Sudah satu jam dokter masuk ke dalam ruang pemeriksaan, namun sampai saat ini belum ada informasi apapun tentang kondisi Irvan.
Diluar ruangan, tampak Ibu Kor sedang duduk dengan mulut yang terus komat-kamit mengucapkan doa terbaik.
Ia kelihatan sangat gelisah. Walaupun sekujur tubuhnya juga sakit, ia menahannya saja demi menunggu Irvan yang sudah diangggap seperti anak kandungnya sendiri.
Diselan-sela doa, Ibu Kor juga memikirkan tentang tentang kedua orang yang tadinya datang mengecek dan rela mengeluarkan banyak biaya demi pengobatan Irvan.
“Siapa mereka sebenarnya?” Pikir Ibu Kor dalam hatinya.
Sempat terlintas dalam benaknya, jangan sampai salah satu dari mereka adalah keluarga Irvan, namun ia sendiri menepis dugaan itu, ia tidak ingin berharap lebih. Baginya tidak mungkin lagi, karena ia tidak pernah mendengar kabar ada orang yang mencari keluargannya hilang.
Justru yang dipikirkan kemungkinan kedua orang itu pernah dibantu oleh Irvan, sehingga sebagai balas jasa mereka mau menolongnya saat ini. Tapi siapa mereka, menjadi tanda tanya dihatinya.
Kadang Ibu Kor mengangkat kepala sejenak melihat kearah pintu kamar dimana Irvan dirawat, ia berharap seseorang segera keluar dari sana dan membawa kabar baik baginya.
Kadang juga ia menoleh kepada tiga pria bertubuh kekar yang duduk didekatnya, ia ingin bertanya siapa mereka, hubungan apa mereka dengan kedua pria tadi dan Irvan, namun rasa takut dan trauma akan masalah siang tadi masih menyelimuti hatinya. Jangan-jangan mereka adalah bagian dari pihak pengusur itu.
Ibu Kor hanya menahan air mata, ingin rasanya menagis karena pikirannya sendiri. Ia ingin Irvan segera sembuh.
Beberapa warga Kampung mulung yang tadi membantunya membawa Irvan ke rumah sakit terdetat sudah pulang. Mereka tidak ikut bersamanya lagi saat Irvan harus dirujuk ke tempat ini, jadi saat ini Ibu Kor benar benar sendiri dalam gelisah dan takut.
Tiba-tiba pintu dibuka, tedengan suara perawat memanggil keluarga pasien.
“Iya-iya, saya ibunya ….” Jawab Ibu Kor semangat sambil bergegas menuju pintu ruangan rawat.
Disaat yang sama juga, Aro beserta dua temannya juga berdiri lalu mendekati perawat itu.
“Bagaimana keadaan anak saya Bu ?” Tanya Ibu Kor kepada Perawat yang keluar memanggilnya.
Disaat itu juga Dokter Fino, ketua tim pemeriksa keluar.
“Doketer, ini Ibunya pasien” kata perawat memperkenalkan Ibu Kor.
“Oh, ya baik.” Kata dokter, lalu ia memberitahukan semua tentang kondisi Irvan saat itu yang langsung membuat Ibu Kor berlutut mengambil posisi sujud dan berdoa.
Ibu Kor bahagia sekali karena ternyata anaknya tidak kenapa-kenapa.
Walaupun tubuhnya penuh dengan darah, namun itu semua hanya karena ada luka robek dibagian kepalanya karena terkena pukulan.
Tidak ada luka yang serius. Dokter telah melakukan pemeriksaan dengan saat teliti, mulai dari seluruh kepalanya hingga seluruh bagian organ-organ tubuhnya, tidak ada yang perlu diprihatinkan.
"Mengapa ia pinsan dan belum sadarkan diri?” Tanya Ibu Kor setelah bangun dari sujudnya.
“Itu hanya karena tubuhnya sangat lemas. Kadar glukosa dalam darahnya sangat kurang sekali menunjukan tidak ada energy sedikitpun dalam tubuhnya, itulah yang membuatnya pinsan.” Kata dokter menjelaskan.
“Tidak perlu kuatir, ia telah diobati dan saat ini masih diinfus. Kita menunggu saja tiga puluh sampai satu jam kemudian, pasti ia akan sadar," kata Dokter. "Oh ya, keluarga boleh melihatnya di dalam, tapi tidak boleh ribut.” Ucap dokter lagi, lalu memohon diri untuk kembali keruangan kerja mereka.
Ibu Kor yang awalnya mencurigai hal tidak-tidak kepada ketiga pria itu kini merasa legah saat melihat ekpresi mereka yang terlihat dangat bahagia mendengar ucapan dokter. Lalu tanpa takut apa-apa lagi ia mengajak Aro masuk ke dalam untuk menjenguk Irvan.
Sepuluh menit di dalam, petugas ruangan menyuruh mereka untuk kembali keluar dengan alasan procedural, lalu keduanyapun menuruti tanpa ocehan apa-apa.
Ditempat terpisah, Tuan Leon tidak bisa tenang dan terus mondar-mandir kesana kemari. Ia gelisah dengan kondisi Irvan.
Sementara Pak Fais terus memegangi hanphonenya, sambil sewaktu-waktu ia mengotak-atik tombol tombolnya.
Tadinya setelah selesai membereskan biaya adminstrasi, keduanya langsung meninggalkan rumah sakit, karena harus segera melakukan pertemuan penting guna membahas kedatangan Tuan Besar Parker.
Namun demi keamanan Irvan, Tuan Leon menyuruh Pak Fais mengarahkan anak buahnya untuk menjaga di rumah sakit, itulah mengapa Aro dan kedua temannya datang ke sana.
Saat itu juga, Tuan Leon kehabisan kesabaran, lalu menyuruh Pak Fais segera mencari tahu ke anak buahnya.
Pikirnya, malam ini juga ia harus memastikan sendiri keadaan Irvan dengan mata kepalanya. Jika ada perubahan dan bisa diajak bicara, setidaknya ia ingin mengajukan beberapa pertanyaan mengenai latar belakangnya.
Tadinya Tuan Leon ingin bertanya langsung kepada Ibu yang mengaku sebagai orang tua Irvan, namun ia merasa kurang etis karena Irvan dalam keaadaan kritis dan tidak sadarkan diri. Makanya mereka langsung pulang untuk lakukan rapat.
Ia berharap bisa mendapatkan kabar malam ini juga, karena dengan begitu masih ada waktu untuk meminta agar tuan besar membatalkan kepulangannya dari Jerman, kalau ternyata Irvan bukalah orang yang mereka cari.
Ia tidak lagi bisa menahan diri untuk mengetahui informasi dari Aro, kemudian meminta Pak Fais segera menghubunginya.
Tepat ketika Pak Fais hendak menelpon Aro, handphonenya lebih dahulu berdering. Kebetulan yang luar biasa. Aro menghubunginya
“Ada apa Aro?” Tanya Pak Fais.
“Irvan Tuan!"
"Iya ada apa dengan anak itu?
"Iya telah sadarkan diri”
“Yes … yes … sudah ku duga, anak itu pasti cepat sembuh.” Teriak Pak Fais tidak bisa menahan rasa senang.
Pak Fais adalah seorang yang jago ilmu bela diri. Ketika siang tadi bertemu Irvan, ia tahu dari gerak-geriknya menunjukan bahwa ada aura pendekar di dalam diri Irvan, sehingga ia sangat yakin, Irvan pasti kuat.
“Apa ada informasi lainnya?” Tanya Pak Fais lagi
“Dokter baru saja memeriksanya lagi dan katanya berilah waktu minimal satu jam lagi kepada nya untuk memulihkan kondisinya barulah boleh diajak bicara. Besok juga bisa keluar kalau keadaannya tetap baik”
“Baiklah kalau begitu. Tugasmu sekarang, pastikan agar dia segera dipindahkan keruangan terbaik!” Kata Pak Fais sambil melihat waktu di jam tangnnya lalu menutup telponnya, kemudian dengan semangat ia menceritakan semuanya kepada Tuan Leon.
Setelah mendengar semuanya, Tuan Leonpun melihat jam tangannya, lalu ia mengambil telpon genggamnya untuk menghubungi seseorang. Setelah terhubung, ia tidak berbasa-basi lagi, namun langsung berkata
“Tiga puluh menit lagi aku tiba di ruang kerja mu. Aku ingin bertemu dengan mu, semua petinggi rumah sakit dan petugas keuangan serta petugas informasi yang bekerja hari ini”
Setelah berkata demikian, Tuan Leon mengakhiri panggilannya lalu bergegas bersama Pak Fais menuju mobil diparkiran untuk berangkat kesana.
Sementara mereka menuju Rumah Sakit, direktur yang tadinya berencana hendak pulang membatalkan niatnya, lalu menghubungi semua orag sesuai yang diperintahkan Tuan Leon.
Ia gugup penuh tanda tanya. Ia juga yakin pasti ada masalah besar, sampai-sampai Tuan Leon sendiri menghubunginya malam-malam dan ingin lakukan pertemuan mendadak.
“Ada apa ini?” Pikir direktur yang sudah tidak tenang.
Untungnya semua orang yang dimaksud untuk hadir dalam pertemua malam ini, tinggalnya tidak jauh, hanya membutuhkan waktu sepuluh hingga dua puluh menit bisa sampai, jadinya sebelum Tuan Leon sampai mereka pasti sudah ada, pikir Direktur sedikit legah.
Benar, beberapa menit kemudian semua orang yang dimaksud telah berkumpul. Mereka masih memiliki waktu sepuluh menit untuk menunggu kedatangan Tuan Leon.
Waktu tersebut dipakai Direktur untuk bertanya tentang pelayanan informasi dan keuangan hari ini. Dia menduga ada masalah dibagian itu, sehingga Tuan Leon meminta hadirkan mereka yang bertugas hari ini.
Petugas informasi merasa tidak ada masalah apa-apa sejak pagi ia bertugas. Baginya semuanya baik-baik saja. Ia melakukan yang semestinya seperti biasanya ia lakukan tiap-tiap hari.
Setelah mendengar penyangkalan diri petugas informasi, direktur menatap petugas keuangan lalu memintanya melaporkan kerjanya hari ini.
Awalnya petugas keuangan yang ternyata bernama Lisa hendak menyangkal, namun ketakutan diwajahnya tidak bisa menyembunyikan kebohongannya. Ia dipaksa oleh direktur agar jujur tentang kerja hari ini, lalu dengan ketakutan ia menceritakan semuanya sebagaimana ia melayani keluarga Irvan hingga bertemu orang pemegang kartu bank gold, bintang lima.
“Tidak salah lagi, kamu telah membuat kesalahan yang sangat fatal terhadap Tuan Leon,” kata Direktur. “Itulah mengapa ia ingin mengadakan rapat malam ini juga” lanjutnya.
Direktur masih penasaran dengan petugas informasi yang ternyata bernama Sara itu, jika ia tidak menyinggung Tuan Leon, mengapa harus dihadirkan juga? Lalu Tuan Leon mendesaknyauntuk mengingat semua ucapannya selama bertugas hari ini.
Sara pun mulai meningat bahwa ia melayani dua orang dengan ciri-ciri sebagaimana yang dijelaskan Lisa, tapi mengenai kata-kata yang salah ia tiak menyadarinya. Baginya semua biasa-biasa saja.
Disaat Direktur ingin bertanya lagi, terdengar suara ketukan dari luar. Ia melirik jam tangnnya, tepat waktunya. Ia yakin sekali pasti Tuan Leon dan betul dugaanya.
Tuan Leon bersma Pak Fais telah berdiri dihadapannya.
Direktur membungkukan kepalanya untuk memberi hormat lalu mempersilahkan mereka masuk.
Setiba di dalam, seluruh pejabat yang berada disitu segera membungkukkan untuk memberi hormat, lalu perlahan-lahan diikuti oleh Lisa barulah kemudia Sara. Lisa membungkuk karena takut, sedangkan Lisa hanya ikut-ikutan karena bingung.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Dina Dina
n
2022-05-27
0