Tuan Leon sedang gelisah di ruang tengah. Ia sudah tidak sabar lagi menanti kedatangan orang yang ia perintahkan menjemput Irvan dan ibunya di rumah sakit.
Ia ingin bercerita untuk mendengar langsung suara anak muda itu.
Ia juga ingin melihatnya senyum ataupun tingkah laku apa saja supaya bisa dihubungkan dengan tuan muda Erik, karena walaupun dari segi wajahnya sudah tidak ada bedanya, namun ia masih.
"Harusnya mereka sudah tiba," pikirnya sambil sesekali melirik jam di tangannya, karena saat itu sudah pukul 6 sore. Namun tiba-tiba seorang pengawalnya datang menghampiri dan melaporkan kalau orang yang diperintahkannya telah tiba.
Senangnya bukan main. Tuan Leon segera berlari keluar ke lobi. Ia ingin menyambut kedatangan Irvan di villa itu.
Setelah pintu dibukakan, Irvan dan ibunya pun segera turun dari mobil. Ibu Kor tidak terlihat begitu bingung, karena memang dia sudah mengetahui rencana ini dari penjelasan orang yang menjeput mereka, namun wajahnya saja yang sedikit lain karena melihat kemegahan villa itu.
Ia melihat-lihat disekitarnya dengan penuh kekaguman. Ia tidak pernah menduga kalau bisa masuk ke rumah semegah itu.
Sementara ibunya memandang ke kiri dan kanan, Irvan hanya berdiri mematung melihat semuanya itu. Ia sangat bingung, badannya kaku. Ia tidak mengerti.
Ia bertambah penasaran karena saat ini ia ada di dalam sebuah istana megah yang dijaga ketat oleh pengawal disana-sini. Tadinya ketika masih di rumah sakit, ibunya hanya mengatakan bahwa mereka telah mendapatkan tempat tinggal dan saat ini akan pulang kesana.
Sedang Irvan dalam kebingungan, Tuan Leon terus memperhatikannya. Ia bahagia sekali, benar-benar kini dihadapnnya anak tuan mudanya.
Tuan Leon maju kedepan lalu menyambut Irvan. “Selamat datang, Nak,” katany mengejutkan Irvan.
Irvan tidak tahu harus menjawab apa. Ia bertambah bingung dengan sambutan ini. Ia tersenyum kecut lalu hanya membalas dengan kata “iya.”
“Mari, silahkakan masuk,” ajak Tuan Leon mempersilahkan Irvan dan ibunya, sambil berjalan mendahului mereka.
Ketika tiba di ruang tengah, wajah bingung Irvan semakin jelas. “Siapa orang ini dan mengapa mereka bisa dibawa ke istana ini,” pikirnya. Ia melihat ibunya seakan mau bertanya, namun kesempatannya belum pas
Setelah mereka duduk, Tuan Leon memecahkan kebisuan dan kebingungan mereka dengan bertanya tentang nama Irvan. Bukannya ia belum tahu namanya, tetapi sekedar memulai percakapannya.
“Siapa namamu, Nak?” Tanya Tuan Leon dengan santun.
“Irvan Tuan,” jawabnya
“Irvan … baiklah. Aku tahu kamu telah melewati hari yang sangat sulit. Aku juga tahu saat ini kamu sedang bertanya-tanya mengapa berada disini? Semuanya akan segera menjadi jelas,” kata Tuan Leon membuat wajah Irvan berubah senang.
“Iya Tuan ada apa? Aku kebingungan sejak tadi. Mengapa kami disini?” Ucap Irvan setelah ada keberanian dalam hatinya.
Bukannya menjawab pertanyaan Irvan, Tuan Leon malah memanggil asisten rumah tangganya yang telah ia minta untuk menyiapkan segala sesuatu bagi keperluan Irvan dan Ibunya.
Setelah keduanya datang, Tuan Leon meminta mereka agar mengajak Ibu Kor dan Irvan ke kamar yang telah disiapkan untuk mereka masing-masing agar membersihkan diri.
Bi Sri lalu mengajak Ibu Kor untuk ikut dengannya ke kamar di lantai dua, sedangkan Enti Dewi asisten yang masih muda, cantik dan bersura lembut mengajak Irvan ke lantai tiga.
Sebelum ke kamar mereka, Tuan Leon berpesan bahwa ia menunggu mereka di ruang makan. Setelah makan malam barulah ia akan menceritakan semuanya kepada Irvan.
Beberapa saat kemudian, dengan mengenakan pakaian yang disediakan Enti Dewi untuknya, Irvan berjalan ke tempat Tuan Leon menunggu. Ibunya sudah ada disana.
“Benar-benar ini anaknya Tuan Muda Erik Parker” pikir Tuan Leon dalam hatinya saat melihat Irvan yang berjalan ke arahnya dengan mengenakan pakaian milik Tuan Muda Erik ketika masih hidup.
Tuan Leon sengaja meminta Enti Dewi menyiapkan pakaian itu, karena dia ingin melihat kembali sosok tuan muda kesayangannya hidup kembali.
Tuan Leon berdiri sambil mantap ketika Irvan mendekatinya. Ia memperhatikan Irvan dengan penuh kebahagiaan, lalu dengan hormat ia mempersilahkan Irvan dan Ibunya duduk lalu mereka makan malam bersama.
Selesai makan malam, ia mengajak mereka ruang depan, ia ingin bercerita disana.
Setelah di ruang depan, Tuan Leon memulai ceritanya. Ia berkata jujur bahwa dialah yang menyuruh pak Fais agar memerintahkan semua anak buahnya untuk terus membuntuti Irvan.
Tuan Leon juga mengatakan bahwa tujuan mereka hanya untuk mengetahui identitas asli Irvan. Karena berdasarkan laporan Pak Fais yang bertemu Irvan saat tabrakan, wajah Irvan sangat mirip dengan mendiang tuan mudanya.
Irvan juga memiliki tanda lahir di belakang daun telinga yang telah dilihat langsung oleh Pak Fais saat ingin memastikan luka waktu tabrakan itu.
Ternyata, keterkejutan Pak Fais siang itu, karena melihat ada tanda lahir yang persis seperti yang mereka cari-cari selama ini.
Setelah mendengar semua penjelasan dari Tuan Leon, sedikitnya pertanyaan Irvan telah terjawab, namun dibalik cerita itu, muncul lagi sejumlah tanya baru dihatinya.
“Wajah ku mirip dengan mendiang tuan muda? Siapa dia,” tanya Irvan penasaran.
Dalam hatinya, ia juga berpikir jangan-jangan tuan muda yang dimaksudkan itu ayahnya. Namun dia kembali menepis perasaan itu, karena belum mau berharap lebih.
“Aku tidak punya hak untuk menjelaskan itu, besok kamu akan bertemu dengan seseorang yang lebih berhak atas cerita itu. Dialah yang akan mengatakan semuanya pada mu,” kata tuan Leon lalu meminta Irvan untuk mencertitakan tentang kisahnya.
Irvan lalu mulai menceritakan tentang dirinya sesuai dengan permintaan Tuan Leon.
“Aku tidak punya orang tua kandung. Ibu ku ini, adalah orang yang menemukan ku 23 tahun yang lalu di sebuah tempat pembungan sampah.” Kata Irvan sambil melihat kepada Ibu Kor.
“Saat ibu menemukanku, aku hanya mengenakan pakaian berwarna putih, yang seluruhnya penuh dengan darah.” Ceritanya singkat mengenai kisah pertama kali ia ditemukan Ibu Kor. Memang hanya itulah yang ia ketahui dari Ibu Kor tentang dirinya.
Lalu Irvan melanjutkan perkatannya bahwa ia ingin sekali mengetahui asal usul dirinya. Mengapa ia mengenakan pakaian putih yang semuanya berdarah dan berada di tempat pembuangan sampah?
Irvan juga mengatakan bahwa ia ingin mengetahui apakah masih memiliki keluarga? Dan lain-lainnya.
Mendengar semua cerita Irvan, Tuan Leon yang mengetahui persis kejadian berdarah beberapa tahun lalu sangat bersedih hati. Rasanya ingin menangis mengenang kejadian yang menimpa semua keluarga tuannya.
Namun, Tuan Leon menegarkan hatinya, lalu mengatakan bahwa ia sudah bekerja untuk Tuan Besar Eduard sejak tuan besar masih muda, sehingga semua keluarga dan kisah mengenai keluarga tuan besar sangat diketahuinya.
Kemudian Tuan Leon memerintahkan agar foto Tuan Muda Erik dibawa untuk diperlihatkan kepada Irvan yang saat itu bertambah penasaran dengan kata-kata Tuan Leon barusan.
Ketika Foto-foto diberikan kepada Irvan, matanya langsung melotot, ia kaget bukan main.
Beberapa saat memandang foto itu, Irvan berbalik dengan wajah bingung kepada Tuan Leon seakan-akan meminta penjelasan, lalu kembali lagi menatap foto di ditangannya, hingga akhirnya Irvan pun berbicara.
“Wajah pria di foto ini sangat mirip dengan ku. Siapakah dia?” Tanya Irvan penasaran.
“Maaf Irvan, tugas ku hanyalah memastikan bahwa semua ciri-ciri fisik mu sama dengan orang yang selama ini dirindukan tuan besar atau bukan.” Kata tuan Leon yang tidak ingin mendahui tuan besar
“Sekarang sudah jelas semua ciri-cirimu. Besok tuan besar akan tiba disini, dialah yang akan menyatakan segala sesuatu kepada mu,” kata Tuan Leon.
“Baiklah, kalau begitu. Aku akan menunggu besok,” jawab Irvan terpaksa.
Lalu Tuan Teon meminta Irvan untuk menceritakan tentang bagaimana hidupnya selama ini,
Irvanpun mulai menceritakan banyak lagi tentang kisahnya sejak masa kecil.
Ia bercerita bahwa pernah sekali, ia dan Bu Kor yang tidak memiliki makanan apa-apa, akhirnya mengais sampah.
Mereka berharap bisa mendapatkan sisa makanan di sana, namun ternyata yang di dapat adalah perlakuan yang sangat tidak manusiawi.
Keduanya disiram dengan limbah dapur yang sangat kotor dan berbau.
Irvan juga menceritakan tentang bagaimana perjuangan dia bersama ibunya melewati berbagai kesusahan hidup di Kampung Mulung sampai kampung itupun sekarang digusur.
Tuan Leon sangat sedih mendengar apa yang dialami Irvan dan Ibunya. Rasa-rasanya ia ingin mengatakan bahwa Irvan adalah seorang pewaris yang kaya raya, namu ia menahannya.
Tuan Leon mengurungkan semua niat yang ada di dalam hatinya, lalu berkata kepada Irvan agar sebaiknya mereka beristirahan. Besok baru dilanjutkan lagi, sebab ia takut kalau terceplos mendahului Tuan besar.
Lalu Tuan Leon berkata “Besok, kamu akan mengetahui semuanya, lalu kita akan merubah segala sesuatu yang selama ini terjadi”
Setelah itu, mereka beristirahat.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Fidel Riwu
mantap
2022-02-12
2