Pukul 10 pagi, Irvan baru bangun dari tidurnya. Ia sangat pulas sekali. Baru kali ini meraskan tidur di tempat yang empuk, ber-AC, wangi dan kain-kainnya sangat nyaman.
Irvan merenggangkan otot-ototnya, lalu mendekati jendela untuk membuka penutupnya barulah ia kaget kalau kesiangan.
Disaat itu juga ia melihat dari jendela ada iring-iringan mobil Rolls-Royce Sweptail dan beberapa Bugatti La Voiture Noire serta Bugatti Centodieci milik Pak Fais keluar dari halaman Villa Mars.
Irvan sangat gembira karena baru kali ini melihat ada iring-iringan berbagai mobil mewah.
Ia juga penasan, siapa pemiliknya dan hendak kemana mereka? sementara asik dalam lamunanya, ia dikagetkan dengan suara ketukan pintu dari luar.
“Tuan … Tuan …,” suara seorang wanita memanggil.
Mendengar mengetuk pintu dan suara wanita yang memanggil, Irvan bergegas pergi untuk membukanya.
“Oh, kamu rupanya?” Kata Irvan ketika melihat siapa yang ada dibalik pintu.
“Maaf Tuan, saya diperintahkan untuk melayani semua kebutuhan Tuan,” jawab wanita yang ternyata adalah Enti Dewi sambil memohon izin untuk masuk ke kamar.
Setelah dipersilahkan, ia masuk, lalu menaruh sepasang pakaian di dalam lemari, ia membereskan tempat didur, lalu pergi ke kamar mandi.
Di dalam kamar mandi, Enti Dewi memperhatikan semua keperluan dan kebersihannya. Ia pastikan baik, beres dan nyaman untuk digunakan, lalu keluar.
Kemudian ia meminta agar Irvan segera menyiapkan diri, setelah itu sarapan dan menunggu kedatangan Tuan besar, karena saat ini Tuan Leon dan rombongan telah ke bandara untuk menjemputnya.
Belum merespon apa yang dikatakan Enti Dewi, Irvan menanyakan kondisi ibunya “bagaiman dengan ibu ku, apakah dia sudah sarapan?” Tanya Irvan yang langsung dengan anggukan.
Melihat anggukan Enti Dewi, Irvan berkata “baiklah kalau begitu, kamu boleh keluar, karena aku segera mandi,” lalu Enti Dewi pun meninggalkan kamarnya dan Irvan segera membersihkan diri.
Setelah semuanya beres, Irvan turun dari lantai 3 ke ruang makan. Di sana ada Ibunya yang sedang ditemani Enditi Dewi menunggunya.
“Pagi Ibu,” salam Irvan.
“Iya Nak, selamat pagi. Bagaimana keadaan mu?” Tanya ibunya.
“Syukur. Aku semakin membaik. Semalam tidurnya nyenyak sekali, sampai-sampai aku kesiangan tadi,” kata Irvan sambil ketawa.
“Ayo, silahkan. Ibu sudah sarapan sejak pagi tadi bersama Tuan Leon,” kata Ibu Kor menyuruh Irvan duduk.
“Iya Ibu. Terma kasih.” Lalu Irvan duduk di meja makan, kemudian menikmati semua sarapannya sampai habis dan pergi ke lobi untuk menunggu kedatangan Tuan Besar.
Satu jam menunggu, terlihat iring-iringan mobil mewah tadi kembali memasuki halaman villa Mars. Sebagian mobil menuju tempat parkir, sedangkan sebuah mobil Rolls-Royce Sweptail menuju lobi villa, lalu berhenti di situ.
Turun dari mobil, ada Tuan Leon dan seorang yang terlihat sudah sangat tua.
“Siapakah kakek ini. Mungkinkan dia yang disebut Tuan Besar?” Pikir Irvan dalam hatinya.
Sebuah kursi roda disediakan cepat oleh pengawal, lalu Kakek itu yang ternyata adalah tuan besar duduk di atasnya kemudian di dorong oleh Tuan Leon hendak masuk ke villa.
Tuan besar mengangkat wajahnya lalu melihat Irvan dan ibunya yang sedari tadi berdiri terpaku menyambut kedatangan mereka.
“Kaukah ini?” Kata Tuan Besar penuh semangat sambil menggerakan badannya untuk berdiri.
Melihat apa yang dilakukan Tuan Besar, Irvan menghampirinya, supaya ia tidak berdiri. Lalu Irvan berkata
“Apakah Kakek yang dipanggil Tuan Besar itu? Kenalkan saya Irvan, sedang menunggu kedatangan Tuan Besar” Katanya
Karena Irvan telah berdiri lebih dekat, kakek dapat melihatnya dengan sangat jelas, sehingga bisa memastikan wajah Irvan, Lalu kakek berteriak dengan keras, “kaukah ini cucuku?”
Ucapan itu membuat hati Irvan terhentak lalu berbalik dan menatap Ibu Kor dengan bingung. Ibu Kor hanya mengangguk. Entah dia menyetujui ataukah meminta Irvan mengakui, sulit dipastikan.
Irvan tidak bisa menjawab. Ia kaku melihat Kakek Parker.
Lalu Tuan Besar memintanya agar berdiri lebih dekat dengannya lagi agar ia bisa menyentuh telinga Irvan untuk melihat secara langsung tanda lahir dibelakang layar telinga Irvan.
Setelah memastikan tanda lahir, dengan suara nyaring penuh semangat, Tuan Besar berseru
“Pewaris ku masih hidup, Penerus keluarga Parker ku masih hidup.”
“Terima kasih Tuhan … terima kasih, Engkau melindungi satu satunya cucuku … terima Kasih ….” Teriakan Tuan Besar penuh semangat mengharukan suasana villa Mars siang itu.
Sambil mengarahkan kedua tangannya ke arah Irvan, Tuan besar berkata lagi “dekatlah pada ku cucu ku …peluklah aku, Kakek mu ini,” panggil Kakek yang langsung diikuti gerakan Irvan mendekatinya.
Irvan masih kaku, ada rasa minder di hatinya. Ia berbalik melihat Ibunya, seakan meminta petunjuk.
Ibunya yang mengerti bahasa tubuh itu, mengangguk -angguk, seakan setuju dan menyuruh Irvan mengikuti keinginan Kakek.
Irvanpun mengikutinya lalu keduanya saling berpelukan dengan erat-erat.
Kakek dan Irvan terlarut dalam kebahagiaan hingga akhirnya keduanya menagis.
Ibu Kor, Tuan Leon, Pak Fais, Aro, Enti Dewi dan semua pengawal lainnya ikut terharu sampai-sampai ikut meneteskan air mata.
Terlebih Tuan Leon yang sudah sangat dekat dengan keluarga Parker dan juga Ibu Kor yang membesarkan Irvan.
“Aku tidak membutuhkan tes DNA lagi. Wajah, senyum, tangisanmu, dan tatapan matamu semua sama dengan anak ku. Kau bagaikan anak ku, Erik yang terlahir kembali” kata Kakek.
“Tanda lahir ditelinga mu itu juga suatu bukti kuat, kaulah cucu ku” tambah kakek.
Mendengar kepastian ini membuat Irvan terus menangis bahagia karena ternyata ia masih punya keluarga kandung, sedangkan Tuan Besar pun menagis bahagia karena cucunya masih hidup.
Terlalu lama hidup menderita tanpa anak dan cucu. Saat ini, dalam pelukannya, seorang cucu yang dikiranya telah terbunuh, ternyata masih hidup.
Beberapa menit kemudian, keduanya saling melepaskan pelukan barulah kakek memperhatikan seorang ibu yang tidak ia kenal berada disitu.
“ Ibu ...” panggil Tuan Besar, “siapakah kamu?” Tanyanya.
Sebelum Ibu Kor menjawab, Irvan lebih dahulu memperkenalkannya “dia Ibu Kor. Ibu yang mengasuhku sejak kecil,” kata Irvan lalu mendekati Ibunya dan memeluknya.
Disaat Irvan memeluknya, Ibu Kor yang sejak tadi telah menangis, kini bertambah-tambah tangisannya.
“Kemarilah,” panggil Tuan Besar, lalu Ibu Kor mendekat dan Tuan Parker pun memeluknya sambil berterima kasih.
“Terima kasih. Cucu ku telah kamu rawat hingga dewasa,” ucapnya tulus sekali, lalu ia melepaskan pelukannya dan mengajak mereka semua masuk.
Setelah tiba di ruangan tengah, tanpa beristirahat lagi, Kakek langsung menceritakan semua kejadian yang menimpa keluarga mereka.
Kakek pun mulai menisahkan dari kejadian awalnya bahwa 23 tahun lalu, ketika Irvan masih dalam kandungan telah terjadi persaingan ekonomi besar-besaran yang dimenangkan oleh Kakek Parker.
Kemenangan itu, rupa-rupanya tidak diterima baik oleh pesaing-pesaing bisnis Kakek, sehingga ada yang membiayai pembunuh bayaran untuk membantai semua keturunan kakek.
Kejadian itu terjadi di Hotel Fomea, saat perayaan dua bulanan kelahiran Irvan.
Saat semua anak dan menantu serta cucu telah berkumpul dan hendak memulai acara, tanpa di duga pembunuh bayaran menyerobot masuk.
Tidak ada rasa kasihan dalam diri mereka. Semuanya dibantai secara sadis, kecuali kakek yang dibiarkan hidup.
Tetapi, pada saat acara hendak dimulai, Irvan, mengalami sakit perut, sehingga dibawa oleh baby sister ke ruangan belakang untuk dibersihkan. Di saat itulah pembantaian terjadi.
Pembunuh bayaran yang telah mengantongi seluruh identitas keluarga Parker, menyadari bahwa Irvan tidak ada diantara mayat-mayat itu, karenanya mereka memotong kaki kanan kakek agar mendapat informasi.
Disaat kakek di introgasi, baby sister membuka pintu belakang, membuat semua mata tertuju padanya. Kakek yang menyadari hal itu, berteriak agar ia melarikan Irvan dan disembunyikan di mana saja.
Tetapi, ketika hendak melarikan diri, sebuah tembakan berbunyi. Timah panah menembus belakang beby sister, membuatnya terjatuh dari lantai 20. Sedangkan Irvan terlepas dari gendongannya dan jatuh dilantai.
Seorang pembunuh mendekati Irvan dengan sebilah pisau ditangnnya, namun entah mengapa, pemimpin mereka berkata jangan bunuh anak itu. Culik saja dia. Lalu mereka membawanya entah kemana.
Mendengar semua cerita kakek, tangisan Irvan kembali pecah. Ia sangat sedih karena ternayata pada saat perayaan untuknya peristiwa naas telah menimpa semua keluarganya.
Irvanpun memohon kepada kakek agar nantinya dapat mengantarnya mengunjungi semua makam keluarganya.
Irvan juga meminta kakek untuk memberitahukan kepadanya tentang siapa orang-orang yang menjadi otak dari pembantaian keluarganya.
Setelah Irvan mengatakan keinginan-keingannya, Tuan Leon memohon izin lalu mengatakan kepada kakek lalu ia melanjutkan cerita kakek yang terputus. Karena memang hanya sampai disitu kisah yang kakek ketahui.
Tuan Leon, lalu menceritakan semua kisah yang ia dengan dari Ibu Kor.
Kakek mendengar semuanya dengan serius, lalu melihat Ibu Kor sambil memberi tanda meminta penjelasan darinya, lalu Ibu Kor pun menceritakan semua detil peristiwanya.
Keharuan muncul lagi setelah mendengar semuanya dari Ibu Kor.
Kakek kembali menangis. Ia sekali lagi memeluk Irvan dn Ibu Kor. Ia bahagia sekali lalu berteriak dengan kuatnya bahwa walau harus mati hari ini, ia telah bersedia, karena pewarisnya telah ditemukan.
Semua yang ada di ruangan itu ikut terharu dan turut bahagia. Lalu mereka merayakan kebahagiaan itu secara sederhana.
Tetapi masih ada kisah yang belum terhubung, mengapa Irvan bisa ada di tempat pembuangan sampah?
Bersambung…
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Rekha Yassa Eeks
cerita nya mantap... ampe terbawa suasana....terharu....
2022-02-27
0