Kini, Fania telah tiba di gerbang Star Light University. Rasa bahagia tidak bisa disembunyikannya. Sampai-sampai ia selalu tersenyum sendiri.
Dalam pikirannya hanya tiga orang yang ingin ditemuinya. Rektor, Viki dan sahabat Irvan. Ia masih berpikir bahwa semua ini adalah bantuan dari Viki.
Di dalam kampus, terlihat kawan-kawan Fania lainnya yang sedang menunggu. Mereka telah mengetahuinya dari grup media sosial bahwa Fania telah ditemukan.
Ada beberapa teman ikut senang ketika tahu Fania kembali ke kampus, namun ada juga lainnya yang ingin mencibirnya.
Ketika Fania tiba di depan mereka, beberapa sahabatnya menghampirinya lalu memberi selamat. “Kami ikut senan Fan,” kata seorang temannya.
Sedangkan ada beberapa teman lainnya yang membenci Fania sengaja ikut-ikutan datang dan memberi selamat, namun dengan wajah yang mengejek.
Lidia, orang yang paling tidak menyukai Fania, menyalaminya sambil berkata sinis.
“Pasti kamu telah menghabiskan waktu 1 atau 2 malammu bersama seseorang, sehingga ia membantu mu kembali ke kampus ini, bukan?” Kata Lidia dengan sirik.
Belum sempat Fania menjawab, Resti pun ikutan menyindir.
“Biasalah … wanita miskin, pasti menjual itukan,” kataya sambil memoncongkan bibirnya dan pandangan mata diarahkan ke bagian bawah tubuh Fania.
Mendengar dan melihat tingkah kedua temannya itu, Fania langsung membentak mereka.
“Hei … cukup fitnahan kalian. Akupun belum tau penyebab kenapa aku diminta kembali berkuliah,” ucap Fania sambil jari telunjuknya diarahkan kepada kedua orang itu, lalu mereka pergi.
Belum jauh Fania dan ketiga sahabatnya melangkah, terlihat sebuah mobil mewah memasuki kampus membuat semua mata mengarah kesana.
Mobil itu berhenti di tempat parkir, lalu dua pria paruh baya turun. Mengenakan stelan jas yang lengkap tampaknya seperti orang-orang kaya.
Para mahasiswa mulai berbisik-bisik. Ada yang mengatakan salah satu dari mereka pasti orang tua dari Viki, Anjas atau Reis.
Ada pula yang mengira bahwa kemungkinan akan ada kerja sama dengan kampus kita. Dan berbagai dugaan lainnya, bahkan Fania sendiri pun menduga-duga secara salah.
Menyadari kemungkinan kedua pria itu datang untuk menemui Rektor, Fania mengajak ketiga sahabatnya untuk berjalan cepat. Dia ingin mendahului mereka menemui rektor.
Keinginan Fania tidak terpenuhi. Rektor belum mau bertemu dengannya, kata sekretaris yang dijumpai Fania di depan kantor.
“Rektor telah memiliki janji dengan pemilik kampus” kata sekretarisnya lagi yang telah melihat kedatangan kedua pria itu yang ternyata adalah tuan Leon dan pak Fais
Fania dan ketiga sahabatnyapun akhirnya pergi.
Di ruangnya, Pak Godliene yang telah mengetahui tujuan kedatangan Tuan Leon dan Pak Fais gugup ketika melihat keduanya telah berdiri dihadapannya..
Berusaha tenang dalam gugup Pak Godliene menyambut mereka dan mempersilahkan duduk.
Setelah duduk, tuan Leon tidak berbasa basi lagi, dengan penuh kewibawaan dan sikap yang tegas ia langsung berkata bahwa kedatangan mereka terkait dengan banyak laporan yang mereka terima. Salah satunya berkaitan dengan peristiwa Irvan dan Fania
Tuan Leon berkata bahwa informen mereka yang ada di kampus ini telah mencatat semuanya tentang Pak Godliene.
Lalu ia sengaja tidak mau merincikan masalahnya, namun hanya berbicara secara umum saja bahwa ada banyak ketidakadilan yang terjadi di kampus, namun Rektor membiarkannya, bahkan turut berlaku tidak adil terhadap mahasiswa miskin.
Setelah mengatakan demikian, tuan Leon berhenti sejenak, menarik napa kemudian melanjutkan kata katanya lagi
“Kedatangan kami untuk memberi peringatan terakhir unutk Anda, jika satu kali lagi Pak Godliene melakukannya langsung dipecat dan mengganti rugi,” kata tuan Leon tegas.
Mendegar perkataan Tuan Leon, Pak Godliene tidak bisa membela diri. Ia menyadari kesalahannya. Lalu membungkukan kepalanya dan memohon maaf.
“Anda harus bersyukur. Seharusnya di pecat. Tetapi karena kebaikan Tuan Muda, maka Anda masih diberi satu kesempatan lagi.” Kata Tuan Leon membuat Pak Godliene sangat kaget langsung menatap Tuan Leon seolah tidak percaya.
Maaf Tuan, bukannya saya lancang, tapi Tuan,” belum selesai bicara, Tuan Leon memotong pembicaraannya.
“Cucu Tuan Besar masih hidup. Ia telah ditemukan. Ia sangat mengetahui semua tindak-tandukmu selama menjabat Rektor”
Pak Godliene gemetaran, ketika mendengar hal itu.
Lalu Tuan Leon juga meminta agar bagaimanapun caranya, hari itu juga Fania dan Irvan sudah harus kembali ke kampus.
Setelah memberi peringatan keras, Tuan Leon dan Pak Fais pergi meninggalkannya.
Pak Godliene tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ia ketakutan, ia juga menyadari kelakuan buruknya selama ini.
Dalam hatinya ia berpikir jangan-jangan kebiasaanya korupsi dan bermain dengan dosen Muda serta para mahasiswi juga telah diketahui.
“Mati aku,” katanya dalam hati.
Berselang beberapa menit setelah setelah kedua pria paruh baya itu meninggalkan kampus, Fania kembali datang memohon izin untuk bertemu Rektor, lalu disilahkan masuk.
Ketika rektor melihat bahwa Fanialah yang telah berdiri dihadapannya, ia sangat bahagia.
Tanpa basa basi lagi, ia mempersilahkan Fania duduk lalu memohon maaf secara pribadi kemudian menjelaskan perubahan keputusan itu.
Semua yang dikatakan rektor sangat membahagiakan Fania, terlebih ketika disampaikan bahwa terhitung hari itu tidak akan ada lagi kerja yang harus dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa miskin. Semuanya benar-bernar berkuliah secara gratis.
Fania yang tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya, ia berdiri membungkukan kepalanya berulang kali sambil mengucapkan terima kasih, lalu meninggalkan ruangan itu lalu ke kelasnya Irvan.
Di sana, Fania bertemu Shael dan Nana, dua sahabat baiknya Irvan untuk meminta alamat. Namun informasi sedih yang ia terima. Irvan telah pindah entah kemana. Tidak ada yang tahu alamat barunya, karena semua perumahan di daerah mulung telah digusur rata dengan tanah
“Aduh …” Fania sedih. Wajahnya murung. Rasa bersalah meningkat di dalam hatinya.
Ia hendak kembali ke ruangan kelasnya untuk memohon izin pulang lebih cepat..
Ia ingin segera ke alamat Irvan yang lama untuk bertanya pada siapa saja yang ia jumpai disana. Ia harus bertemu Irvan hari itu juga.
Ketika hendak menaiki tangga ke lantai kelasnya, ada seseorang memanggilnya dari belakang.
“Fan…!” Panggil orang itu.
Fania terkejut. Suara itu sangat dikenalinya. Secepat kilat ia berbalik. Benar dugaannya. Irvanlah yang memanggilnya.
Fania tersenyum lebar, manis sekali ketika melihat Irvan.
Rasa bersalah yang begitu kuat bercampur dinamika cinta yang telah muncul entah sejak kapan ditambah sedikit kerinduan merubah wajah Fania menjadi merah.
Sorot matanya mengungkapkan semuanya itu.
Irvan mendekat hingga berdiri persis di depannya dan Fania yang tidak bisa menahan gejolak hatinya lagi langsung memohon maaf lalu memeluk Irvan dengan erat.
Sambil memeluk Irvan, ia menangis, dan memohon maaf lagi. Ia jujur tentang penyesalannya dan kesalahan yang tidak mau percaya pada omongan Irvan.
Irvanpun perlahan mengangkat kedua tagannnya lalu membalas pelukan Fania dengan erat, membuat mereka seolah bagaikan sepasang kekasih yang tidak mau terpisahkan.
Beberapa menit telah berlalu, namun Irvan dan Fania belum juga melepaskan pelukan mereka, hingga akhirnya dikejutkan dengan bunyi handphone disaku celana Irvan.
Secara spontan mereka saling melepaskan pelukan. Agak sedikit canggung, namun rasa bahagia yang mendominasi membuat keduanya menepis kecanggungan itu dengan saling senyum.
Ivan memberi simbol dengan jarinya bahwa ia akan menerima panggilan itu.
Setelah menerima telepon, keduanya bercerita singkat tentang kembalinya mereka ke kampus, lalu Irvan memohon izin untuk segera pergi, namun ia berjanji akan menemuinya lagi nanti sore di tempat jualan bubur kacang.
Fania sangat bahagia. Ia mengangguk-angguk dengan cepat penuh senyum tanda setuju.
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments