Ketika semua dosen dan Rektor keluar, Viki, Reis, Anjas dan Via yang rupanya sejak tadi menguping rapat tersebut mengambil kesempatan dengan berjalan masuk ke dalam ruangan.
Setelah memastikan tinggalah mereka berenam, Viki mulai berbicara denga suara nyaring sengaja membujuk Fania yang sedang menangis
“Sudahlah, jangan sedih lagi,” bujuknya sambil tersenyum puas. “Lagian itu juga bukan salah kalian kan!” Kata Viki lagi yang tentu saja membuat Fania dan Irvan kaget.
“Maksud kamu apa?” Tanya Irvan ingin tahu
Kemudian, dengan tertawa puas Viki mempermainkan mereka, lalu ia mengatakan bahwa semua yang terjadi itu karena suratan takdir, jadi ia meminta agar Fania dan Irvan pasrah saja menerimanya.
Irvan diam saja ketika mendengar perkataan Viki. Ia ingin menyimak lebih jauh apa yang akan dikatakan lagi olehnya.
Dalam hati, ia menaruh rasa curiga bahwa foto itu di edit oleh mereka, jika saja ada pengakuan tentang foto itu, maka ia pastikan ketiga orang itu akan dihajarnya hingga babak belur.
Viki terus berulah, namun Irvan tetap diam saja, sampai akhirnya, Fania teringat akan janjinya dengan Viki, lalu ia berkata.
“Kak Viki, mana janji mu, bahwa Rektor tidak akan keluarkan aku,” tagihnya.
“Apa janji ku?” Tanya Viki sambil tertawa, lalu menghina Fania. “Kamu wanita bodoh, jangan cepat-cepat mau diperalat.” Ujarnya sambil menghina Fania lagi.
“Bukankah Kak Viki yang menyuruhku membersihkan kolam?” Kata Fania dengan kesal smabil melihat wajahnya, lalu ia menatap Via yang ada disamping Reis.
“Benar, aku yang menyuruh mu ke kolam. Tapi aku tidak pernah menyuruhmu untuk tenggelam disana kan?" Balas Viki sambil diikuti ledekan teman-temannya dan merekapun tertawa dengan puas.
“Tapi …” belum sempat Fania menyelesaikan kata-katanya, Viki langsung berbicara.
“Cukup. Aku malas mendengar ocehan mu. Baiklah, aku akan menelpon ayahku dan memintanya menghubungi Rektor agar merubah keputusannya.” kata Viki dengan sombong, sok menunjukan kekuasaannya.
Sebenarnya, hal ini juga bagian dari skenario mereka. Tujuannya untuk meningkatkan rasa sakit hati Irvan.
Fania yang mendengar sikap Viki, langsung berlutut dan berterima kasih.
“Bagaimana dengan mu Irvan! Maukah kamu mencium kaki ku?” Kata Viki dengan angkuh.
Irvan melihat ada secercah harapan, iapun menyadari bahwa tidak apa-apa jika ia harus berlutut dan memohon di kaki Viki dan kawan-kawan. Toh hal itu sudah sering dilakukannya.
Mengenai foto, Viki tidak singgung apa-apa, jadi percuma jika dia terus menunggu hal itu.
Demi masa depannya, Irvan rela, jangankan berlutut untuk mencium kaki Viki dan kawan-kawannya, di suruh berlutuh lalu mencium kaki semua mahasiswapun Irvan rela demi kuliahnya.
Kemudian ia berbalik ke hadapan Viki, kemudian berlutut lalu memohon agar Viki mau menolongnya juga.
“Viki, tolonglah aku juga!” Kata Irvan dengan penuh kerendahan hati sambil mencium ujung sepatu Viki, namun Viki yang dasarnya sombong dan membenci orang miskin di kampus itu, dengan santainya ia menjawab.
“Aku tidak ingin melihat ada gembel di kampus ini. Siapa suruh kamu miskin!” Katanya dengan sombong sambil tertawa.
“Maksudnya?” Tanya Irvan meminta penjelasan dan langsung disambar oleh Reis.
“Yah, kemiskinanlah yang membuat kau seperti itu” tegas Reis diikuti tawa riang oleh Via.
“Kau tidak pantas dikasihani!” Ucap Viki pula mengakhiri perkataan mereka.
Irvan sangat kesal karena merasa dipermainkan. Ia juga menyadari bahwa tidak ada lagi harapan untuk berkuliah disana.
Kali ini, ia tidak bisa lagi menahan amarahnya.
Ia bangun agar tidak lagi berlutut di kaki Viki, kemudian dengan marah menatap Viki dan kawan-kawannya lalu mengancam mereka bahwa suatu saat dia akan membalas semua kelakuaan itu.
Bukannya merasa takut, Viki dan kawan-kawannya malah merasa sangat lucu, lalu mereka tertawa terbahak bahak sambil menunjuk-nunjuk ke wajahnya lalu terus mengolok-olok Irvan.
Saking marah dan kecewanya, Irvan yang saat itu berdiri persis dihadapan Viki, langsung menggerakan kakinya, tanda menyerang, lalu dengan gerakan secepat kilat, tangannya diayunkan ke arah Viki.
“Buk” suatu pukulan telak mendarat di perutnya.
Karena spontan terkena pukulan, Viki sedikit membungkuk memegang perutnya dan persis saat itu, tangan kiri Irvan bebas diayunkan ke rahangnya hingga membuatnya tergeser sedikit kebelakang karena kerasnya pukulan itu.
Belum sempat pula ia menegakan tubuhnya, sekali lagi serangan cepat dari Irvan mendarat ditubuhnya. Kali ini Irvan menendangnya dengan keras, persis mengenai dada kanannya membuat dia jatuh tersungkur di kolong meja.
“Aduh tolong!” Teriak Viki tidak berdaya.
Irvan ingin menghajarnya lagi, namun Reis dan Anjas yang melihat temannya telah jatuh, bergerak maju dan mau menyerang Irvan
Melihat pergerakan kedua orang itu, Irvan menyiapkan dirinya.
Baru selangkah Reis mendekat, Irvan lebih dahulu menyambutnya dengan sebuah pukulan telak di wajahnya.
“Plak” wajah Reis terkena hajaran Irvan.
“Adoh” teriaknya kesakitan.
Pukulan Irvan sangat keras menghantam wajahnya sehingga membuatnya terdorong ke belakang.
Tidak ada rasa kasihan di hati Irvan. Rasa ingin membunuh menyelimuti pikirannya. Ia ingin lagi memukul Reis, namun Anjas telah menendangnya.
Irvan melompat ke kiri untuk menghindari tendangan itu, lalu ia berbalik arah dan membalas dengan sebuah tendangan pula.
“Bruk” Anjaspun terjatuh.
Belum merasa puas dengan tendangannya, Irvan mendekatinya Anjas lagi lalu berkata “kalian terimalah balasan ku”
Kemudian secara berulang-ulang kali ia memukul wajah Anjas hingga babak belur, lalu ia menuju Reis dan Viki untuk menghajar mereka juga secara bergantian hingga ia puas.
Anjas dihajarnya lebih parah dari Viki dan Reis. Memang, dikelompok itu, Vikilah yang memimpin, namun kekesalan Irvan paling tinggi kepada Anjas, karena dialah yang paling banyak menyakiti Irvan secara fisik.
Setelah puas menghajar ketiganya, Irvan mengalihkan pandangnya kepada Via yang saat itu sedang gemetaran melihat ketiga kawannya dihajar.
Via ketakutan melihat aura membunuh diwajah Irvan hingga tanpa sadar ia terkencing dicelanya, lalu dalam ketakutan ia berlutut dan memohon ampun.
Irvan tidak pernah dan tidak mau memukul wanita, tetapi karena kekesalan dihati telah memuncak membuatnya mengayunkan sebuah tamparan ke wajah Via.
Tamparan yang pelan menurut ukuran Irvan, tetapi dirasakan sangat keras di wajah lembut Via. Bibirnya langsung mengeluarkan darah segar, karena pecah.
Lalu, Irvan mengulurkan tangan kepada Fania untuk mengajaknya pergi, namun Fania yang masih sangat kecewa kepadanya menarik tangnnya sebagai respon tidak setuju.
Irvan menatapnya dengan kesal, ia tidak bisa berkata apa-apa. Lalu pergi menigngalkan ruangan itu.
Mendengar kegaduhan di dalam ruangan, beberapa dosen datang untuk mengecek, namun terlambat. Semuanya telah berakhir.
Mereka hanya menemukan Viki, Reis, Anjas yang masih tertidur di lantai akibat hajaran Irvan, sedangkan Via masih gemetaran sambil berlutut.
Mereka ingin mengejar Irvan, tetapi niat itu dihentikan oleh Viki. Menurutnya, biarlah dia pergi, masih ada waktu untuk menghancurkannya.
Perkatan ini diucapkannya karena memang ada rencana jahat yang akan segera ia lakukan. Lalu dengan dibantu oleh para dosen mereka bangun dan berjalan tertatih-tatih keruang P3K untuk mendapat perawatan.
Beberapa menit kemudian, Irvan tiba di luar gedung. Ia ingin langsung pergi meninggalkan kampus itu.
Semua perjuangannya telah sia-sia.
Ia berjalan dengan kecewa, namun belum sampat di pintu gerbang, terdengar suara Rika memanggil.
“Irvan … tungngu!” Panggilnya.
Setibanya tiba dihadapannya, Rika langsung menyambar Irvan dengan beberapa kata menyakitkan.
“Aku tidak menyangka kalau kamu bisa berbuat sebejat itu!” Kata Rika
Irvan yang masih kesal dengan Rika tidak ingin berbicara dengannya, lalu berjalan maju dan hendak pergi, namun Rika yang belum puas, langsung menarik tangan Irvan.
Ia ingin menampar Irvan, namun hatinya tidak tega. Ia hanya menatap dalam-dalam wajah Irvan lalu menangis, kemudian ia berkata “Aku kecewa.”
Kejadian itu menyentuh hati Irvan, walaupun ia kesal dengan Rika, tetapi perkatannya yang barusan mengores dihatinya.
Untuk sejenak ia memikirkan kata-kata itu, entah kenapa ia berkata demikian padahal Rikalah yang memutuskannya.
“Ahhhh!”Teriak Irvan semakin pusing memikirnya semuanya.
Kemudian ia mengepalkan tangnnya kuat-kuat, ia merasa hidupnya telah hancur, lalu dengan kecewa dan marah ia pergi meninggalkan Start Light University.
Sementara ia berjalan keluar dari gerbang kampus, Viki yang sementara memperhatikannya dari jendela kaca ruang P3K mengambil telpon genggamnya lalu menelpon seseorang.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments