Bab 12

Karena tidak ada lagi yang bisa dijadikannya sebagai samsak tinju karena sudah semua wilayah selatan gunung Tukendi ini di jelajahinya dan semua rata rata sudah menjadi samsak tinjunya dengan hasil akhir tersimpan dalam cincin penyimpananya dalam keadaan mati, jadi dia memutuskan untuk menuju desa Tukaira untuk menjumpai paman Husannya lagientah dia masih disana atau diaman tapi yang jelas dia harus mengunjunginya.

Kali ini diatidak mau berlama lama untuk berjalan kaki, jadi dia meminta Fang Zin untuk mengubah dirinya menjadi burung biasa agar dia bisa menaikinya dan sampai ke tempat tujuan dengan cepat.

1 hari berlalu dan sekarang Ling Gom sudah berada di pinggir hutan gunung Tukendi, Ling Gom meminta turun dan menyuruh Fang Zin kembali jadi manusia lagi agar dia tidak menarik perhatian.

Menjelang malam dia baru sampai di gubuk bekas tempat tinggalnya dulu bersama Husan saat mereka sedang dalam pelarian, sekarang gubuk tersebut terlihat lumayan using dan disana sini terlihat dindingnya memiliki lubang sebesar kepalan tangan orang dewasa.

Ling Gom bertanya tanya apakah paman Husan masih disini atau dimana, jadi dia melangkah lagi untuk mencari penduduk agar dia bisa bertanya keberadaan paman Husan dimana.

Tapi belum sempat dia melangkahkakinya, dia melihat ada orang yang mendekatinya yang terlihat kurang jelas karena remang remang dan yang terlihat hanyalah seorang pria yang memiliki janggut dan rambut panjang yang telah di ikat kebelakang.

“Siapa”, ujar sosok tersebut.

“Maaf paman kalau aku bertanya paman siapa”, sahu Ling Gom balik bertanya karena mereka saling tidak mengenal demikian juga sosoktersebut yang tidak mengenali Ling Gom apalagi karena tidak adanya penerangan.

“Aku bernama Husan dan dari suaramu sepertinya kamu masih muda, apakah yang tua ini bisa tahu dengan siapa?” tanya sosok itu yang ternyata adalah Husan yang sedang dicari oleh Ling Gom.

Ling Gom akhirnya senang mendengarnya karena rupanya Husan belum meninggalkan Desa Tukaira ini, lalu dia memperkenalkan dirinya kepada Husan.

“Masih ingatkah pama denganku Su Fan?” tanya Ling Gom yang sekarang kembali memakai identitas sebagai tuan muda keluarga Su.

“A..apa? tuan muda masih hidup?” tanya Husan tergagap karena tidak menyangka penantiannya selama 3 tahun menunggu didesa ini tidak sia sia, tuan mudanya akhirnya kembali dengan selamat.

Dulu banyak masyarakat desa Tukaira menyayangkan Husan membiarkan Su Fan memasuki Wilayah Gunung Tukendi saat tanggal 15, mereka meyakini bahwa Su Fan tidak akan selamat disana dan sebab itulah banyak orang yang menyalahkan Husan apalagi karena umurSu Fan pada saat itu masih 5 tahun.

Tapi kenyataannya sekarang di hadapannya adalah tuan mudanya yang dalam keadaan sehat, bahkan banyak perubahan terlihat baik dari segi tubuh yang makin terlihat gagah maupun ketampanan tuan mudanya yang bagaikan giok sempurna.

“Ada apa paman, apakah paman melihat hantu?” tanya Ling Gom karena melihat Husan mematung karena kaget.

“Ah tidak apa apa tuan muda, mari kita masuk dulu kedalam gubuk kita”. Ajak Husan mempersilahkan Ling Gom masuk.

“Eh rupanya ada teman, kalau yang tua ini boleh tahu siapakah gerangan nona muda ini?” tanya Husan lagi.

“Perkenalkan ini kakakku paman, namanya Fang Zin”. Jawab Ling Gom memperkenalkan Fang Zin.

“Salam paman”, sahut Fang Zin menyapa dengan hormat.

“Ah salam nona, maaf tidak mengenali dan yang tua ini mohon maaf kalau gubuk yang tua ini terlihat tidak layak”. Ucap Husan merasa bersalah.

“Tidak apa apa paman, adikku saja tidak masalah jadi kenapa aku harus mempermasalahkannya”. Sahut Fang Zin ramah.

Akhirnya mereka bercerita panjang malam itu, tidak lupa Husan menyediakan hidangan malam untuk Ling Gom dan Fang Zin.

Keesokan harinya Ling Gom memaksa Husan ikut dengannya ke ibukota karena di kota dia mau melakukan sesuatu dan semalam Fang Zin mengusulkan untuk membuat satu bisnis yang akan di jalankan oleh Husan, Ling Gom setuju akan hal itu sehingga meskipun Husan menolak ikut Ling Gom tetap ngotot mengajak Husan jadinya Husan tidak bisa menolak lagi.

Menurut Ling Gom tidak akan susah buatnya mendirikan suatu bisnis karena kekayaannya yang di berikan oleh kedua orang tuanya melebihi kekayaan 10 kekaisaran, itu hanya menghitung koin perunggu hingga emas sedangkan kekayaan batu batu berharga lainnya dia tidak akan kekurangan sedikitpun.

Setelah mengatur persiapan mereka semua, Husan membawa mereka ke tempat yang menyediakan kereta untuk di ongkos.

Ling Gom mengambil kereta yang ditarik oleh 2 kuda yang tangguh, dia memberikan harga 300 koin perunggu karena dia bukan menyewa tapi sekalian membeli.

“Dari mana tuan muda mendapatkan uang yang banyak?” tanya Husan heran.

“Ceritanya panjang paman, dan jikapun aku menceritakannya pasti paman tidak akan paham”. Jawab Ling Gom, “bukannya aku meremehkan paman tapi sebaiknya itu jadi rahasiaku saja hehehehe”. Lanjutnya lagi.

Merekapun mulai berjalan dengan pengendali kuda yaitu Husan, Ling Gom dan Fang Zin berada dalam kereta duduk dengan santai.

……………………

Saat ini mereka bertiga tengah antri dipintu gerbang ibu kota kekaisaran, hal wajib bagi siapapun yang ingin memasuki ibukota maka harus di periksa terlebih dahulu.

Dalam antrian itu Ling Gom teringat dengan ayah dan ibunya Su Tang dan Yu Ling, jejak kesedihan muncul dimatanya dan perlahan dia air mata mengalir disudut pipinya.

Husan juga merasakan hal yang sama dan melihat Ling Gom dari celah pengemudi, dia tahu bahwa tuan mudanya akan sedih karena mengingat orang tuanya dan makanya dia awalnya bersikeras tidak ingin kembali ke ibukota.

“Tuan muda tidak apa apa?” tanya Husan khawatir.

“Tidak apa apa paman, lanjutkan saja”. Sahut Ling Gom.

Sekarang tiba giliran mereka untuk di periksa, lalu Husan menunjukkan tanda pengenal dari desa Tukaira sehingga mereka tidak memiliki kendala untuk memasuki ibukota tapi mereka harus membayar pajak 500 koin perunggu sebagai jaminan.

Karena tidak mau berdebat apalagi sedang dalam suasana hati yang sedih, Ling Gom tanpa pikir panjang mengeluarkan uang 500 koin perunggu dari dalam sakunya yang sebenarnya dia keluarkan dari dalam cincinnya.

Dia tidak mau terlihat mencolok karena keberadaan cincin penyimpanan sangatlah langka, hanya seorang kaisar yang memilikinya itupun dengan kapasitas 5 meter saja ruang yang tersedia dalam ruang cincin penyimpanan tersebut.

Setelah memasuki ibukota, Ling Gom meminta untuk mencari penginapan untuk mereka beristirahat sebelum mereka melaksanakan niat mereka untuk mendirikan bisnis.

Mereka mengelilingi jalanan untuk mencari penginapan hingga mereka melihat satu penginapan yang terlihat cukup mewah, tidakmau berlama lama merekapun segera kesana dan bertanya ke pelayan yang muncul menyambut mereka.

“Apakah kalian mau menginap atau hanya makan saja”, ucap pelayan perempuan itu dengan acuh karena menganggap kelompok Ling Gom adalah orang miskin.

“Kami mau menginap untuk 1 minggu, apakah ada kamar kosong dan berapa harganya”. Sahut Husan.

“Disini harga kamar mahal permalamnya 5 perak untuk kamar biasa saja belumlagi biaya makan, apa kalian sanggup”. Ucap pelayan itu mengeluarkan kesombongannya.

“Apakah begitu pelayanan didalam penginapan ini?” tanya Ling Gom yang sudah tidak bisa menahan lagi.

“Apa maksudmu bocah, apakah kau mau katakan bahwa aku harus tunduk kepada kalian yang miskin?” tanya balik pelayan tersebut dengan tindakan sarkasme.

“Pelayan cantik, kau terlalu sombong kepada orang”. Ucap Ling Gom “membeli seluruh penginapan ini pun kami sanggu, kalau tidak percaya cepat panggilkan pemiliknya suruh temui aku sekarang”, sambungnya dengan suara agak keras sehingga mengundang perhatian semua orang yang sedang makan dilantai satu tersebut.

Kebetulan pemilik penginapan sedang berada di meja penerima tamu sekalian meja bendahara atau kita menyebutnya saja meja resepsionis, ketika dia mendengar itu dia langsung menghampiri kelompok Ling Gom dengan marah karena merasa dia diremehkan oleh seorang anak kecil.

“Hey bocah apa maksudmu kau mampu membeli penginapan ini, ku beritahu padamu bahwa harga penginapanku ini seharga 13 keping emas dan kulihat dari tampangmu kau tidak akan sanggup”. Ucap pemilik tersebut yang bernama Jin Su.

Tanpa banyak kata basa basi, Ling Gom segera mengambil uang sebanyak 14 keping emas dari sakunya dan melemparnya kearah muka sang pemilik restoran tersebut.

“Sekarang kalian bisa angkat kaki dari sini karena sekarang akulah pemilik restoran ini, ingatlah ini bahwa jangan pernah melihat dan menilai seseorang dari bajunya saja”. Ucapnya santai.

Pemilik yang merasa terhina menjadi naik pitam dan hendak menampar muka Ling Gom tapi baru saja melangkah dia sudah langsung melayang keluar penginapan, dia pingsan diluar tanpa tahu apa yang terjadi sedangkan pelayan tadi menganga menyaksikan tuannya di buat terbang hanya karna sebuah tamparan kecil dari seorang perempuan yang terlihat muda.

Ya itu adalah ulah Fang Zin yang juga sudah tidak tahan melihat tuannya di rendahkan, jadi saat dia melihat Jin Su hendak menampar tuannya jadi dia langsung bertindak dengan gerakan pelan dan santai sehingga pelayan itu dapat melihat gerakannya.

Terpopuler

Comments

Rahman To Bone

Rahman To Bone

ok

2022-02-25

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!