Beberapa Minggu Nanas dan Anthony menjadi pasangan suami istri dan tidak ada yang berubah dari mereka, Nanas dengan keabsurd-annya dan Anthony dengan sikap cueknya.
"Om, anak kita kira-kira manusia apa bukan?" tanya Nanas bersandar pada bahu Anthony.
Anthony yang sedang membaca koran dengan tangan kirinya dan tangan kanannya yang sibuk mengusap rambut Nanas, mengalihkan pandangannya ke istri labilnya itu.
"Saya gak tau, jangan tanya saya," jawab Anthony datar.
Nanas bangkit dari posisinya dan menangkup wajah Anthony. "Serius ih, Om emangnya mau anak cowok apa cewek,"
"Saya netral, mau anaknya setengah salmon juga gapapa," jawab Anthony memiringkan alisnya.
Nanas memutar kedua bola matanya malas. "Kalau aku pengen kembar tiga, biar kayak di novel-novel."
"Terus?"
"Biar bisa dikasih nama Al, El, Dul, Om kalau kembarnya cewek semua yaudah namanya, Siti, Zaenab sama Juminten, soalnya nama kita udah kebarat-baratan jadi nama anaknya harus lokal."
Anthony melepaskan tangkupan di wajahnya dan berdiri dari duduknya. "Besok-besok gak usah baca Noveltoon lagi, halusinasi kamu ketinggian."
"Gapapa ngehalu Om, setidaknya itu usaha untuk bahagia."
"Nanas dengerin saya, jangan berhalusinasi terlalu tinggi! Coba aja dulu kamu wujudin yang paling mudah kamu wujudin baru yang paling sulit, ngapain kamu berhalusinasi terlalu jauh kalau ada yang dekat bisa kamu jadikan kenyataan."
"Caranya?" tanya Nanas polos.
"Berhenti berpikiran macam-macam dan ikut saya. Kita ke rumah sakit." Anthony menarik Nanas berdiri dan membawahnya keluar dari rumah.
"Ngapain kita kerumah sakit?" tanya Nanas saat Anthony membuka pintu mobilnya, diiringi gerakan matanya yang seolah memerintahkan Nanas untuk naik ke mobil.
"Membedahmu," jawab Anthony. "Yah, untuk periksa kandungan kamu. Walaupun itu hasil salah kamar, saya juga ingin memberikan yang terbaik untuk calon anak saya."
"So Sweet, jadi pengen nabok," ujar Nanas naik keatas mobil.
Setelah siap, Anthony segera melajukan mobilnya ke arah rumah sakit terdekat. Butuh waktu dua puluh menit untuk tiba. Anthony segera membawa Nanas ke bagian pendaftaran. Seorang petugas mengarahkan untuk mengantri di poli kandungan.
Cukup lama mengantri sampai akhirnya giliran Nanas dan Anthony muncul juga, Anthony menggandeng Nanas masuk ke ruangan dokter tersebut.
"Silahkan masuk." Sang dokter menyapa dengan ramah.
Spontan bola mata Anthony melebar menyadari siapa yang ada di ruangan itu. Seorang dokter pria yang tak lain adalah teman lamanya.
"Loh? Anthony?" ucap dokter tersebut dengan mimik wajah terkejut.
Anthony memicingkan matanya dan menatap wajah sang dokter. "Evan?"
Pria bernama lengkap Ervan Maliq Azkara tersebut langsung berdiri dari kursi kebesarannya dan berjalan ke arah Anthony.
"Hai, apa kabar? Lama tidak bertemu."
Sebagai teman yang sudah lama tak bertemu, mereka saling memeluk.
"Saya kira, kamu masih di Cappadocia?" tanya Anthony pada temen kuliahnya dulu itu.
"Tentu, sebelum aku mendengar skandal seorang Arsitek kondang dengan Mahasiswi abadi," jawab Evan melirik Nanas. "Jadi ini istrimu?"
Nanas mengangguk kemudian menyalami Evan. "Salam kenal Om."
"Hahahaha, jangan panggil Om dong, Mas aja gimana?" ralat Evan menyambut uluran tangan Nanas.
"Eh, iya Mas."
Cemburu merasuk ke hati Anthony ketika melihat tangan keduanya saling bertaut. Tanpa mengindahkan senyum ceria Nanas, Anthony melerai hingga salam perkenalan itu terputus.
"Emh ... Bisa langsung periksa, saja?" tanya Anthony.
"Tentu. Silahkan duduk dulu." Evan mempersilahkan Anthony dan Nanas untuk duduk. Sebelum melakukan pemeriksaan awal, Evan lebih dulu menanyakan nama lengkap, usia dan beberapa hal lain. Kemudian dilanjutkan dengan memeriksa tekanan darah.
Bola mata Anthony menyala memancarkan kecemburuan berlebih, tatkala Evan menempelkan stetoskop ke bagian dada istrinya. Tapi masih berusaha ditahan, karena akal sehatnya masih menegaskan bahwa ini hanyalah bagian dari profesi temannya itu sebagai dokter.
"Ok, sekarang kita USG dulu ya. Suster, tolong dibantu," ucap Evan kepada seorang asistennya.
Perawat wanita itu pun membantu Nanas untuk berbaring di ranjang pasien, menyingkap pakaian Nanas hingga batas bawah dada dan mengoles gel di permukaan perutnya.
Evan mengambil sebuah alat dan hendak menggeser benda itu di atas perut Nanas, membuat mata Anthony membelalak.
"Ga boleh!" pekik Anthony menghalau tangan Evan.
Evan memandang Anthony. Kali ini dengan kerutan tipis di alis. "Maksud kamu? Kalau tidak boleh, terus saya bagaimana periksanya."
"Yah, yah begitu-" jawab Anthony kelabakan. "Jangan lihat perutnya!"
Rahang Evan terbuka lebar. Ia hanya dapat menggelengkan kepalanya. "Kalau tidak bisa lihat bagaimana saya periksanya?"
"Jangan disentuh, Kamu modus yah Van?" cegah Anthony yang membuat sang dokter menarik napas dalam.
Masih beruntung karena suami pasien adalah teman lamanya. Namun, kelakuan Anthony yang posesif cukup membuatnya terkejut.
"Lama tidak bertemu sepertinya lidahmu makin licin yah Thon. Sepertinya kamu perlu diperiksa juga. Jangan-jangan kabel merahmu putus," sindirnya sambil tertawa kecil.
"Sembarangan kamu! Lagian suami mana yang suka istrinya dipegang laki-laki lain?"
"Saya kan hanya menjalankan tugas."
"Pokoknya kamu tidak boleh lihat atau pegang!" teriak Anthony sekali lagi dengan nada yang lebih menekan.
Sementara Nanas yang melihat tingkah suaminya hanya dapat tersenyum kecut.
"Ya sudah, kalau tidak boleh lihat dan pegang, biar saya lihat ke monitor saja, ya. Kamu duduk dulu dong. Santai sedikit!"
Anthony mengusap dada pelan, lalu menghembuskan napas panjang. Kemudian duduk di kursi di samping pembaringan pasien.
Evan pun melanjutkan memeriksa perut Nanas sementara Nanas hanya rilex dengan sentuhan sosok dokter tampan seperti Evan dan Anthony hanya diam tanpa bisa melakukan apapun.
"Nah itu anak kamu?" Evan menunjuk gambar pada layar monitor yang menampilkan titik putih berbentuk kacang, yang membuat alis Anthony saling bertaut.
"Kok anak saya bentuknya kayak kecebong, Van? Seharusnya kan seperti bayi," tanya Anthony yang membuat Nanas tertawa puas.
"Gak Thon, itu gambar embrionya. Memang bentuknya masih begitu," jawab Evan sambil menahan tawa.
Meskipun masih tampak bingung, namun Anthony mengangguk tanda mengerti. Tatapannya tak pernah lepas dari layar monitor. Dengan pikirannya yang melayang dengan ribuan pertanyaan tentang bentuk embrio.
"Okey, sudah selesai kan?" tanya Anthony.
Evan mengangguk, sementara Nanas membenahi bajunya, "Makasih yah Mas Evan."
"Gausah manggil Mas, jijik saya dengernya." protes Anthony. "Kamu saja panggil saya om!"
Evan kembali mengatupkan bibirnya demi menahan tawa. Anthony yang selama ini adalah sosok yang santai dengan pembawaan tenang tiba-tiba menjadi sangat posesif dan tentunya cukup aneh bagi Evan.
Konsultasi berlanjut. Evan memberikan beberapa petunjuk penting tentang menjalani kehamilan di trimester pertama.
"Terima kasih, Van," ucap Anthony setelah Evan memberi resep obat yang harus ditebus di apotek.
Anthony pun berpamitan. Nanas sudah keluar lebih dulu.
"Oh ya, Thon ... kamu gak merasa ketuaan untuk istrimu?" kelakar Evan membuat mata Anthony melotot.
Anthony pun memaki sebelum benar-benar keluar dari ruangan itu.
"Brengsek kamu, Van!"
- TBC
Kenal Evan yah dia adalah Dokter dari ***** ** And The Rich Man karya Mama Kolom Langit
Ayo Baca versi Sudut pandang Evan di Novel Mama yang judulnya Me And The Rich Man..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 89 Episodes
Comments
Arya Al-Qomari@AJK
loh author kolom langit perempuan toh? ku kira laki-laki
2025-02-24
0
Ayachi
pantess kek familiar sama nama dan profesinya trnyta prnah gw baca, udah lama bnget jdi ga terlalu ingat alurnya
2024-08-02
0
Dewi Anggya
🙈🙈🙈
2024-01-15
0