Ivan berbinar-binar bahagia memulai paginya, dirinya merasa lebih hidup dan jadi dirinya sendiri setelah satu tahun belakangan menahan gejolak liarnya.
"Aku ke penggilingan ya, jam 3 aku usahain udah pulang. Kamu jadi cari baju nanti sore?" Ivan memeluk Widia yang masih menimang anaknya.
"Iya jadi … oh ya aku nanti mau keluar ya, cek tempat buat praktek!"
"Nggak besok aja sama aku? Kalau sekarang aku nggak bisa, aku belum bilang Sulhan buat gantiin jaga!"
Widia menggeleng ringan, "Aku bisa sendiri, lagian nggak jauh."
"Ok, hati-hati. Jangan pulang terlalu siang, kasihan dia." Tangan Ivan menunjuk hidung bayinya dan memberi kecupan ringan.
"Oh ya Van, aku beli susu formula ya nanti. Kalau aku jadi praktek bulan depan, aku nggak bisa ngasih asi lagi."
Wajah Ivan berubah sendu, dia mengangguk pelan, "Terserah kamu!"
"Biar cepet lulus, Van!" Widia tersenyum manis menyemangati suaminya yang mendadak loyo hanya karena masalah sepele.
Ivan keluar rumah dengan enggan, "Aku berangkat!"
Widia melambaikan tangan sebentar lalu pergi ke kamarnya untuk bersiap. Dia mengenakan baju rapi dan membawa beberapa berkas yang mungkin diperlukan untuk mendapatkan tempat praktek mengajar.
Setelah menitipkan bayinya pada Mama mertua dan memberitahukan jam pulang, Widia keluar rumah mengendarai sepeda motor ke sekolah yang dituju.
Ponselnya yang terus berdering membuat Widia berhenti di pinggir jalan untuk menerima panggilan dari nomor yang tak dikenal,
Tak lama wajah Widia merona hanya karena mendengar suara pria yang menghubunginya.
Pikiran Widia kembali kalut, mengingat semalam dia tidak bisa tidur terbayang-bayang foto teman chatnya yang rupawan.
Suara itu bagai magnet yang menarik Widia berkelana ke alam khayalan, Widia sudah lupa tujuan awal keluar rumah adalah ke sekolah tempat dia akan mengajukan praktek magang.
Motornya berjalan ke arah lain, ke arah lokasi pameran kesenian dan alat musik yang sedang digelar di kota.
Stand yang dituju Widia berada paling ujung, cukup besar dan lengkap. Sudah ada beberapa orang datang berkunjung meskipun baru saja dibuka.
Mata Widia mengamati seorang pria yang sedang melayani pengunjung dan memberikan penjelasan tentang barang-barang yang sedang dipamerkan.
Menunggu cukup lama akhirnya Widia mendekat dan masuk stand pameran karena pengunjung sudah sepi.
Erwin tersenyum lebar, dia langsung mengenali tamunya adalah Widia. Perempuan yang baru saja dihubungi agar mau datang ke tempatnya bekerja dan membantunya berjaga, kebetulan dia sendirian hingga sore.
Takjub dan saling mengagumi, mereka hanya saling pandang dan tersenyum.
“Erwin ….” Tangan Erwin mengulur dan mendapatkan jabatan serupa dari Widia.
“Widia," sahut perempuan cantik yang berdiri tepat di depan Erwin dengan ekspresi canggung. "Kamu sendirian aja … aku panggil apa ini? Kak atau mas atau langsung nama?”
“Iya, temenin ya! Kalau nggak keberatan sih." Erwin mengedipkan sebelah mata menggoda Widia yang malu-malu menganggukkan kepala. "Abang aja, kayaknya aku lebih tua beberapa tahun dari kamu."
“Eh … masa sih?" tanya Widia antusias.
"Iya aku udah 27 tahun, emang kamu pikir umur berapa?"
Widia tergelak sebentar, "Kirain baru 22 tahun."
Erwin tersenyum lembut, senyum maut yang melelehkan hati Widia. “Kamu udah makan?"
"Tadi udah sarapan," jawab Widia singkat.
“Temenin aku sarapan yuk, ada alpukat kocok enak banget di sana!” ajak Erwin menunjuk tempat yang letaknya tak begitu jauh dari stand pameran.
Widia yang tak mampu mengontrol perasaan akan kehangatan Erwin hanya tersenyum, melangkahkan kaki dengan orang yang baru ditemuinya. Tak menolak ketika Erwin menggenggam tangannya saat berjalan bersama.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 79 Episodes
Comments
𝐋α◦𝐒єησяιтꙷαᷜ 🇵🇸🇮🇩
huaaaaaa ksian tauk sma widia
2023-04-12
1
Ojjo Gumunan, Getunan, Aleman
emang nyatanya jga ada ya pelet lewat fto atau suara
2022-10-23
0
Rania Puspa
Awal malapetaka di hidupmu widia opo yo ngono?? la mboh 😝
2022-04-19
1