Perjalanan Irvan sungguh tidak mulus. Ia mengambil jalur pertokoan biar lebih cepat sampai ke rumah.
Mengikuti jalur itu juga memberi satu keuntungan, karena ada banyak orang yang berlalu lalang disana, dengan begitu ia bisa menyelib diantara orang-orang, jika ada yang masih mengikutinya.
Namun dugaan Irvan kurang tepat. Justru banyak orang yang ada di jalan itu adalah para pengintai. Irvan berjalan sambil memperhatikan. Gerak-gerik mereka sangat mencurigakan.
Irvan sengaja mengambil jalan lain untuk menguji, apakah betul mereka pengintai.
Setelah berbelok arah, Irvan bersembunyi di belakang sebuah mini bus yang terparkir, lalu memantau orang orang tadi. Sungguh benar dugaannya, banyak dari mereka kalang kabut saat kehilangan jejak Irvan.
“Pusing aku!” Pikir Irvan. Ia harus tetap pulang. Tapi kalau terpaksa mengambil jalan tadi, takutnya ketahuan sampai dirumah.
Untuk beberapa saat Irvan tetap bersembunyi di kolong mini bus itu sampai situasi benar-benar aman, lalu ia keluar dan mencoba melewati jalur sepi
Perlahan-lahan ia keluar sambil menyelip di antara mobil-mobil yang terparkir, ia terus memperhatikan gerak-gerik orang-orang di jalan lalu perlahan-lahan berlari meniggalkan tempat itu.
Memang orang yang mengikutinya sudah tidak lagi disana, tapi sayang, ada sekelompok orang lain melihatnya di jalanan.
Irvan memang menghindari untuk berurusan dengan anak buah pria paruh baya tadi, tapi sekelompok orang lain ingin mencari masalah dengannya.
Ia berlari ke jalur sepi untuk kembali kerumahnya, lalu sambil memperhatikan semua arah ia terus berjalan sendirian di sana.
Sementara berjalan, Irvan menyadari bahwa ada sebuah mobil mengikutinya dari samping. “Siapa lagi?” Pikirnya.
Irvan tidak ingin melihat siapa di mobil itu. Dia menganggap orang yang dimobil itu tidak punya kepentingan dengannya. Namun, anggapannya salah.
Orang-orang di mobil itu punya kepentingan yang sangat besar terhadapnya.
“He gembel ... Kau masih disini rupanya?” Teriak seseorang dari mobil yang rupa-rupanya adalah Anjas.
Irvan yang mengenali suara itu, tidak ingin berbalik, ia tidak mau meladeni mereka. Menurutnya hanya akan membuang-buang waktunya saja.
Irvan terus berjalan dengan cepat tanpa menoleh sedikitpun kepada mereka.
Di dalam mobil ada Anjas, Viki, Reis, Via. Tadinya mereka dalam perjalanan ke tempat bubur kacang. Karena berdasarkan informasi yang mereka ketahui, Fania biasanya berjualan disana.
Keinginan mereka kesana untuk mengumpulkan informasi sebanyak mungkin tentang Fania, agar nantinya mudah untuk menyusahkan dia di waktu-waktu mendatang. Namun ketika hendak melewati jalan itu, mereka melihat Irvan sedang menyelip dibalik mobil.
Ketika melihat Irvan sama halnya dengan memantik rasa marah sehingga berencana untuk membalas dendam atas kejadian siang tadi lalu Viki menyuruh Reis mengikuti Irvan secara perlahan-lahan.
Irvan sedikitpun tidak mau mengambil pusing atas kedatangan mereka. Ia terus berjalan dengan cepatnya.
Melihat Irvan yang tidak sedikitpun mengubris kedatangan mereka, Viki meminta Reis yang sedang mengendarai kendaraan agar cepat menghadang Irvan dari depan.
Mobil itu melaju cepat dan langsung menghalang jalannya Irvan.
Irvan berdiri saat jalannya terhalang. Menoleh pada mereka, lalu bertanya
“Kenapa kalian masih saja mengganggu aku?” Tanya Irvan yang sudah tidak sabaran ingin menghajar ketiga orang itu lagi
Ketiganya yang telah merasakan pukulan Irvan siang tadi, kali ini lebih berhati-hati.
Mereka turun dari mobil lalu mengambil jarak aman untuk berbicara dengan Irvan.
“Aku heran saja dengan mu gembel! Kok … sampai saat ini kamu masih keluyuran di jalan?” Ejek Viki
Merasa dirinya di ejek lagi, Irvan berbicara keras kepada mereka.
“Berhenti sudah dengan ejekan kalian. Karena aku sudah tidak ada hubungan lagi dengan Star Light, universitynya kalian!” Kata Irvan mengingatkan mereka.
“Wou … tegas sekali kamu yah .... Memang, kamu sudah tidak ada hubungan lagi dengan universitas kami, tetapi kau harus ingat, kalau sekarang kamu masih ada di kota kekuasaan kami” Kata Reis menaggapi Irvan.
Mengaku kota ini sebagai milik mereka, membuat Irvan naik darah. Itu berarti mereka menghendaki agar ia pun harus keluar dari kota itu juga, jika tidak mereka akan terus mengganggu ketenangannya.
“Apa kau bilang! Kota ini milik kalian?” Tanya Irvan marah.
“Memangnya kenapa, kalau kami menganggap seperti itu?” Tanya Anjas.
“Kami keturunan kedua orang terkaya di kota ini. Jika kami ingin sesuatu terjadi atas kota ini, tidak ada yang bisa menghalangin niat kami!” Ujar Viki menyombongkan diri
“Terserah kalian saja.” Potong Irvan lalu sambil menggeleng kepala, ia pergi menghindari mereka.
Karena tidak puas dengan tindakan Irvan, Viki memakinya “bangs** kamu”
Karena makian itu, Irvan berbalik, ia hendak kembali, namun pikiran waras kembali muncul di benaknya. Ia tidak mau berkelahi. Lalu pergi.
Viki, Anjas dan Reis, yang telah mendapat pukulan dari Irvan siang tadi, menyadari bahwa kemapuan bela diri Irvan sangat tinggi. Mereka tidak akan mampu melawannya satu-persatu bahkan keroyokan pun mereka tidak mungkin menang.
Untuk bisa mengalahkan Irvan, ketiga orang itu mencari cara curang. Mereka menyiapkan segala sesuatu, agar jika bertemu lagi dengan Irvan, mereka pastikan agar bisa mengalahkannya.
Ketika Irvan hendak pergi, Viki mengejarnya, memakinya lagi, lalu menawarkan diri untuk berkelahi.
Irvan terpancing emosi. Ia berbalik badan, secepat kilat, langsung menyerang.
Viki yang tidak menyadari serangan secepat itu, belum sempat mengeluarkan alatnya, sudah mendapat beberapa pukulan hingga terjatuh.
Melihat Viki terjatuh, Anjas dan Reis cepat-cepat mengeluarkan alat mereka lalu berlari menuju Irvan dan langsung menyemprotnya ke mata Irvan.
Irvan yang tidak menyadari serangan seperti itu, tidak bisa menghindari.
“Aaaaooooo ...” teriakan Irvan keras, matanya pedis. Rupanya mereka telah menyiapkan senjata lada untuk mengaburkan mata Irvan.
“Mampus kau,” teriak Reis.
Mengetahui Irvan telah kesulitan dan sedang menjerit karena pedis dimatanya, bukannya berhenti, malah mereka menyemprotnya lagi hingga Irvan benar-benar tidak berdaya.
Viki bangun dari jatuhnya, mendekati Irvan lalu menamparnya sekuka hatinya sambil tertawa.
Ia juga terus memuji-muji Reis karena usulannya membuat senjata lada itu sangat baik.
Irvan yang terkena tamparan itu, sesekali menyiapkan jurus untuk mau berkelahi, tapi sungguh sial, ia tidak bisa melihat. Bagaikan memukul di dalam gelap, begitulah Irvan mengarahkan tangnnya. Hanya angin yang ia pukul.
Mereka menarik Irvan kesudut jalan yang lebih sepi agar tidak dilihat orang, lalu ketiganya berbalas-balasan menghajarnya hingga babak belur di sana.
Irvan tidak berdaya. Tubuhnya benar-benar lemas karena hajaran itu.
Ketiga orang itu sama sekali tidak memiliki rasa kasian. Dendam mereka meningkat karena mendapatkan hajaran dari Irvan siang tadi di kampus.
Belum puas menghajarnya, Viki mengambil ladanya lalu disemprotnya lagi ke tubuh Irvan karena sejak tadi ladanya belum ia gunakan juga.
Suara Irvan tidak lagi keluar. Ia hanya menahannya untuk mengurangi rasa sakit. Ia duduk bersandar pada tembok. Lehernya miring, matanya tidak bisa dibuka.
Mereka ingin membuangnya kesaluran air, lalu Anjas dan Reis memegang kaki Irvan dan hendak menyeretnya, tetapi keinginan itu dihentikan oleh Via yang ternyata masih memiliki rasa iba kepada Irvan.
Memang ia masih menaruh rasa benci kepada Irvan, terlebih ketika kejadian dia ruang rapat itu, tapi kali ini, karena melihat ketiga teman-temannya benar-benar melakukan hal di luar batas ia kasihan. Mungkin karena naluri wanita.
“Kalian bisa saja penjara, jika membunuhnya!” Kata Via menghentikan tindakan mereka. “Biarkan dia disitu saja!” Katanya lagi.
Menyadari kata-kata Via ada benarnya, mereka tinggal Irvan dan hendak pergi meninggalkannya, tetapi sebelum benar-benar pergi, Viki masih sempat berkata kepada Irvan
“Kampung mulung mu sudah ku ratakan sampai ke tanah.”
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
la beneamata
cerita teraneh dalam novelton
2022-02-21
0
Fidel Riwu
Kren
2022-02-12
2