Hari telah pukul 9 pagi. Fania belum bangun dari tidurnya. Tidak ada kegiatan berarti yang harus dia lakukan sehingga membuatnya terus berbaring-baring.
Di pembaringannya ia mengingat Irvan.
Memang masih ada rasa kecewa, namun bagaimanapun, nasehat Ibu Rati agar dirinya mencari tahu kebenaran sesungguhnya dari perkataan Irvan harus dilakukan.
Fania mulai mengingat kembali kejadian waktu itu dengan tenang.
Satu demi satu setiap detail peristiwa kembali terlintas dalam benaknya.
Layaknya detektif menganalisan masalah, ia pun mulai memikirkan tentang foto itu dalam pikirannya.
Ia berpikir keras. Ingin segera memecahkan masalahnya saat ini juga, lalu menatap langit-langit kamarnya sambil terus berpikir jauh.
“Yaaaaa ...” kata Fania seolah-olah menemukan sesuatu.
Ia langsung bangun dan duduk bersila di atas tempat tidurnya hingga beberapa saat, kemudian pergi ke kamar mandi untuk memeriksa sesuatu.
“Harusnya ...! ” Fania terdiam.
“Setahu ku\, wanita yang pertama kali melakukannya\, pasti ada dar*h dan terasa perih ketika berjalan\, apalagi jika di perk**a\,” pikirnya lagi serasa ada kejanggalan.
Setelah kejadian di kolam, dia pulang bersama-sama dengan Irvan sambil berjalan seperti biasa dan bahkan sampai saat inipun tidak pernah merasakan perih atau menemukan tanda-tanda lain.
“Irvan tidak melakukannya. Aku masih …” Fania tidak melanjutkan kata-katanya.
Ia terdiam sejenak sambil bola matanya berputar ke atas “ya, aku tidak di apa-apakan,” ujar Fania dengan senyum bahagia, lalu dengan jari tangnnya, ia memastikan sekali lagi.
Benar ada kejanggalan di foto itu, Fania pun menyadarinya.
Ia juga baru sadar, jika benar diperk**a, maka seharusnya foto yang diambil ketika Irvan sedang menindihnya, tetapi mengapa hanya foto ciuman yang juga telah diakui Irvan bahwa ia lakukan itu persis di pinggir kolam.
Fania telah menemukan jawabannya.
Kekesalan kepada Irvan berganti rasa bersalah. Ia menyesal, harusnya waktu melihat foto itu, ia tidak boleh terbakar emosi, agar bisa mengendalikan dirinya dan berpikir jernih.
Walau situasi saat ini telah berubah, Fania bertekat mengambil langkah untuk memperbaiki semuanya. Ia kembali bersemangat.
“Mudah-mudahan masih ada kesempatan buat aku dan Irvan,” pikirnya, lalu ia berencana ke kampus mencari Shael dan Nana, teman karipnya Irvan untuk menanyakan tempat tinggalnya.
Fania ingin meminta maaf dan menjelaskan hasil analisanya kepada Irvan lalu memohon agar keduanya dapat menemui Rektor untuk menjelaskan ulang semua yang terjadi.
Karena telah di kamar mandi, sekalian saja dia mandi. Lalu melepaskan semua pakaiannya dan hendak menyirami tubuhnya dengan air, namun belum sempat dilakukannya, terdengan suara teriakan serta ketukan pintu yang kuat dari luar mengejutkannya.
“Tok, tok, Fania, Fania …”
Kaget! ya memang Fania kaget ketika teriakan itu memanggil namanya dengan keras, namun tidak panik setelah ia pastikan suara itu milik orang yang dikenalnya.
“Ada apa Lena mencari ku,” pikirnya penasaran namun bahagia juga karena sahabat karipnya datang.
Lalu hanya dengan berbalutkan handuk untuk menutupi bagian tubuhnya, Fania bergegas pergi ke depan unutk membuka pintu.
“Wao” senang hatinya, ternyata ada juga Tia dan Tasya, para sahabat yang ia rindukan.
Fania mengekspresikan kebahagiannya sampai lupa bahwa tubuhnya hanya diselimuti handuk.
Ia melompat saja ke depan dan ingin memeluk sahabat-sahabatnya, namun handuknya terlepas.
“Wa ....”
Sahabatnya berteriak saat adegan itu terjadi. Fania yang kuga kaget secara spontan melihat ke kiri dan kanan lalu segera tunduk mengambil handuknya lalu membalut kembali ditubuhnya dengan keras.
Untung saja, Fino dan beberapa kawan ojeknya belum ada di pangkalan yang persis berada di depan rumahnya, jika tidak, malunya sangat banyak. Apalagi Fino adalah seorang pria yang terkenal genit kepada wanita.
Soal ketiga kawan karibnya, Fania biasa saja, karena mereka sudah terbiasa saling melihat milik pribadi kawan-kawan.
Setelah Fania kembali berdiri, ia memeluk ketiga sahabatnya untuk melepas rasa kangen diantara mereka.
“Ayo silahkan masuk,” ajak Fania, “Aku kira kalian sudah tidak ingat aku lagi,” ucapnya dengan manja.
“Siapa bilang, kami lupa pada mu? Hanya menunggu waktu saja untuk datang. Kamu sendirikan tahu bagaiman kesibukan kita di kampus,” ucap Tia jujur dan Fania pun mengangguk-angguk setuju dengan penjelasan itu.
Setelah mereka duduk, Fania pamit hendak ke kamarnya untuk memakai pakaian, namun dicegat oleh Tia, katanya “tidak perlu ganti, melihat mu seperti itu, kami tahu kamu pasti ingin mandi”
“Betul,” jawabnya "Rencana ku mau bersiap ke kampus”
“Wah kebetulan sekali,” sambung Tasya, “Aku tahu kamu pasti akan segera mandi jika mendengar cerita kami” katanya lagi membuat Fania penasaran, lalu kembali duduk dengan handuknya.
Ia menatap teman-temannya dengan serius sambil menggerak-gerakan kepalanya tanda meminta mereka segera mengatakan maksud kedatangan.
“Kami ke sinipun ingin mengajak mu kembali ke kampus,” ucap Lena.
“What …! Mengajak ku ke kampus?” Tanya Fania bingung dan penasaran.
“Iya ... ke kampus,” sambung Lena sambil menganguk-angguk sendiri, lalu mulai menceritakan tujuan kedatangan mereka dengan penuh semangat.
Lena mulai mengatakan bahwa mereka datang dengan membawa kabar gembira dari kampus, lalu di lanjutkan dengan Tia dan Tasya bercerita secara bergantian tentang semua yang telah terjadi.
Dengan tatapan serius Fania mendengar cerita mereka bahwa di kampus telah terjadi suatu keheboan besar.
Baru kali ini dalam sejarah universitas itu, pihak kampus menyatakan permohonan maaf dihadapan seluruh mahasiswa.
Pihak kampus menyesal karena telah mengeluarkan Fania dan Irvan tanpa melakukan penelitian lebih dalam terhadap kesalahan mereka.
Rektor sendiri telah nyatakan penyesalannya karena ia gegabah dalam membuat keputusan.
Dalam tiga hari terakhir pihak kampus juga telah berupaya menghubungi Fania dan Irvan namun tidak terhubung.
Oleh karenanya mereka berinisiatif meminta bantuan para sahabat Fania dan Irvan agar membantu mereka menyampaikan berita itu dan meminta keduanya kembali berkuliah.
Mendengar cerita itu, pipi Fania dibajiri air mata bahagia. Tuhan menjawab doa-doanya. Keputusan mengeluarkan dia dan Irvan telah di batalkan.
“Wao … thanks God,” ucap syukurnya dalam hatinya.
Betapa bahagiannya saat ini. Baru saja ia menemukan kejanggalan dan ingin ke kampus, ternyata sudah dicari duluan.
Sambil terus mengucapkan kata-kata syukur di hatinya, Fania kembali melompat-lompat kegirangan hingga handuknya kembali terlepas.
“Hahahaha” Fania dan ketiga kawannya ketawa dengan lucunya, karena melihat Lena ikut berebutan dengan Fania merampas handuk.
Fania lebih cekatan. Ia berhasil selamatkan handuk, lalu berlari ke kamar mandi untuk bersihkan diri, ganti pakaian, tanpa sarapan lagi, kemudian bersama ketiga sahabatnya meninggalkan rumah lalu pergi ke kampus.
***
Di villa Mars, Irvan sedang asik ngobrol dengan dengan kakeknya. Mereka mebuat banyak rencana masa depan. Tiba-tiba ia mendapat panggilan telpon.
Rupanya Tuan Leon yang menghubunginya untuk meng-update informasi tentang apa yang terjadi di kampus dan tindakan yang telah diambil oleh rektor untuk menemukan Fania dan dirinya.
Tuan Leon juga melaporkan bahwa saat ini, ia bersama Pak Fais sedang dalam perjalanan ke kampus itu untuk memberi peringatan secara langsung kepada rektor Godliene.
“Bagus kalau begitu, jalankan sesuai rencana," kata Irvan.
Sebenarnya perencanaan ini bermula ketika Irvan menceritakan seluruh perjalan hidupnya dan berbagai perlakuan buruk yang dilakukan oleh mahasiswa kaya kepada mereka yang miskin selama berkuliah di Star Light University.
Ditambah lagi dengan tindakan Rektor yang semena-mena hingga mengeluarkan dia bersama Fania.
Mendengar cerita itu, Kakek sangat marah lalu memberi perintah kepada Tuan Leon untuk memberhentikan rektor saja lalu Irvan dan Fania bisa kembali berkuliah.
Irvan kaget mendengar saran itu. Ia ragu apakah bisa, karena sebenarnya rektor membuat keputusan itu atas keinginan orang-orang kaya yaitu orang tua Viki, Anjas dan Reis.
Namun, Tuan Leon mengatakan bahwa universitas yang terkenal sebagai kampus terbaik itu, bukanlah milik keluarga ketiga mahasiswa sombong itu.
Star Light University adalah salah satu dari ratusan kampus milik keluarga Parker yang tersebar hampir diseluruh negeri” ucap Tuan Leon membuat Irvan kaget bukan main.
Ia menoleh kepada kakeknya seakan-akan meminta klarifikasi.
Awalnya ia tidak percaya, tetapi Kakek meyakinkannya dengan memberitahukan tentang semua aset dan kekayaan serta investasi mereka di bidang pendidikan, barulah ia yakin.
Itulah kemudian ia mengatur berbagai rencana untuk dilakukan oleh Tuan Leon dan Pak Fais
Tetapi Irvan juga memberi pesan agar jangan dulu membongkar identitasnya.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Welly Sujono
💌💌💌💌💌💌💌💌
2022-05-25
0
Alya Yuni
Pecatkn ketiga orng tua ank biar tau rsa
2022-02-25
0