Setelah sadar dari tidurnya, Irvan memilih untuk langsung pulang ke rumah. Ia kuatir jika berlama-lama disana bisa mendapat perlakuan yang lebih buruk lagi.
Marah, sedih, kecewa, menyesal, semuanya bercampur menjadi satu mengiringi perjalanannya pulang
Ingin rasanya menangis, tapi bukanlah sifatnya. Ingin melawan mereka sebenarnya, tapi apa daya, cita-citanya membuatnya seakan-akan terkurung dalam penjara besi.
Irvan hanya bisa pasrah menerima kenyataan pahit dalam hidupnya.
“Aduh … kasihan sekali aku” Irvan meratapi nasibnya sendiridengan kecewa.
Bagaimana tidak, dia yang sudah mengalami perlakuan buruk dari anak-anak orang kaya itu bukannya mendapat penguatan dari pacarnya, malah sebaliknya, ia dihina dan bahkan dicampakan secara sepihak.
Lebih sakit hati lagi, baru saja semalam Rika bermanja-manja dengannya, kok sore ini ia berubah.
Dua tahun sudah hubungan mereka. Sejak pertama kali menginjakan kaki di Star Light University, keduanya saling jatuh cinta lalu berpacaran.
Orang melihat Irvan dari sisi ekonomi lalu merendahkannya, namun berbeda dengan Rika, ia selalu menguatkan Irvan. Ia tidak pernah memandang status sosial, tapi anehnya hari ini, ia malah memutuskan Irvan karena alasan itu
Rika baik hati, tulus dan sangat cantik. Memiliki tubuh ideal seperti yang diimpikan banyak wanita.
Selama pacaran, ada banyak sekali kesempatan yang bisa dimanfaatkan untuk menikmati tubuh Rika. Apalagi sejak lama ia telah diizinkan untuk melakukan apa saja yang diinginkannya. Rika telah pasrah dan merelakan dirinya demi cintanya untuk Irvan.
Sebagai manusia normal Irvanpun memiliki keinginan itu, namun karena cinta yang begitu kuat, membuatnya menepis semua hasrat negatif dalam dirinya. Baginya, jika mencintai, maka jangan mendahului waktu.
Paling-paling hanya pada adegan-adegan hangat diawal. Ia tidak pernah melampauhi batas. Ia tidak mau mengapa-apakan Rika sebelum menikah.
Sikap itu membuat Rika semakin mencintainya. Rika tidak pernah kuatir lagi ketika bersama Irvan. Rika selalu janji setia padanya.
Tapi semuannya terbalik. Kini, Irvan dicampakan. Menyesal, yah memang, tapi tidak ada gunanya lagi.
Irvan yang masih tidak puas dengan keputusan sepihak dari Rika terus meratapi nasibnya dengan sedih.
Setelah membersihkan diri, Irvan ke dapur, mencari makanan.
Rumahnya sangat kecil, terbuat dari belahan bambu dan berdinding teripleks yang dipungut dari tempat sampah.
Ada tiga ruangan, yang depan, dijadikan ruang tamu sekaligus di sekat menjadi kamar tidur Irvan, kemudian satu ruangan tidur ukuran satu setengah kali dua untuk ibunya dan ruangan belakang, dijadikan dapur sekaligus ruang makan.
Setibanya di dapur, Irvan menemukan dua potong pisang goreng.
“Wah, syukur” ucapnya.
Setelah ia pastikan pisang goreng itu semua untuknya, Irvan berdoa lalu dengan cepat menyantapnya.
“Nak … pisang goreng itu, Ibu dapat setelah ikut sosialisasi, kata ibu Kor yang adalah orang tua asuh Irvan.
“Wah … hebat sekali ya, Ibu jadi peserta sosialisasi” puji Irvan tulus.
“Ngak ada hebat-hebatnya, Nak …” balas bu Kor kesal dengan wajahnya yang mulai murung
“Lho … ada apa Bu … kok Ibu kelihatan kesal dan sedih,” tanya Irvan penasaran
“Bagaimana tidak sedih. Sosialisasi itu dari pemilik lahan tempat pembuangan sampah ini. Mereka memberikan waktu satu bulan kepada warga untuk pindah dari sini, karena tempat ini mau di gusur untuk membangun perusahaan” jawab ibu Kor.
Ibu Kor juga bercerita bahwa sebenarnya waktu yang diberikan hanyalah satu minggu, namun karena dia rela memohon sambil menangis dan berlutut di depan pemilik lahan lalu diikuti oleh semua warga, makanya ada sedikit belas kasihan dari mereka.
Setelah menceritakan semua itu, Ibu Kor menangis dengan sedihnya.
Ia tidak tahu harus tinggal dimana nantinya. Tempat pembuangan sampah adalah satu-satunya lahan baginya dan banyak warga lainnya bekerja.
“Kalau digusur bagaimana nasib kita, Nak” ucap Ibu Kor dalam isak tangisannya, membuat Irvan tidak berdaya.
Mendengar semua yang dijelaskan, Irvan ingin memunt**kan kembali pisang goreng yang telah dimakannya.
Ia kecewa, perutnya mual, tidak hanya karena berita itu, tapi juga ternyata pisang gorengnya berasal dari perusahaan yang akan menggusur tempat tinggal mereka.
Dalam hatinya Irvan menyesalkan sikap perusahaan yang tiba-tiba datang dan mau melakukan penggusuran.
Harusnya satu tahun sebelumnya warga sudah diingatkan agar bisa mempersiapkan diri dari jauh-jauh hari.
“Mengapa tiba-tiba datang dan memberi waktu hanya satu minggu?” Pikir Irvan bingung, tetapi, walau sedih dia juga bersyukur karena berkat perjuangan Ibu Kor dan warga mereka dikasih tambahan waktu.
Kini beban pikiran Irvan semakin banyak. Urusan pribadi dan keluarga saat ini membuatnya semakin kecewa.
Tetapi karena takut, satu-satunya keluarga yang ia miliki jatuh sakit, Irvan meminta Ibu Kor agar tidak terlalu memikirkan masalah itu, biarlah dia yang akan mencari jalan keluarnya. Lalu Irvan pamit ke kamarnya.
Dikamarnya, Irvan membaringkan tubuhnya yang letih, ia ingin tidur dengan puas, tetapi kejadian siang ditambah lagi berita buruk yang baru didengarnya, membuatnyatidak bisa tertidur.
Ia berusaha tenang, namun kata-kata Rika terus terniang ditelinganya. Berita penggusuran meningkatkan kekacauan di alam pikirannya. Semakin berusaha tenang, semakin jelas pula ingatannya akan kejadian-kejadian tadi.
Irvan terus membolak-balikan tubuhnya, hingga seluruh sarung kasurnya ikut terlepas. Ia tidak bisa tidur.
Siksaan dan hinaan walapun sakit, tapi sudah biasa ia alami sejak kecil hingga kuliah, namun dicampakan
secara sepihak lalu dipermalukan oleh orang yang sangat disayanginya, baru kali ini ia rasakan.
Irvan kembali bangun dari tidurnya, berjalan kearah pintu belakang, lalu keluar menikmati malam, berharap
redupnya sinar bulan dan hembusan angin malam dapat menghilangkan sakit hatinya.
Ia pergi ke bagian belakang rumah, ada sebuah batu karang disana. Biasanya ia duduk disitu jika ingin merenung.
Tiba-tiba terlintas dalam pikirannya. “Ah, sebaiknya ke asramanya saja.”
Irvan kembali ke rumah, mengambil jaket andalannya dan langsung pergi.
Satu-satunya hal yang ada dalam pikiran Irvan adalah mendengar langsung penjelasan Rika, supaya satu persoalan dapat terselesaikan malam ini juga.
Dengan sangat cepat Irvan berjalan menyusuri pinggiran toko tanpa menoleh ke kiri dan kanan.
“Terima kasih, selamat menikmati ….” Ujar seorang wanita dijauh sana, sambil menyerahkan pesanan kepada pembeli.
Ketika ia berbalik untuk kembali ke tempatnya.
Buk!
Aduh .... Suara wanita menjerit kesakitan.
Irvan yang terburu-buru dan fokus pikiranya hanya pada masalahnya membuat ia tidak konsentrasi di jalan. Ia menabrak wanita muda yang sedang membantu seorang ibu berjualan bubur kacang.
“Aduh … maaf-maaf ....” Kata Irvan sambil menatap wajah wanita itu.
“Tidak, akulah yang salah, karena tidak hati-hati saat berbalik,” jawab wanita itu.
Irvan terhentak sejenak, matanya lama menatap wajah wanita itu. Seperti ada sesuatu yang ia pikirkan.
“hei, Kak…ada apa?” kata wanita itu menyadarkan lamunan Irvan
“aduh maaf ya… sudah kalau begitu, ini kesalah bersama. Sekali lagi mohon maaf.” kata Irvan yang disambut baik oleh wanita itu.
“Iya tidak apa-apa … maafkan aku juga. Hati-hati di jalan.” Balas wanita itu lembut.
Tanpa basa-basi lagi, Irvan mengucapkan terima kasih lalu melanjutkan perjalanannya.
Sambil berjalan, Irvan terus berpikir tentang wanita itu. “siapa dia, cantik sekali, sepertinya aku pernah bertemu dengannya? Tapi dimana?” Pikiran melayang.
“Ah sudahlah, mungkin hanya imajinasi ku saja.” Pikirnya lagi menghilangkan rasa penasarannya.
Tidak lama berjalan, ia tiba di asrama Rika.
Menuju ke pos security, Irvan memohon izin. Namun, karena telah melewati jam kunjung, ia tidak diperbolehkan masuk.
“Baiklah … Kalau begitu, tolong panggil saja Rika” Pinta Irvan kepada security.
“Oh, ingin bertemu Rika ya?” Tanya security
“Iya, betul.” Jawabnya, penuh harap.
“Rika tidak ada di dalam. Sejak sore tadi, ia dijemput temannya. Kembalilah besok saja, lagian sekarang sudah larut malam.” Ujar security dengan santun.
“Oh begitu ya … baiklah. Saya pulang sekarang.” Pamit Irvan dengan kesal.
Setelah Irvan menyebrang dan hendak pulang melalui jalan lain, ia melihat sebuah mobil sport berwarna hitam milik Viki melaju kencang dan langsung berhenti di depan gerbang asrama wanita.
“Untuk apa Viki datang ke mari?” Pikir Irvan.
Rasa penasaran membuatnya kembali, lalu mendekati mobil itu.
Viki yang telah memarkirkan mobilnya, segera turun dan bergegas membukakan pintu kiri bagian depan mobilnya.
Sepasang kaki mulus diturunkan terlebih dahulu.
Puar!!!
Sungguh, betapa terkejutnya ketika sorot matanya melihat semuanya secara utuh.
“Rika ...!” Ucapnya dalam hati
“Mengapa dia bisa bersama dengan Viki! Ada apa dengan mereka?" Pikirnya.
Sejumlah pertanyaan muncul dalam benak Irvan, membuatnya langsung mendekat dan dengan tegas memanggil nama Rika.
Mendengar ada yang memanggilnya, Rika berbalik, iapun kaget melihat sosok Irvan yang sudah berada di dekatnya.
Tidak mungkin ia lari, namun tetap berada ditempatnyapun membuatnya bingung. Pikiran bercampur aduk. Rasa serba salah memenuhi hatinya.
Rika gugup dan salah tingkah. Wajahnya berubah merah, pucat dan nampak ketakutan seperti senyembunyikan sesuatu.
Irvan mendekatinya Rika dan mengatakan padanya bahwa ia sangat mencintainya dan akan selalu memaafkan semua kesalahannya.
Rika yang masih sangat mencintai Irvan diliputi rasa bersalah bercampur takut membuat tubuhnya gementaran. Ia tidak bisa menjawab.
Mulutnya kaku, hanya air mata membasahi pipinya. Entah apa yang harus diperbuat Irvan kepadanya, ia pasrah.
Irvan mendekatinya lagi, namun dihalang oleh Viki dengan badannya sambil mempertanyakan keinginan Irvan.
Viki marah. Menurutnya, Rika sudah tidak punya urusan apa-apa lagi dengannya, lalu dengan kasar ia bertanya pada Irvan, katanya “untuk apa lagi kamu datang kesini?”
Irvan yang kecewa menjawab dengan kasar pula, katanya “Aku tidak ada urusannya dengan mu” namun Viki yang dasarnya membenci Irvan mendapat ide untuk memanfaatkan kejadian itu.
Dengan sinisnya dia tertawa, lalu mulai menghina Irvan.
“Hahaha… orang miskin dan gembel ini sudah bisa bernada kasar rupanya….” Ucap Viki Sinis
Tetapi pada saat itu ia sengaja untuk tidak mengambil sikap atas nada kasarnya Irvan. Ia kemudian menyampaikan bahwa hatinya sedang bahagia sehingga tidak mau rasa itu hilang karena berurusan dengan Irvan.
Irvan yang sangat penasaran, ingin segera mengetahui penyebab Rika mencampakannya, tidak peduli dengan setiap kata-kata Viki.
Ia menerobos tubuh Viki dan langsung kearah Rika. Memegang tangannya lalu hendak menariknya.
Viki yang melihat adegan itu, langsung saja marah, perjuangannya untuk memisahkan kedua orang ini bisa saja berantakan.
Ia tahu bahwa Rika yang sangat mencintai Irvan bisa saja luluh akibat perjuangan Irvan.
Ia juga tidak ingin supaya komunikasi yang baru saja terbuka antara dia dengan Rika menjadi tertutup kembali gara-gara kehadiran mantan kekasih Rika.
Viki naik pitam, lalu mengangkat kakinya dan menendang.
Irvan yang konsentrasinya hanya ke arah Rika, tidak menyadari datangnya tendangan dari belakang
“Buk ….”
Kaki Viki menghantam kuat bagian belakang tubuh Irvan, membuatnya terdorong keras langsung menabrak Rika yang berada persis di depannya.
Kejadian itu langsung membuat Irvan memeluk Rika dan dibalas dengan pelukan, lalu mereka jatuh berdua, dengan posisi Irvan di atas Rika.
Melihat adegan itu, kemarahan Viki semakin menjadi.
Irvan yang belum sempat bangun, langsung disambar lagi dengan sebuah pukulan keras menghantam bagian pipi membuatnya jatuh kearah samping.
Kali ini, rasa sakit dihati Irvan benar-benar mencapai puncak. Irvan yang terus menjadi korban, kehilangan pikiran warasnya.
Ia berdiri dengan marah, mempersiapkan diri untuk membalas semua sakit hatinya.
Baru selangkah maju ke depan untuk menyerang Viki, dari kejauhan security berteriak menghentikannya.
Di saat yang sama, seluruh penghuni asrama berhamburan keluar.
Reis dan Anjas yang juga ada di mobil Viki, awalnya hanya ingin menyaksikan dari dalam, ikut turun.
Melihat ada security dan seluruh teman-teman Rika, beserta Reis dan Anjas disebelahnya, Viki cepat-cepat mengambil kesempatan.
“Kurang ajar sekali dia. Tiba-tiba muncul dan melecehkan Rika. Untung saja aku masih disini, jika tidak, mungkin saja Rika di perkosannya.” Fitnah Viki.
“Ya betul, Aku juga melihatnya menarik dan memeluk Rika.” Teriak Reis ikut memfitnah.
“Wu …, dasar sampah, kerjanya menguras uang Rika … dasar miskin, gembel ….” Dan berbagai hinaan demi hinaan muncul dari teman-teman Rika.
Irvan yang sangat malu dan sudah tidak tahan lagi, langsung berteriak “DIAM …”
Bukannya diam, malah membuat teman-teman Rika semakin menggila.
Ada yang langsung melemparinya dengan sandal jepit mereka dan ada pula yang menghinanya.
Security tidak ingin keributan itu membesar. Ia juga tidak tega melihat Irvan yang terus di hina, meminta agarsemua pihak menahan diri dan kembali.
Viki mendekati Rika, entah membisikan apa, lalu menuju ke arah mobilnya, bersama dengan kedua temannya, naik ke mobil, menutup pintu, kemudian pergi.
Rika diiringi teman-temannya dan dikawal security meninggalkan Irvan seorang diri.
Seketika Rika menoleh kebelakang, ingin rasanya kembali ke Irvan, tapi sikap dan keputusannya membuat dia mendustai hati nuraninya.
Sedangkan Irvan yang seorang diri, hanya menahan sedih menerima nasibnya lalu berbalik pergi meninggalkan asrama. Ia kembali dengan hati yang hancur.
Rika telah berubah. Ia tidak lagi seperti yang dulu.
Entah, terpaksa atau tidak ketika membuat keputusan meninggalkan Irvan, tapi jelas, sikapnya sangat menyakiti Irvan.
“Yah … biarlah, mungkin inilah nasib cinta ku. Rika telah pergi meninggalkan aku” pikir Irvan, sambil berjalan meninggalkan gerbang asrama.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
la beneamata
mc begoo,ngk asik
2022-02-20
0
TAWON MESIR
maafkanlah untuk smua
2022-02-11
3
Ekediri
Semangat ya...terus update...
2022-01-07
6