Kini Viki telah berdiri dihadapan mereka.
Gestur tubuhnya menunjukan suatu telah terjadi antara dia dan Rika.
“Badan ku sakit!” Katanya sambil mengerak-gerakan tubuhnya ke kiri dan kanan. Tujuanya hanya ingin membuat Irvan cemburu.
Aksinya berhasil. Api cemburu di hati Irvan mulai berkorbar. Hatinya panas, lalu marah dan sangat menyesal kepada Rika.
Ia berbalik dan menatap wajah Rika tidak puas, rasa-rasanya ingin menelannya bulat-bulat, tapi ia sadar bahwa mereka telah putus.
Rika yang melihat sikap Viki pun kaget bukan main. Ia tahu bahwa adegan yang Viki praktekan tadi itu telah memunculkan kesimpulan lain di benak Irvan.
Rikapun tahu bahwa Irvan sangat tidak menyukai tindakan seperti itu lalu ingin mengatakan sesuatu untuk mengklarifikasinya, namun belum sempat berbicara, Viki yang rupa-rupanya telah mengantisipasi semuanya terlebih dahulu berbicara.
“Apakah kamu kecewa dengan mantan pacarmu?” Tanya Viki kepada Irvan memancing kemarahan.
Irvan sadar bahwa mereka telah putus dan ia tidak punya hak lagi mengurus kehidupan Rika, namun kejadian ini benar-benar diluar batas pemikirannya. Ia kehilangan konsentrasi.
Ia marah ketika mendengar omongan itu. Apalagi perkataan VIki tadi disambut tawa oleh Reis dan Anjas.
Dengan tatapan yang tajam, ia berjalan menuju tempat Viki dan Rika berdiri, entah apa yang ingin diperbuatnya belum ada yang tahu, namun sebelum sampai, Anjas dan Reis menghalanginya.
Aksi dorong mendorong sempat terjadi diantara mereka, perkelahian juga hampir saja terjadi lagi, untunglah Fania menarik tangan Irvan dan mengingatkannya akan hukuman yang terjadi kemarin.
Irvan mengurung niatnya, menggenggam tangan Fania, lalu pergi dengan kecewa.
Rika tidak puas, dia tahu Irvan pasti sangat kecewa, ia berlari mengejar mereka lalu menghalangi jalan keduanya sambil berkata.
“Yang kalian lihat itu tidak benar. Aku bisa menjelaskan semuanya!” Kata Rika sambil menangis
“Omong kosong. Minggir!” Ucap Irvan kasar sambil menolak bahu Rika, lalu bersama Fania meninggalkan taman.
Irvan sangat kenal dengan watak Rika, jika ia menagis dan berbicara seperti tadi pasti ia tidak bohong, tetapi dalam keadaan seperti ini, bagaimana mungkin Irvan bisa berpikir jernih dan percaya begitu saja. Justru klarifikasi dari Rika itu membuat Irvan semakin jengkel kepadanya.
Semua kebahagiaan antara Irvan dan Fania yang baru saja mulai terukir, kini hilang.
Walaupun Fania sangat dikagumi Irvan dan kehadirannya bisa mengobati sedikit luka dihatinya, namun bukan berarti secepat itu Irvan bisa melupakan cintanya kepada Rika.
Betul, Irvan telah bertekat agar bisa melupakan Rika dan fokusnya hanya kepada kuliahnya saja, tapi bagaimanapun juga Rika pernah menjadi bagian hidupnya selama dua tahun penuh.
Selama itu keduanya menjalani hari-hari bersama. Tidak pernah saling bertengkar, mereka menjalin hubungan dengan penuh kasih sayang.
Hubungan yang demikian mana mungkin dilupakan begitu cepat, apalagi cuek saja, ketika melihat hal seperti tadi. Tidak mungkin.
Selama mereka pacaran, ia sangat menghormati Rika.
Dimata Irvan, Rika sangat berharga sehingga benar-benar ia menahan diri untuk tidak mengapa-apakan Rika dan sebaliknya ia tulus menjaganya, tapi malah sekarang, baru beberapa hari saja, Viki telah berani berbuat hal seperti yang dilihatnya tadi.
Pikirannya kacau. Tidak saja marah kepada Viki, ia juga kesal dengan Rika.
Rika yang ia kenal kuat, berprinsip dan sanggup menjaga dirinya kok secepat itu bisa jatuh.
Jikalau mereka telah berpacaran pasti baru dua atau tiga hari ini, tapi kok bisanya dengan waktu yang begitu cepat keduanya bisa melakukan hal seperti di mobil tadi, pikir Irvan tidak habis-habis.
Irvan terus memikirkan hal aneh-aneh yang mungkin telah terjadi pada Rika membuatnya berjalan dengan sangat cepatnya.
Fania yang tidak terbiasa berjalan cepat berusaha mengimbanginya. Seratus, dua ratus meter masih sanggup, namun lebih dari itu, Fania tidak lagi mampu. Kakinya pegal.
Fania menghentikan langkahnya sedangkan Irvan terus berjalan hingga dua puluhan meter kedepan barulah sadar kalau tidak ada orang disampingnya.
Ia berbalik dan melihat, rupa-rupanya Fania telah berhenti dan sedang duduk di pinggir jalan sambil memijat mijat kakinya sendiri.
Irvan ge-er, ia salah artikan sikap Fania. Ia mengira Fania berhenti karena kecewa dan cemburu.
Irvan berlari dengan cepat menghampir Fania lalu berkata. “Maaf Fan, dia hanyalah mantan ku” Kata Irvan penuh percaya diri.
“Memangnya … apa hubungannya dengan ku?” Tanya Fania, lalu ia tersenyum seakan-akan telah mengetahui sesuatu yang tersembunyi di hati Irvan.
Irvan yang awalnya diliputi rasa marah diwajahnya, kini hilang berganti senyuman malu-malu, tanda ia ketahuan, lalu ingin mengklarifikasi, namun terhalang oleh kata-kata Fania lagi.
“Semua orang punya mantan. Aku hanya tidak terbiasa berjalan cepat. Tadi aku coba mengimbangi jalan mu, tapi kakiku sakit, makanya harus berhenti.” Kata Fania dengan senyum jahat tanda menyembunyikan sesuatu.
Irvan hanya pasrah menahan malu, lalu duduk di samping Fania sembari menemaninya beristirahat sejenak.
Ia memohon Izin untuk memeriksa kaki Fania yang pegal.
“Ini” kata Fania sambil mengarhkan kakinya ke depan untuk dilihat Irvan.
“Sini ku pijat” ucap Irvan sambil tangannya memegang kaki Fania.
“Ao …” Fania merasa sakit ketika Irvan memberi sedikit tekanan pada kakinya.
“Kakimu tidak kenapa-kenapa. Istirahat saja sebentar, pasti sembuh.” Ucap Irvan setelah memijat kaki Fania.
“Terima kasih Kak. Kamu orang pertama yang pernah memijat kaki ku,” goda Fania sambil tertawa.
Sambil senyum simpul dan sedikit tertawa Irvanpun membalas ucapan Fania “hehehe, begitu ya!! Berarti aku sungguh beruntung!” Ucap Irvan balas menggoda
Lalu keduanya terus terlarut dalam canda dan tawa hingga beberapa menit kemudian akhirnya mereka melanjutkan jalan dengan pelan-pelan saja.
Fania senang karena ternyata isi hati Irvan bisa ditebaknya, sedangkan Irvan walaupun senang ada yang menghiburnya, tapi iapun memikirkan tentang apa yang dilihatnya ditaman tadi sambil terus membayangkan hal-hal yang paling buruk menimpa Rika.
Keduanya terus berjalan. Kadang saling cerita, bercanda, tapi kadang juga ada keheningan menemani mereka sampai tiba tempat penjualan bubur kacang.
Disana keduanya singgah beberapa jam hingga penjualan bubur kacang bubar barulah mereka berpisah. Setelah membuat janji bertemu lagi besok, mereka kembali kerumah masing-masing.
***
Di Taman Kota, setelah Irvan dan Fania pergi, Rika terus menangis sejadi-jadinya. Dia menyesal atas perbuatannya.
Baru tiga hari saja berpisah dengan Irvan, ia sudah merasa hidupnya pasti hancur. Awalnya ia sama sekali tidak mempertimbangkan resikonya sampai begini.
Ia menyesal dengan keputusannya yang memutuskan Irvan secara sepihak. Ia juga menyesali dirinya sendiri yang berani membuka diri bagi Viki dan kawan-kawannya.
Awalnya dia mengira sikapnya bisa mendatangkan kebaikan, ternyata justru sebaliknya, keputusannya itu merugikan.
Ia tidak saja mengorbankan dirinya, tetapi juga Irvan dan terlebih dari pada itu, sikapnya telah mengorbankan cinta tulus yang telah mereka ukir bersama.
Ia sadar, tak mungkin hidup tanpa Irvan. Ia ingin kembali mengejar Irvan dan memohon maaf. Ia mau menyatakan penyesalannya, ia juga ingin kembali ke pelukan Irvan.
Begitu ia bangun dari duduknya dan hendak mengejar Irvan, Vikipun menghalangi langkahnya.
Viki memegang tangannya erat-erat, lalu memeluknya dari belakang tidak mau melepaskannya dan mencoba menenagkannya, tetapi Fania yang telah kecewa tidak mau mendengar ucapan Viki.
Ia terus meronta-ronta meminta dilepaskan, hingga beberapa menit kemudian barulah Viki melepaskan tangnnya.
Ia merasa jijik dengan sikap Viki bahkan ia tidak sudi lagi melihat wajah Viki, lalu dengan cepat ia berlari ke jalan berharap masih melihat Irvan, tapi sayang, sudah terlambat.
Dalam kekecewaannya ia memesan ojek online lalu pulang ke asramanya dengan sedih.
~~~~Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments