PEWARIS YANG DICULIK DAN PUTRI TERBUANG
"PEWARIS YANG DICULIK DAN PUTRI TERBUANG”
BAB 1.Sudah Jatuh Tertimpa Tangga
“Iya sayang, aku juga sangat rundu pada mu, besok pasti bertemu. Kita malam mingguan sayang.” Kata Irvan kepada kekasihnya yang sudah sangat rindu padanya melalui saluran telephon.
“Aku akan selalu mencintai mu.” Balas kekasihnya dengan suara yang sangat manja membuat Irvan klepek-klepek lalu membalas dengan gombalan.
“Seandainya aku bisa mempercepat waktu, pasti sudah ku rubah waktunya menjadi besok sore sayang.” Walaupun gombal tapi sangat disukai pacarnya.
Kemudian ia meyakinkan pacarnya, katanya “Iya aku percaya. Aku juga akan selalu mencintai mu. Sampai besok ya, dah....” Ucap Irvan mengakhiri pembicaraannya mereka, lalu bergegas tidur.
Keesokan harinya, waktu masih pagi-pagi benar, mentaripun belum bersinar, Irvan telah bangun. Diselimuli rasa bahagia dan kerinduan, ia mandi, mengganti pakaian, lalu bersiap diri untuk pergi.
Ia tidak sarapan, tetapi semangat dan kerinduan membuatnya tetap kenyang, lalu dengan mantap ia melangkahkan kaki ke Star Ligth University.
Star Light University adalah universitas termahal sekaligus terbaik. Hanya anak orang kaya yang sanggup bersekolah disana. Tetapi karena prestasi, membuat Irvan dan beberapa orang miskin lainnya dikecualikan.
Mereka dibebaskan dari biaya kuliah asalkan disetiap hari sabtu wajib membersihkan seluruh ruangan.
Karena merindukan kekasihnya, Irvan bertekat agar hari ini dapat menyelesaikan kerjanya lebih awal, sehingga sorenya bisa digunakan untuk mengunjunginya.
Berjalan cepat menuju gudang, memilih beberapa alat terbaik dan ember, lalu Irvan bergegas ke gedung A untuk membersihkannya.
Muncul rasa penasaran dihatinya, ketika ia melewati ruangan di gedung B, ada seorang wanita yang ternyata telah lebih dahulu membersihkan disana.
“Siapa wanita itu? Aku baru melihatnya?” Pikir Irvan sambil memperhatikan wanita yang asik menyapu ruangan itu.
Irvan mengenali semua mahasiswa miskin di kampus itu, tetapi wanita ini belum diketahuinya. Dia ingin menghampirinya, tetapi demi waktu luang di sore hari, Irvan menepis keinginannya lalu cepat-cepat melangkakan kakinya ke gedung A.
Setibanya di sana, ia menunduk sejenak mengeraskan tali sepatu, mengguling kaki celana lalu melipat lengan bajunya, kemudian bergegas ke ruang paling ujung untuk mulai membersihkan dari situ.
“sak, sik, sak, sik…” dengan cekatan ruangan demi ruangan terus dibersihkan. Tanpa jeda waktu untuk beristirahat, Irvan terus membersihkan hingga tidak disadarinya waktu telah pukul tiga sore.
Irvan telah lelah, lapar dan haus, tetapi semunya itu ditahannya demi menyelesaikan satu ruangan terakhir.
“Baiknya saya selesaikan terlebih dahulu ruangan ini barulah istirahat sekaligus.” Pikir Irvan menghibur dirinya sendiri.
Beberapa waktu kemudian ruangan terakhirpun selesai dibersihkan.
Sambil senyum, pikiran Irvan melayang jauh. Ia dan pacarnya berjalan di taman kota, menyusuri setiap setapak sambil sesekali lengan mereka bersentuhan, lalu saling melirik dengan malu-malu, tanpa sadar tangan saling gengam tak mau dipisahkan. “Aku sayang kamu, aku juga ….” Hayal Irvan
Irvan terus tersenyum sambil menutup pintu dan hendak meninggalkan ruangan. Tiba-tiba saja senyum manisnya hilang seketika, berganti raut wajah yang pucat, cemas, tak kala mendengar suatu suara memanggil namanya.
“Aduh ... Ada apa lagi ni,” gumam Irvan dalam hatinya ketika mendengar suara yang muncul untuk menghentikan langkahnya. “Semoga bukan,” harap Irvan cemas.
“Irvan ... jangan pergi dulu,” teriaknya lagi. Kali ini, suara itu terdengar jelas sekali keluar dari seseorang yang sangat dikenalinya. Harapannya sia-sia.
Dengan pasrah, mematung, Irvan berhenti menunggu apa yang akan terjadi pada dirinya.
Di Star Light University telah terkenal semacam suatu semboyan, “Dimana Viki berada, pasti ada Reis dan Anjas dan dimana mereka bertiga bertemu Irvan, pasti ada olokan dan siksaan.”
Ketiga orang itu adalah anak orang kaya. Mereka sangat ditakuti oleh para mahasiswa miskin, sebab orang tua mereka diketahui sebagai pemegang saham mayoritas di kampus itu.
Ada aturan konyol yang tidak tertulis, namun berlaku, yaitu bahwa semua mahasiswa yang mendapatkan bantuan beasiswa dari pemegang saham, wajib mengikuti keinginan anak-anak mereka.
“Mau kemana kau, anak miskin yang malas.” Kata Viki membentaknya dengan kalimat hina yang sering diucapkannya ketika bertemu Irvan.
Irvan berbalik ke arah datangnya suara. Benar ternyata. Ada Viki, Reis dan Anjas. Kali ini Irvan pasti mendapat siksaan lagi.
“Aduh bagaimana kalau aku disiksa lagi. Akukan mau pulang segera karena harus bertemu pacar ku.” Pikir Irvan dalam hatinya.
Lalu, dengan sangat sopan sekali dan berusaha senyum sebaik mungkin ia menjawab “saya sudah selesai bekerja dan harus kembalikan alat-alat ini ke gudang.” Lalu Irvan kembali membalikan badanya dan hendak pergi.
Belum sempat melangkah, Anjas yang telah berada dekat dibelakangnya, menarik kerah bajunya dengan keras sehingga membuat Irvan jatuh terpental di lantai.
“Bodoh sekali kamu … dasar bangkai, malas!” Maki Anjas.
“Apakah kamu sudah bosan kuliah disini?” Sambung Reis yang langsung saja dijawab cepat oleh Irvan bahwa ia ingin tetap berkuliah disana.
“Lalu kenapa kamu membiarkan bagian lain di ruangan ini tetap kotor?” kata Reis dengan wajah penuh kemunafikan. “Cepat berlutut.” Lanjutnya.
Karena tidak ingin ketiga orang itu berlarut-larut mempermainkannya, Irvan menuruti saja keinginan mereka, lalu ia berlutut persis di depan kaki Viki.
Melihat Irvan telah mengambil posisi berlutut, Reis tersenyum penuh kemenangan sambil membuka ikatan tas plastik yang ternyata isinya pasir, lalu ia berkata “Menurut kami ruangan ini masih kotor.”
Setelah berkata demikian, tidak menunggu lama
Buar ….
Sebagian pasir dihamburkan ke lantai ruangan.
Irvan tersentak kaget, spontan hendak berdiri untuk protes, namun sayangnya, begitu dia bangun, Anjas yang berada dibelakangnya segera menendangnya.
Prak ….
Irvan jatuh terpapar, sampai hidungnya mencium lantai. Ada sedikit darah keluar dari hidungnya.
Belum sempat bangun, Reis menghamburkan sisa pasir ke arahnya lagi, membuat wajah Irvan penuh dengan debu pasir.
Tidak hanya sampai disitu, Viki lalu menyiraminya dengan sisa air pembersih lantai, sehingga membuat tubuh Irvan kotor berlumpur.
Irvan yang sangat sakit hati, menatap mereka dengan marah. Dalam hati, ia ingin sekali menghajar ketiganya sampai benar-benar babak belur. Namun ia mengurung niat itu.
Bukannya takut atau tidak mau membalas, bukan. Bagi Irvan ketiga orang itu kecil baginya. Satu atau dua langkah saja, mereka pasti dijatuhkannya, tetapi mengingat cita-cita dan keinginan berjumpa dengan kekasihnya membuat ia turunkan niatnya lalu pasrah menerima keadaan itu.
Melihat tatapan marah dari Irvan, Viki naik darah. Ia meneriaki Reis dan Anjas agar segera memengang kedua tangan Irvan, lalu dengan marah ia menghajar Irvan sepuas-puasnya.
“Bak, buk, bak, buk …” tubuh Irvan bagai sansak tinju. Ia dihujani pukulan.
“aduh … tolong … uhuk … uhuk … ampun … uhuk … uhuk …” teriak Irvan sambil terbatuk-batuk memohon belas kasihan.
Bukannya merasa kasihan. Viki seperti menikmati sekali perbuatan itu. Ia meminta Reis dan Anjas segera bersiap. Ia ingin menguji kekuatan tendangannya pada Irvan. “Kira-kira, seberapa jauh ia akan jatuh jika ku tendang sekuat tenaga.”
Ketika Anjas dan Reis telah bersiap, Vikipun mengambil posisi dan hendak berlari untuk memberi tendangan super, tiba-tiba terdengar suara dari luar ruangan.
HENTIKAN ….
Teriak seorang perempuan mengagetkan mereka.
Viki langsung menghentikan rencananya, sedangkan Reis dan Anjaspun melepaskan tangan mereka dari Irvan.
Sementara Irvan yang telah mendapat banyak hajaran langsung terjatuh tak berdaya.
“Rika …, kamu rupanya. Aku kira kamu ingkar janji” Kata Viki dengan suara yang nyaring.
Mendengar nama Rika, Irvan yang tadinya tergeletak di lantai, seakan mendapatkan kekuatan dari sumber yang tidak bisa dijelaskan.
Dia langsung bangun dan hendak berdiri, namun karena sekujur tubuhnya sakit, membuatnya hanya duduk saja di lantai.
Tanpa menjawab pertanyaan Viki, Rika yang telah sampai dihadapan mereka langsung berkata “sebaiknya kalian berhenti menghina dan menyiksa dia. Aku benci sikap kalian.” Kata Rika tegas sekali.
Mendengar ucapan Rika, bukannya merasa bersalah, ketiga mahasiswa itu mengangguk-angguk dengan senyum sinis sambil berkata: “Ya … ya … ya ….”
Sedangkan Irvan merasa ada sesuatu yang aneh dalam kata-kata dan sikap Rika saat ini. “Rika kok lain.” Pikirnya dalam hati.
Biasanya, ketika Irvan mengalami hal seperti ini, Rika sangat kuatir. Ia akan berlari dengan cemas, datang dan langsung memeluk Irvan. Ia tidak pernah membentak ketiga orang itu seperti tadi. Bahkan sambil menangis ia akan memohon agar ketiga orang itu berhenti menyiksa Irvan.
Dalam keadaan apapun, Rika akan selalu menyebut Irvan dengan panggilan “Kak,” tapi saat ini ia mengantinya dengan kata ganti “dia.”
“Bukankah kami telah janjian bertemu di Taman Kota sore ini?” Pikir Irvan. “Mengapa Rika datang kesini? Dan janji apaan yang Viki maksud dengannya?” Pikir Irvan lagi.
Benar firasat Irvan. Rika berubah.
Bagai peribahasa sudah jatuh tertimpa tangga itulah yang akan Irvan dialami.
Kedatangan Rika, bukan untuk menolongnya. Tetapi malah mau memutuskan hubungan mereka.
Setelah memastikan Irvan tidak lagi disiksa, dengan tegas Rika berkata: “Irvan ... aku menyesal jadi pacar mu. Hubungan kita adalah mimpi buruk untuk ku.”
Mendengar perkataan itu, darah dalam tubuh Irvan seakan mengalir dengan cepat kepuncak batok kepalanya. Jantungnyapun bergetar cepat, tubuhnya kaku, wajahnya berubah merah. Ia tegang sekali.
“Soalnya kamu miskin dan gembel. Tidak ada yang bisa aku harapkan dari sampah seperi mu.” Sambung Rika lagi penuh emosional.
Dengan ketegangan yang begitu kuat, Irvan menatap Rika dalam-dalam. Ia mencari kesungguhan dari perkataan Rika. Ia tidak yakin Rika bisa mengeluarkan kata-kata seperti itu. Baginya, sangat tidak mungkin.
Tanpa mengeluarkan sepatah katapun, Irvan terus menatap Rika dan berharap ia menarik kata-katanya.
Rika Berhenti sejenak, menarik napas dalam-dalam, sambil menoleh ke arah tembok, lalu melepaskan nafasnya dengan kasar, seakan-akan dia menyesali sesuatu, lalu ia hendak melanjutkan perkatannya.
Awalnya kata-kata terakhirnya tersendat. “Mul … mul …” Rika tidak sanggup berkata. Lalu ia membalikan tubuhnya, sekali lagi menarik nafas dalam-dalam, menghembuskannya dengan kasar sekali sambil mengeluarkan suara seperti membenci sesuatu, kemudian ia berkata:
“Mulai saat ini kita putus.” Tegas Rika dengan emosional disambut tertawa riang penuh ejekan dari ketiga orang itu. Sepertinya kata-kata itu sedang ditunggu mereka.
Buarrrrrrrrrrrrr
Bagai tersambar petir di siang bolong, telinga Irvan panas memerah. Ia kaget bukan main.
Semalam mereka baru bermesra-mesraan disaluran telepon. Berjanji saling mencintai.
“Apa …? Maksud …”
Belum sempat Irvan menyelesaikan perkatannya, Rika telah berbalik badan, lalu pergi dengan air mata yang telah membasahi pipinya.
Irvan yang tidak menerima kenyataan pahit itu hendak mengejar Rika untuk meminta penjelasan, tetapi memang sial tertubi-tubi sedang melandanya.
Belum sempat berdiri tegak, lagi-lagi Anjas menendangnya hingga ia kembali jatuh terlempar jauh. Sepertinya Anjas ini spesialis menendang di kelompoknya Viki. Belum satu jam juga mereka ada disitu, sudah tiga kali ia menendang Irvan.
Saat ini, untuk pertama kalinya Irvan merasa kecewa dan sakit hati yang dalam. Bukan karena siksaan fisik dari tiga orang itu, tetapi karena Rika yang tega.
Tubuh Irvan bagaikan tiada tulang, melemas dari kaki hingga kepala.
Rasa lapar yang awalnya hilang karena kerinduan, kini kembali bagai tsunami menyelimutinya. Ia tak berdaya, hilang harapan, membuatnya tidak bisa bangun dari lantai.
Di sekujur tubuhnya mulai memunculkan rasa sakit membuat Irvan pasrahkan diri. Dari mulutnya terdengar suara memanggil-manggil “Rika … Rika ….” Ia ingin Rika kembali dan menolongnya.
Karena sangat lemah, ia memasrahkan dirinya lalu tertidur di lantai ruangan itu untuk beberapa saat.
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Dina Dina
😴😴😴😴
2022-05-27
0
Dina Dina
ya
2022-05-27
0
Dina Dina
bahkan
2022-05-27
0