Setelah melewati libur akhir pekan, mahasiwa Star Light University kembali melaksanakan aktivitas seperti biasanya.
Begitu juga dengan Irvan. Hari ini, ia ke kampus, walau hatinya masih galau, namun tetap semangat. Ia tidak ingin kenangannya bersama Rika menghancurkan cita-citanya.
Yang berlalu biarlah berlalu. Masalah cinta, kini menjadi urusan belakangan. Menyelesaikan kuliah lalu bekerja adalah motivasi utamanya.
Dengan mantap Irvan berjalan memasuki halaman kampus. Ia siap, walaupun disiksa dan dihina ia akan pasrah dan merima, asalkan bisa menyelesaikan kuliahnya.
Setibanya di ruang kuliahnya, ia merasa ada yang aneh. Beberapa teman wanita menjauhinya.
Irvan sadar, bahwa ini mungkin efek lenjutan dari kejadian malam itu. Ia cuek saja, lalu berjalan terus menuju bangku kosong di pojok belakang, karena memang disanalah tempat duduknya.
Belum sampai di kursinya, Lena, teman kelasnya yang juga se asrama dengan Rika berkata untuk menyindirnya “Kawan-kawan, hati-hati, jika tidak diberi uang, bisa diperkosa lho ....” Sindir Lena disambut jijik beberapa teman gengnya saja.
Irvan hanya senyum kecut mendengar itu. Tidak mau mengambil pusing. Baginya itu sudah biasa. Ia terus berjalan sampai di kursinya, meletakan tas jinjinganya, lalu duduk disana.
Shael, Nana, beberapa teman pria dan wanita lainnya tidak pusing dengan perkataan Lena. Mereka datang menghampiri Irvan.
Mereka tahu benar bagaimana sikapnya. Sudah dua tahun kuliah bersama, Irvan tidak seperti itu. Walaupun tidak punya uang, mereka yakin, dia tidak mungkin melakukan tidakan seperti yang dituduhkan kepadanya.
Mereka memberi penguatan kepadanya dan meminta agar jangan ambil pusing dengan sikap orang-orang di luar sana. Pikirkan saja masa depanmu di kampus, kata teman-temannya.
Melihat sikap teman-temannya, Irvan terharu. Ia ingin memberi klarifikasi, namun belum sempat berbicara, Nus, ketua kelas mereka yang baru saja datang, menyampaikan pesan kepadanya untuk segera ke ruang rektor karena ia sedang ditunggu.
Mendengar hal itu, Irvan sangat kaget dan bertanya
“Memangnya ada apa?” ucapnya dengan nada kuatir.
“Persoalan mu semalam di Asrama Putri” jawab Nus singkat.
“Itu fitnah” jawab Irvan dan langsung pergi meninggalkan ruangan, diiringi teriakan “Wuuu ...” dari Lena dan beberapa teman wanita lainnya.
Di ruang Rektor, Irvan menjawab setiap pertanyaan yang dilontarkan kepadanya dengan sungguh-sungguh.
Ada banyak pertanyaan yang menjebak, tetapi berhasil ia menepis semuanya.
“Baiklah Irvan, karena kamu adalah mahasiswa tercerdas di kampus ini, maka saya tidak keluarkan kamu.” Kata Rektor.
Sebenarnya Irvan merasa tiadak puas. Ia tidak di keluarkanbukan karena rektor mempercayai penjelasannya, tapi karena ia mahasiswa cerdas.
“Ah … biarpun Rektor tidak percaya, asalkan aku tidak dikeluarkan dari kampus ini.” Pikir Irvan cuek.
Walaupun tidak dikeluarkan, Rektor menyuruh Irvan membersihkan kolam ikan yang berada belakang kampus sebagai hukuman atas kejadian tadi malam.
Irvanpun menyanggupinya, lalu pamit untuk menjalankan.
* * *
Di halaman kampus, Viki, Anjas dan Reis kelihatannya bahagia. Rektor telah mengikuti keinginan mereka untuk menghukum Irvan.
Ketiganya senang, namun rasa puas belum nampak diwajah mereka. Walaupun Irvan dihukum, tapi dia masih tetap berkuliah di sana. Target mereka adalah Irvan harus dikelurkan.
Kali ini mereka berpikir keras mencari jalan untuk menjebak Irvan agar nantinya ia mendapatkan sanksi sesuai dengan keinginan mereka.
Beberapa menit berselang, Anjas berkata bahwa dia mempunyai ide, lalu meminta kedua temannya merapatkan kepala mereka agar dia membisikan strateginya.
Sambil angguk-angguk, Viki berkata “Ide cemerlang! Jangan tunggu lama untuk melaksanakannya.” Ia kelihatan tidak sabar untuk melihat Irvan dipermainkan.
Ia langsung mengambil telpon genggamnya lalu menghubungi seseorang.
Diujung telpon, seorang wanita yang belum mengenal nomor Viki bertanya dengan suara malas “ini siapa ….“ Ucapnya membuat Viki naik pitam.
Ia merasa jengkel karenanya nomornya belum tersimpan oleh wanita itu, lalu dengan kasar Viki memperkenalkan diri.
Setelah mengetahui siapa yang menelponnya, wanita yang ternyata adalah Via merasa ketakutan dan segera memohon maaf berulang kali.
Tanpa mempedulikan permohonan maaf Via, Viki langsung memerintahnya agar ia mencari mahasiswi miskin trasferan itu untuk datang menemuinya. Ia juga meminta Via ikut bersama datang ke gedung tidak terpakai yang terletak dibelakang kampus.
“Jika wanita itu masih bersih keras, ancam saja dia.” Kata Viki tegas sebelum akhirnya menurutup panggilannya.
Karena itu adalah perintah Viki, maka Via tidak berpikir panjang lagi untuk melaksanakannya.
Sambil hendphonenya disimpan di dalam saku, Viki mengajak kedua temannya menuju ke lokasi yang dijanjikan dengan Via. Namun setiba mereka disana, batang hidung Via belum terlihat juga.
Baru saja dua menit mereka menunggu, Viki sudah tidak sabaran. Ia kesal, karena Via sangat lambat.
Kembali ia memasukan tangannya ke dalam saku celananya, mengambil handphone dan ingin menghubungi Via, namun belum sempat ia menekan oke, terdengar suara Via yang marah-marah dibelakang gedung itu.
“Ayo cepat jalannya, Kak Viki telah lama menunggu kita. Jika aku dimarahinya, awas kamu.” Marah Via kepada seorang wanita yang diperintahkannya berjalan mendahuluinya.
Viki dan kedua temannya yang mendengar suara Via berbalik badan dan bersamaan dengan itu, wanita yang bersama dengan Via berlari ke arah mereka dan langsung berlutut persis di bawah kaki Viki.
Ia sangat ketakutan dan menagis sambil memohon agar tidak dikeluarkan dari kampus. Ia ingin tetap berkuliah disana.
Mendengar permohonan wanita itu, Viki tersenyum licik, sambil berkata “Gadis miskin nan bodoh…, pak Rektor akan mengikuti keinginan kami. Kamu tau itukan?”
Lalu Viki melanjutkan perkatannya setelah ia melihat anggukan kepala dari wanita itu tanda ia tahu apa yang dibicarakan Viki.
“Rektor tidak akan mengeluarkamu! asal saja kamu jalankan perintah kami.” Ucap Viki sambil
berjanji.
Wanita itupun mengangguk-angguk lagi tanda mengerti. Namun sebelum menyetujui permintaan Viki, ia berkata bahwa ia akan lebih memilih dikeluarkan dari kampus, jika perintah yang akan diberikan kepadanya adalah untuk menyakiti orang lain.
Wanita itu dibesarkan dengan suatu didikan moral yang sangat kuat. Sejak kecil, ia telah diajarkan untuk lebih baik disakiti dari pada menyakiti.
Secara jujur Reis terharu mendengar ucapan wanita tadi, namun dasarnya yang egois membuatnya mendustai hati nuraninya lalu mengejek wanita itu katanya “wao … wao … wao, aku terharu. Masih ada juga orang bodoh sepertimu.” Olok Reis.
“Kami tidak menyuruhmu untuk menyakiti siapa-siapa” sambung Anjas. “Hanya ingin agar kamu membersihkan kolam Ikan. Itu saja kok.” Katanya lagi dengan senyum licik.
Kemudian Vikipun ikut memberi penjelasan bahwa apa yang mereka perintahkan ini hanyalah sekedar untuk mengetahui sejauhmana wanita itu patuh terhadap keinginan mereka.
Dia juga menambakan lagi dengan sebuah ancaman bahwa setiap mahasiswa miskin yang tidak mau mengikuti keinginan mereka harus angkat kaki mu dari kampus itu.
Sebagai orang yang tidak punya pilihan lagi, wanita itu menyanggupi keinginan anak-anak egois tadi. Ia siap membersihkan kolam ikan.
* * *
Irvan yang tadinya mendapat sanksi dari Pak Rektor, kini tengah asik membersihkan kolam ikan yang
pertama sambil bersiul-siul menghibur diri sendiri
“Siul … siul ... siul ....”
Irvan terus bersiul membunyikan instrumen lagu kesukaannya, sambil sesekali ia begoyang lalu terus menjaring daun-daun dengan jaring ditangannya.
Ia tidak sadar kalau ada seorang wanita sedang mendekat. Ia terus bergoyang membuat wanita yang sedang berjalan itu senyum-senyum malu sendiri.
Ketika, sampai di belakangnya, wanita itu menyapanya dengan lembut sekali “Hay Kak ….” Kata wanita itu.
Seakan terbang melayang mendengar suara itu, secepat kilat Irvan langsung berbalik badan, tapi sayang, karena gerakannya yang cepat, kakinya tergelincir membuatnya hampir saja terjatuh ke dalam kolam.
Melihat Irvan yang tidak punya keseimbangan, wanita itu secara refleks melompat ke arahnya, meraih tangan Irvan, kemudian menariknya keluar.
Ketika Irvan tertarik keluar, wanita itu segera menyadari bahwa Irvan pasti akan menabraknya dari depan, segera menggeserkan tubuhnya ke samping, sehingga membuat Irvan menabrak angin, lalu terjatuh ke depan.
“Hik … hik … hik….” Wanita itu tertawa melihat Irvan yang jatuh di tanah.
Sambil berdiri, Irvan membersihkan sisa lumpur yang masih menempel di lengannya, kemudian mengangkat kepalanya untuk melihat wajah wanita itu.
Betapa terkejutnya ketika kedua pasang mata mereka saling memandang. Lalu secara serentak berkata: “Kamu…?”
Wanita itu senyum malu, lalu berkata “Maaf, aku mengagetkanmu.”
Melihat ada senyuman manis keluar dari wajah wanita itu, Irvan berkata “Tidak, bukan salah mu.” Kata Irvan
Bukannya langsung membalas kata-kata Irvan, wanita itu justru tertawa tulus sambil berkata
“Kak ... kok sama seperti ….” Ia malu menyelesaikan kata-katanya,
Irvan yang mengeri dengan keadaan, langsung menghilangkan kecanggungan itu, kemudian ia berkata....
“Ya … seperti malam itu, biarlah kita saling memaafkan.” Ucap Irvan sambil mengarahkan tangannya tanda ingin berkenalan.
“Irvan!” katanya memperkenalkan diri
Sambil menyambut tangan Irvan, wanita itupun memperkenalkan dirinya
“Aku Fania,” ucapnya lembut. “Senang berkenalan dengan Kak Irvan,” lanjutnya lagi.
“Iya senang berkenalan dengan mu juga.” Sahut Irvan dengan tatapsn penuh kekaguman akan kecantikan Fania.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Abaslim
banyak iklan yang memaksa kurang nyaman..jadinya
2022-05-24
0
la beneamata
ceritanya terlalu dipaksakan deh,ngk asik
2022-02-20
0
Tjetjep Sulaswara
dasar cerita..masa seorang Rektos bodoh..periksa si Rikanya..jngn sepihak..dikonfrontir
2022-01-27
1