan ornamen berwarna keemasan di pinggirnya. Rasa teh terasa pas di lidahnya, tidak pahit dan tidak terlalu manis. Kemudian tangannya mengambil risoles yang masih tersisa hangatnya. Harus Nick akui kalau rasa risoles buatan ummi benar-benar enak.
“Gimana, enak ngga?” tanya Iza penasaran.
“Enak. Kenapa ngga coba tawarin ke hotel ummi? Kalau untuk snack acara meeting, kita suka ambil dari luar. Eh maaf, tante.”
“Panggil saja ummi, ngga apa-apa. Ummi mana punya waktu untuk itu. Lagi pula abinya Iza pasti ngga akan ijinin.”
“Ummi sibuk ngurus butik,” terang Iza.
“Ummi business woman juga.”
“Cuma menyalurkan hobi aja.”
Pembicaraan ringan terus mengalir di antara ketiganya. Iza senang karena ummi cukup terbuka dengan kehadiran Nick. Dalam hati dia juga bersyukur abinya tak berada di rumah. Dirinya masih belum siap memperkenalkan Nick, setidaknya untuk saat ini.
Hari semakin sore, Nick pun pamit pulang. Ummi membekali Nick satu wadah t**perware risoles, karena ternyata pemuda itu sangat menyukainya. Iza mengantarkan Nick sampai ke depan mobilnya.
“Terima kasih untuk hari ini,” ucap Iza.
“Sama-sama. Terima kasih juga sudah diperbolehkan mampir dan berkenalan dengan ummi. Apa ini semua berarti kamu memberikan kesempatan padaku?”
“Apa kamu serius?”
“Menurutmu?”
“Ck.. kebiasaan deh jawab pertanyaan pake pertanyaan lagi.”
Iza memutar bola matanya, Nick hanya terkekeh saja. Dia menyenderkan punggung ke body mobil, tangannya bersidekap dan mata menatap lurus ke arah Iza. Gadis itu mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tak sanggup rasanya bersitatap lebih lama dengan pria di depannya. Selalu ada gelanyar aneh ketika menatap iris coklat itu.
“I miss you, Zi... really miss you. Sebulan ngga ketemu kamu dan bertukar kabar denganmu membuat aku ngga karuan. Kalau pun kamu ngga memberiku kesempatan, aku akan terus mencoba sampai kamu memberikan kesempatan. Apa itu menjawab pertanyaanmu?”
“Ayo kita coba. Tapi kamu ngga keberatan kan kalau kita bertemu, aku ajak Meta.”
“Ngga masalah. Kamu mau ajak pak RT atau hansip sekali pun aku ngga akan keberatan.”
“Apa sih...”
Iza tersenyum tipis mendengar gurauan garing Nick. Dalam hatinya berharap keputusan yang diambilnya ini benar. Hampir sebulan ini dia sudah memikirkan matang-matang penawaran Nick.
“Aku pulang.”
“Hati-hati di jalan.”
“Hmm...”
Nick membalikkan badannya lalu tangannya meraih gagang pintu. Namun belum sempat membukanya, kembali terdengar suara Iza.
“Assalamu’alaikum.”
Tangan Nick terhenti, refleks dia membalikkan tubuhnya. Netranya menatap ke arah Iza yang nampak tengah menunggu jawaban salam darinya.
“Waalaikumsalam.”
“Salah satu aturan ta’aruf kita adalah mengucapkan salam ketika bertemu dan berpisah. Aku mau kita saling mendoakan untuk kebaikan.”
“Ok.. aku akan membiasakan diri mulai sekarang.”
Nick kembali menghadapkan tubuhnya ke mobil kemudian membuka pintu kereta besi tersebut. Dia menurunkan kaca jendela, tangannya melambai ke arah Iza ketika kakinya menekan pedal gas.
Baru saja mobil Nick berjalan beberapa meter, dari arah berlawanan muncul kendaraan milik Anton. Kedua mobil tersebut berpapasan. Dari dalam mobil, Rahadi berusaha melihat ke arah pengemudi mobil yang tadi sempat dilihatnya tengah berbicara dengan anak gadisnya.
Iza mengurungkan niatnya masuk ke dalam rumah begitu melihat mobil Anton berhenti di depan rumah. Rahardi beserta Anton turun dari dalamnya. Iza menghampiri kedua pria paruh baya tersebut kemudian mencium punggung tangan mereka.
“Siapa tadi Zi?” tanya Rahadi tanpa basa-basi.
“Teman.”
“Teman yang mana? Kayanya abi belum pernah lihat sebelumnya.”
“Ehem!!”
Deheman Anton menghentikan Iza yang baru saja hendak menjawab pertanyaan abinya. Dia memberikan isyarat pada keponakannya itu untuk masuk ke dalam rumah. Adik iparnya ini memang terlalu ketat pada anak gadisnya.
“Berikan sedikit kebebasan pada Zi, jangan terlalu mengekangnya.”
“Aku hanya bertanya.”
“Caramu bertanya sudah seperti polisi yang menginterogasi maling. Aku pulang, bilang sama Mina, aku ngga mampir. Makasih sudah menemaniku.”
Anton masuk kembali ke dalam mobilnya. Tak lama kendaraan roda empat jenis sedan itu melaju meninggalkan Rahadi yang masih terpaku di tempatnya berdiri. Sejenak kemudian pria itu melangkahkah masuk ke dalam rumah.
🍂🍂🍂
Nick melangkah keluar dari kotak besi berbentuk persegi saat sampai di lantai 20. Dia terus berjalan menuju unit milik mamanya. Setelah memasukkan enam digit kode keamanan, pintu pun terbuka. Keadaan apartemen nampak sepi, Nick terus menuju kamarnya. Saat melintasi kamar Diah, samar-samar dia mendengar suara de**han dari dalam kamar.
Nick langsung masuk ke dalam kamarnya tanpa mempedulikan suara yang didengarnya. Pastinya sang mama tengah memuaskan Mr. Smith, karena akhir pekan adalah jadwal pria berkebangsaan Australia itu berkunjung.
Nick masuk ke kamar mandi. Ditanggalkan semua pakaian yang melekat di tubuhnya kemudian berjalan menuju shower. Guyuran air dingin seketika menghilangkan kepenatan yang dirasakannya. Setelah membasuh tubuh dan kepalanya, Nick mengakhiri ritual mandinya. Dia berjalan menuju wastafel.
Nick membuka lemari kecil yang terletak di sudut. Tangannya meraih shaver, kemudian perlahan dia mulai menipiskan bulu-bulu lebat yang menumbuhi rahangnya. Setelah selesai merapihkan jambangnya, Nick keluar dengan handuk melilit di pinggangnya. Tangannya membuka lemari lalu mengambil sepasang pakaian santai.
Nick keluar kamar lalu menuju dapur. Terlihat Diah tengah duduk di kursi makan. Nick membuka kulkas lalu mengambil sebotol minuman dingin dari dalamnya. Dia menarik kursi kemudian duduk berhadapan dengan Diah yang sedang memotong apel.
“Kapan kamu datang?”
“Baru saja.”
“Pekerjaanmu lancar?”
“Hmm..”
Nick mencomot sepotong apel dari piring kemudian memasukkan ke dalam mulutnya sekaligus. Diah kembali mengambil sebutir apel untuk dipotongnya lagi lalu menyodorkannya pada Nick. Walau sudah sebesar ini, Nick masih bersikap manja padanya.
“Kamu mau makan apa? Nanti mommy buatkan.”
“Pasta aja mom.”
Diah berdiri, diletakkan piring berisi buah beserta segelas air dingin kemudian membawa ke kamarnya. Tak lama wanita itu kembali ke dapur. Dia hendak membuatkan pasta untuk Nick.
“Mom.. aku lagi ta’aruf sama seseorang.”
Diah menghentikan kegiatannya yang tengah mengiris cabai. Ditolehkan kepalanya ke arah Nick yang masih memakan apelnya. Dia mencuci tangannya kemudian menghampiri sang anak. Dipeluknya leher Nick dari belakang.
“Siapa perempuan itu?”
“Iza, namanya Iza.”
“Apa dia cantik?”
“Banget.”
Diah terkekeh, hatinya begitu bahagia mendengar sang anak tengah dekat dengan seorang perempuan. Hampir saja dia menyangka Nick g*y, karena tak pernah sekali pun memperkenalkan perempuan padanya. Dia mencium pipi Nick kemudian kembali ke tempatnya. Meneruskan apa yang tadi terhenti.
“Kapan mommy bisa bertemu Iza?”
“Nanti mom. Aku belum siap menceritakan tentang keluarga kita padanya sekarang.”
“Apa kamu malu soal mommy?”
Nick berdiri kemudian menghampiri Diah. Dipeluknya wanita yang telah membesarkannya itu. Tangannya mengusap punggung Diah.
“Aku ngga malu soal mommy. Aku hanya butuh waktu buat menceritakan semua ini padanya. Karena aku ingin memulai hubungan tanpa menutupi sesuatu. Dia berhak tahu semua tentang aku. Aku tidak mau dia menganggap mommy rendah, makanya tolong beri aku waktu untuk mengenalkannya pada mommy.”
“Kamu pasti sangat mencintainya,” Diah membalas pelukan Nick.
“Iya mom. Tapi perjuanganku untuk mendapatkannya masih panjang. Doakan aku mom.”
Diah mengurai pelukannya. Ditatapnya wajah sang anak kemudian kedua tangannya menangkup wajah Nick.
“Mommy pasti selalu mendoakanmu. Mommy akan lakukan apapun untuk membuatmu bahagia,” Diah mencium kening Nick kemudian kembali memeluknya.
“Oh iya mom, tadi ibunya Iza ngasih risoles, sebentar.”
Nick bergegas masuk ke dalam kamarnya. Tak lama kemudian dia keluar dengan kotak berwarna kuning di tangannya. Dia menyodorkan kotak itu pada sang mama. Diah membukanya kemudian mengambilnya sebuah.
“Hmm.. enak.”
“Bener kan mom, enak.”
Diah mengangkat jempolnya lalu dia kembali berkutat dengan pekerjaannya, membuatkan pasta oglio olio, kesukaan anaknya. Nick duduk menunggu di meja makan sambil menikmati risoles.
🍂🍂🍂
**Jangan nyerah Nick, tapi Abi nya Iza emang nyeremin ya🙈
Arnav... jangan traveling Mulu otaknya.
Terima kasih buat semua yang udah mau mampir ke karyaku🤗 semoga cerita ini bisa menghibur kalian ya😘😘**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 114 Episodes
Comments
Nabila hasir
ngeri2 sedap baca kisahnya nick ma iza.
akankah mulus perjalanan ta'aruf nya
2024-06-07
1
🤎ℛᵉˣ𝐀⃝🥀OMADEVI💜⃞⃟𝓛
lnjut ni baca
2024-01-22
1
Safitri Agus
berat Nick perjuangan mendapatkan Iza,, terutama pihak keluarga Iza pasti mementingkan bibit bebet bobot, berjuanglah,,semoga ada jalan untuk niatmu yg baik ini.
2024-01-06
1