Setelah berjalan kurang lebih seratus meter dari gerbang kampus, Irvan menumpang taxi lalu pergi ketempat yang dijanjikan untuk bertemu Tuan Leon disana.
“Mau kemana tuan,” tanya sopir taxi dengan santun
“Antar aku ke hotel Malae,” jawab Irvan sontak membuat sang sopir mengarahkan matanya kearah kaca untuk memperhatikan wajah Irvan.
“Maaf anak muda. Aku tidak bercanda. Betulkah kamu ingin ke hotel Malae,” tanya sopir lagi.
“Memangnya aku terlihat sedang bercada ya?” Tanya Irvan sedikit kesal
“Itu hotel bintang enam, hanya orang-orang kelas ataslah yang bisa masuk ke sana. Sedangkan orang seperti kita ini, mungkin hanya bisa sampai digerbangnya saja” kata sopir menjelaskan dengan tulus, karena ia melihat dari penampilan Irvan.
“Iya aku mengerti. Aku punya janjian untuk bertemu seseorang di sana,” kata Irvan mengakhiri perkataan mereka hingga beberapa saat kemudian mereka tiba.
Setiba di hotel bintang eman itu, Irvan turun dengan tergesa-gesa. Ia tidak sabar lagi ingin melihat isi dalam salah satu hotel termegah milik mereka itu.
Irvan tidak lagi menghubungi Tuan Leon. Ia langsung memasuki lobi hotel.
Terlihat dua orang recepsionis cantik berdiri dan memberi salam kepadanya. Secara professional itulah prosedur wajib dilakukan.
“Tuan, mohon maaf, tolong tunjukan kartu akses Anda,” kata seorang recepsionis.
“Aku tidak punya kartu akses” Kata Irvan sambil mengangkat kedua bahunya lalu ingin segera berjalan terus.
“Hei … stop-stop. Tanpa kartu akses anda tidak diizinkan masuk atau paling tidak anda harus bersama seseorang yang memegang karu akses. Itu adalah protab standar hotel kami,” Kata recepsionis menjelaskan.
“Maaf, jika tidak memiliki kartu akses, kami persilahkan Anda untuk keluar,” kata resepsionis yang satu dengan sopan sambil mengarahkan pandangannya ke security.
“Aku telah membuat janji dengan seseorang di hotel ini,” kata Irvan memohon pengertian, namun security yang telah berada di dekatnya menghalangi Irvan dengan tubuh kekarnya sambil menjelaskan sekali lagi prosedur hotel itu.
Irvan yang merasa tidak mungkin bisa masuk akhirnya pasrah. Lalu dengan rendah hati ia memohon Izin untuk bisa tetap menunggu di lobi hotel itu, namun sekali lagi, kedua recepsionis tidak mengijinkan dengan alasan prosedur.
Irvan mulai kesal, lalu berkata “prosedur kalian terlalu aneh. Aku hanya memohon untuk menunggu seseorang disini saja kalian tidak izinkan”
Belum sempat dijawab, terdengar suatu suara berbicara dari depan pintu lobi hotel.
“Kenapa memangnya?”
Mendengar suara itu, Irvan berbalik.
“Kamu?” Ucap Irvan kaget.
“Iya, aku. Kenapa? Akulah yang menetapkan aturan itu” kata pria itu dengan kasar.
Kedua rerepsionis bersama securiti segera menunduk untuk memberi hormat ketika melihat pria yang baru saja datang itu.
“Hotel ini tidak pantas untuk orang miskin apalagi gembel dan tidak punya uang seperti mu,” kata pria yang ternyata adalah Jero.
Jero adalah kakak sepupu Viki. Ia juga seoarang senior di star Light University yang lulus dari jurusan perhotelan pada tahun yang lalu.
Ia seorang yang pintar, namun arogan, sombong dan sifatnya juga sama dengan Viki, pintar mencari muka serta suka membenci semua orang-orang miskin di kampus seperti Irvan.
Setelah Lulus, ia langsung diterima untuk bekerja di hotel itu, karena memang setiap lulusan terbaik dari kampus, pasti akan mendapat panggilan ke lembaga kerja milik grup parker.
Irvan tidak mempedulikan ucapan Jero. Ia berkata, “Aku kesini karena ada janji untuk bertemu seseorang.” Tetapi sialnya, ia ditanggapi dengan tertawa terbahak-bahak oleh Jero.
“Janjian dengan orang di hotel ini? Bercerminlah kau Irvan, sadar siapa dirimu? Kamu hanyalah orang miskin.”
Jero mengejek sambil tertawa lagi dengan keras hingga mengundang perhatian para pengunjung lain.
Beberapa orang mulai berdatangan, lalu sama-sama menghakimi Irvan karena melihat pakaian yang ia gunakan sangat murah.
Menurut mereka ia tidak pantas berada di hotel itu. Janganklan lobi, gerbangpun menurut mereka Irvan tidak layak.
Lalu Jero mulai berkata lagi
“Jangan-jangan kamu sengaja ingin melihat-lihat, lalu memotret dirimu sendiri untuk memamerkan kepada kawan-kawan gembelmu atau jangan-jangan kamu ingin mencuri sisa makanan di hotel ini,” katanya mengolok
Setelah mengatakan demikian, ia memerintah security untuk segera menyeret keluar Irvan dari hotel itu.
Irvan tetap berkeras. Karena tidak ingin keluar akhirnya dia berkata jujur bahwa kedatangannya karena sudah ada janji dengan Tuan Leon.
Mendengar nama Tuan Leon, security kaget lalu melepaskan tangannya dari Irvan. Ia takut, jangan-jangan ucapan Irvan benar.
Jero dan kedua resepsionis yang mendengar perkataan itu lantas tertawa, bahkan Jero langsung menampar Irvan dengan keras.
“Mony*t kau. Jangan sebutkan nama itu. Dia terlalu besar untuk kami apalagi anak terlantar seperti mu. Aku tidak segan-segan memerintahkan agar kau dilempar keluar dari sini, jika menyebut nama itu lagi,” kata Jero dengan nada yang sangat keras.
“Aku akan menyuruh Tuan Leon untuk segera kesini.” Kata Irvan lagi sambil memasukan tangannya ke saku untuk mengambil handphone,
Belum sempat ia mengelkuarkan tangannya, Jero memerintahkan agar ia diseret ke ruang keamanan hotel.
Sicurity langsung memegang kedua tangan Irvan sebelum ia sempat memencet tombol handphonenya. Ia dibawa ke ruang keamanan lalu dihajar oleh Jero disana.
Sementara Irvan mendapat hajaran di ruang keamanan, Tuan Leon tiba di depan Lobi Hotel sambil mengarahkan pandangannya ke kiri dan kanan seolah-olah mencari seseorang.
Kedua Recepsionis yang menyadari kehadiran Tuan Leon segera berlari menghampirinya, membungkukan tubuh mereka berulang kali sebagai tanda penghormatan lalu memohon maaf dan bertanya apa yang bisa mereka lakukan untuknya.
“Apakah kalian melihat ada seorang anak muda yang datang kesini?” Tanya Tuan Leon kepada kedua recepsionis itu.
“Maksud Tuan, pemuda miskin itu?” Kata seorang recepsionis dengan gugup yang langsung dibentak oleh Tuan Leon
“Jaga ucapanmu. Jangan sembaran kau menilai seseorang.” Marah Tuan Leon.
Mendengar kata Tuan Leon, kedua recepsionis langsung gemetaran sambil berlutut mereka memohon ampun dan berkata, “Tuan, ampuni kami. Orang yang mungkin Tuan maksudkan ada diruang kemanan hotel."
“Apaaaaa!!!?”
Bagai ditampar, wajah Tuan Leon memerah, sorot matanya tajam ingin membunuh.
“Jika benar ia di sana, akan ku hukum kalian berdua.” Lalu Tuan Leon berlari secepatnya ke ruang keamanan.
Dari luar ia mendengar suara Jero memaki-maki dan membentak Irvan dengan kasarnya.
Tuan Leon mempercepat langkah kakinya, karena jalannya masih harus memutar, lalu ia sampai di depan ruang keamanan.
Semua securiti yang berada disitu langsung membungku hormat padanya. Suara yang tadinya ribut hilang seketika menarik perhatian Jero di dalam. Ia mengulurkan kepalanya untuk melihat yang terjadi diluar.
“BUAR ....” Jero kaget bukan main
Tuan Leon ada didepan matanya.
“Tuan, untuk apa anda sudah-sudah datang kesini” kata Jero sambil membungkukan kepalanya.
“Tuan hanya perlu memerintah saja, kami akan melakukannya” katanya lagi dengan ketakutan, namun perkatannya tidak dipedulikan oleh Tuan Leon.
Tuan Leon masuk ke dalam.
“Wuahhhhhh”
Teriak Tuan Leon dengan marahnya, ketika ia melihat Irvan ada di ruang itu dengan posisi tangan terikat.
“Mengapa kalian lakukan ini. Cepat lepas talinya. Cepattttttttttt” teriak Tuan Leon dengan keras menggetarkan ruangan itu segingga mengagetkan semua orang, lalu cepat-cepat mereka melepas talinya.
Melihat ikatan ditangannya telah lepas, Tuan Leon berlulut dan memohon maaf kepada Irvan
“Maafkan aku Anak Muda.” Kata Tuan Leon tulus.
Tuan Leon menyebut “Anak Muda,” karena itulah panggilan yang telah mereka sepakati untuk memanggil Irvan sebelum identitasnya dibuka untuk umum.
Melihat apa yang dilakukan Tuan Leon, Irvan segera mencegahnya.
"Ini semua bukan salah mu Tuan."
Namun Tuan Leon tetap merasa bersalah, karena bagaimanapun semua karyawan di hotel ini ada di bawah tanggung jawabnya. Ia merasa gagal membina mereka.
Melihat sikap Tuan Leon yang terus merasa bersalah, Irvan menunjuk kearah Jero sambil berbicara
“Orang itulah yang bersalah. Dia patut mendapat hukuman. Lainnya yang ada disini bekerja atas perintahnya”
Mendengar kata Irvan yang mengarah padanya, Jero yang tadi-tadinya sangat egois dan merasa hebat sekali, kini ciut nyalinya.
Ia ketakutan karena melihat Tuan Leon membungkuk kepada orang itu dan memanggilnya penuh hormat. Lalu dengan gemetaran Jero berlutut.
Dengan posisi berlulut ia mendekat ke kaki Irvan lalu memohon ampun atas kesalahannya.
Ia merasa bersalah karena tidak mau mepercayai perkataan Irvan. Ia berbuat ceroboh. Ia bersedia menerima hukuman apapun asalkan tidak dikeluarkan dari kerjanya.
Tuan Leon yang sangat marah mendengar aduan Irvan segera mengangkat kakinya lalu menendang persis di wajah Jero membuatnya jatuh ke belakang. Hidungnya patah hingga mengeluarkan darah kental.
Semua security di ruangan itu langsung berlulut ketika melihat tindakan Tuan Leon. Mereka siap menerima hukuman.
Tidak puas dengan tendangannya, Tuan Leon mendekati Jero lagi, lalu menamparrnya berulang kali hingga membuatnya kembali terjatuh. Ingin rasanya dia dibunuh.
Rasa marah dihati Tuan Leon belum terpuaskan.
Ia berbalik menatap semua security di tuangan itu, lalu menampar mereka satu-satu dengan sangat keras.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Tano
emang enak
2022-05-18
0
Alya Yuni
Jngn mnilai seseorng dng penampiln
2022-02-25
0