Beberapa hari kemudian Iqbal menggendong Alena yang tidur di punggungnya. Sementara Rani menuntun sepedanya yang bocor di samping Iqbal, mereka pulang setelah mencari keberadaan Alena yang hilang. Alyn berjalan beriringan dengan Iqbal.
Saat hampir sampai di depan rumah orang tua Rani, Alyn, Iqbal, dan Rani di kejutkan dengan banyaknya orang di rumah Rani. Perasaan Rani semakin tak karuan saat melihat bendera kuning berkibar di sekitar rumahnya.
Rani berlari cepat ke dalam rumahnya...
Teriakan histeris Rani terdengar jelas di telinga Alyn dan Iqbal. Mereka sungguh tidak tega melihat Rani. Saat Rani menangis di samping jasad sang Ayah. Di dalam hati Iqbal berjanji akan menjaga Rani menjadi pelindung untuk Rani.
Selama tujuh hari tahlil, Iqbal selalu hadir di rumah Rani. Sesekali mata Iqbal mencari keberadaan Rani. Sudah tujuh hari ini dia tidak melihat Rani. Entah kenapa hatinya jadi tidak tenang jika tidak tahu kondisi Rani.
***
Setelah tujuh hari kematian sang Ayah. Rani Kembali beraktivitas seperti biasanya. Sekolah di pagi hari dan mengaji di malam hari.
Lagi lagi Rani mengaji tanpa Alyn dan sepupunya Alyn karena ikut Abah Fajar menghadiri pernikahan kerabatnya. Rani yang terlanjur siap mengaji akhirnya berangkat juga setelah mengetahui Alyn tak ada di rumahnya.
Siapa tahu dengan Rani mengaji dan mengajari anak kecil kecil mengaji bisa menjadi amal jariyah yang bisa meringankan beban sang Ayah di alam kuburnya.
***
Di perjalanan pulang Rani mulai takut. Jalanan mulai sepi. Rani terkejut saat tiba tiba dia di hadang oleh dua pemuda yang tidak di kenalnya.
"Hay...Boleh kenalan nggak?..." Pemuda itu mulai mentoel dagu Rani tapi Rani melengos.
"Maaf ini sudah malam, saya harus segera pulang. Ibu saya pasti nyariin." Ucap Rani yang kakinya sudah gemetaran. Telapak tangan Rani mulai memutih saat tangannya meremas sepedanya karena ketakutan.
"Mau kemana???.... Buru buru amat sih." Pemuda itu mulai membelai tangan Rani. Nafas Rani mulai berat, dadanya kembang kempis, Jantungnya berdetak kencang, air mata mulai menggenang.
"Kita have fun yuk, tuh ada semak semak...." Pemuda itu hendak mencium bibir Rani tapi Rani melengos. Rani benar benar gugup dan takut saat ini.
"Ya Allah tolong hamba..." Batin Rani.
"Dia sok jual mahal coy... Hahahaha..."Rani berlari secepat kilat karena tidak mungkin membawa sepedanya yang sejak tadi di tahan oleh pemuda itu.
Rani terus berlari tapi dua pemuda itu terus mengejarnya.
"Tolong.... Toloooooong...."Rani berteriak sepanjang jalan.
Langkah Rani kalah cepat dengan kaki panjang pemuda itu.
"Tolong... Toloooooong.... tooooo hemmm...." Pemuda itu berhasil menangkap Rani dan membekap mulutnya, hingga Rani tidak bisa mengeluarkan suara.... Kedua pemuda itu menyeret paksa Rani masuk ke dalam semak semak. Rani berusaha memberontak, menghentak hentakan kakinya ke tanah, Perpegangan pada pohon tapi tenaganya tidak sebanding dengan dua laki laki itu. Mereka terus menyeret Rani semakin dalam.
"Ya Allah tolong hamba..."
***
Iqbal sangat gelisah saat melihat Rani bersepeda sendirian. Biasanya Rani mengaji dengan Alyn dan Husain adik sepupu Alyn. Beberapa hari ini Iqbal ingin menemui Rani hanya ingin bertanya keadaannya.
Namun langkah Iqbal kalah cepat dengan sepeda Rani. Entah kenapa perasaan Iqbal jadi semakin tak nyaman. Iqbal tahu di kampung ini begitu banyak pemuda berandalan, tidak baik bagi perempuan keluar malam sendirian.
Iqbal berlari sekencang kencangnya. Dari jauh Iqbal melihat sepeda Rani roboh di tengah jalan. Iqbal semakin cepat berlari. Iqbal berharap semoga Iqbal tidak terlambat dan Rani baik baik saja.
Iqbal mengikuti jejak kaki di tanah yang becek. Jejak itu mengarah ke semak semak.
Iqbal terkejut saat pemuda itu memaksa Rani. Mulut Rani di jejali sapu tangan.
Satu pemuda memegangi tangan Rani dan satu lagi berusaha membuka rok Rani, tapi Rani berusaha mempertahankan roknya. Kaki Rani menendang nendang. Dan satu tangan Rani memegangi ujung roknya.
Dengan sekali tendangan, pemuda itu terpental ke belakang. Dan gigi depan pemuda itu rontok.
Dan satu tendangan lagi untuk pemuda satunya membuat gigi gerahamnya rontok.
Iqbal membuka jaketnya kemudian menutup tubuh Rani yang bajunya penuh dengan sobekan.
Dua pemuda jahat meludah mengeluarkan darah dan giginya rontok.
Iqbal bangkit kemudian mulai menghajar dua pemuda itu. Iqbal terus menghajar dua pemuda itu bertubi-tubi.
Rani membiarkan Iqbal menghajar mereka. Rani terlalu sibuk menangis.
Kekuatan Pemuda itu tidak bisa menandingi kekuatan Iqbal. Tubuh tinggi dan Otot liat Iqbal tidak bisa mereka kalahkan. Bahkan hingga dua pemuda itu tak sadarkan diri, Iqbal masih belum puas menghajarnya.
"Berhenti Iqbaaaaal...Kau bisa membunuhnya."
"Mereka pantas mati Ran."
"Berhenti Iqbal aku mohon. Aku tidak ingin kau jadi pembunuh." Rani semakin menangis menjadi. Tangisan Rani berhasil menghentikan aksi Iqbal yang kalap Seperti orang kesetanan.
Iqbal menghampiri Rani kemudian mendekap Rani dalam pelukannya. Iqbal memeluk Rani dengan erat. Hati Iqbal bergemuruh penuh emosi. Dia tidak rela Rani di perlakukan seperti ini.
"Iqbal aku takut.... Hikzzz.... Hikzzz."
"Tenanglah kau aman sekarang." Ucap Iqbal dengan nafas yang masih memburu.
"Iqbal Terima kasih. Jika kau datang terlambat aku tidak tahu akan sehancur apa hidupku." Iqbal semakin mengeratkan pelukannya saat membayangkan hal yang tidak tidak jika dia datang terlambat. Rani menangis dan semakin mengeratkan pelukannya.
"Iqbal berjanjilah kau tidak akan menceritakan ini pada siapapun. Aku malu."
"Mana bisa aku membiarkan mereka begitu saja. Hukuman dariku belum cukup. Mereka harus masuk penjara."
"Iqbal sudahlah aku mohon." Sadar atau tidak sadar Iqbal mengecup kening Rani, Membuat hati Rani berdesir penuh kehangatan. Tapi beberapa menit setelah ini Iqbal tidak ingat dengan apa yang dia lakukan. Entah karena reflek , tidak sadar atau terbawa suasana dia mengecup kening Rani. Tapi kenangan ini masih membekas bahkan di masa depan Rani.
Iqbal bangkit dan menelanjangi dua pemuda itu.
Iqbal menggendong Rani dan membawanya ke rumah pohon yang letaknya tidak jauh dari sini. Di tanah peninggalan orang tuanya. Suasana sekeliling tampak sepi. Keadaan seperti hutan. Saat Iqbal hendak menaiki tangga sambil menggendong Rani. Rani menolak.
"Aku bisa sendiri."
"Apa kau yakin?"Iqbal bertanya. Rani hanya mengangguk.
Rani menaiki tangga. Iqbal tidak berani melihat ke atas karena rok Rani tersingkap keatas mengikuti gerakan kaki Rani yang naik. Langkah Rani memperlihatkan kakinya yang mulus. Cahaya rembulan masih berbaik hati memberikan sedikit penerangan.
Setelah Rani naik barulah Iqbal menyusul. Iqbal menyalakan lentera lalu Iqbal membuka peti kecil dan mengambil satu kemeja lalu memberikannya pada Rani.
"Ini. Pakailah." Ucap Iqbal memberi Rani kemeja.
"Di depan mu?..."
"Aku akan turun." Kemudian Iqbal turun dari rumah pohon.
"Iqbal..." Rani memanggil Iqbal setelah selesai berpakaian. Iqbal mendongak kemudian naik ke atas rumah pohon.
Iqbal menatap Rani yang memeluk lututnya sendiri. Rani memperhatikan isi rumah pohon ini. Rumah pohon ini sangat terawat dan bersih. Banyak buku buku yang tertata rapi di meja kecil di ujung rumah pohon.
Iqbal tahu seandainya tidak dalam keadaan seperti ini Rani pasti sangat antusias dan bertanya ini itu.
"Almarhum bibiku bilang Ayahku yang membuat rumah pohon ini saat ibuku mengandungku. Katanya Ngidam rumah pohon. Aku mengganti beberapa kayu yang mulai keropos. Aku sering kemari dan belajar lewat buku buku itu." Iqbal menunjuk buku buku yang tertata rapi, menjawab pertanyaan Rani waktu itu.
"Kau bilang ingin belajar bersama ku supaya pintar. Kau bisa kemari kapan saja, dengan senang hati aku akan mengajarimu." Ucap Iqbal berusaha menghibur Rani.
"Apa kau suka?..."Rani hanya mengangguk menjawab pertanyaan Iqbal. Iqbal tahu hati Rani saat ini tidak sedang baik baik saja.
"Aku tidak pernah membawa siapa pun kemari kecuali kau." Ucap Iqbal.
"Apa kau pernah membawa Alyn kemari?..." Pertanyaan Rani hanya di jawab gelengan kepala oleh Iqbal.
"Kenapa kamu membawa ku kemari?"
"Entahlah..."
Beberapa saat kemudian.
Rani semakin mempererat memeluk lututnya. Tangannya semakin terkepal. Mengingat kejadian tadi, mengingat ketiadaan Ayahnya. Air mata mulai lolos dari mata lentiknya.
Tidak satupun terlewatkan dari pandangan Iqbal. Iqbal menghampiri Rani meletakkan kepala Rani di bahunya yang kokoh. Iqbal menggenggam erat tangan Rani. Dia berharap bisa mengurangi beban yang Rani pikul. Tapi Iqbal salah besar, bukannya mengurangi beban Rani yang ada Iqbal malah menambah beban Rani. Karena saat ini benih benih cinta mulai bersemi di hati Rani untuknya. Rani cukup sadar diri, dia hanya obat nyamuk di antara Alyn dan Iqbal.
***
Selamat menikmati dan harap sabar menunggu masa depan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Fastabiqul Khairat
kok ayah Rani meninggal sebelum Alyn dan Iqbal pacaran. Bab sebelumnya diceritakan Ayah Rani masih sakit setelah Alyn dan Iqbal pacaran.
2022-07-30
0
Ummi Alfa
Ndak kebayang jika jadi Rani memendam persaan pd Iqbal yang jelas2 menyukai sahabatnya dan mereka selalu bertiga kemana2 beneran jadi obat nyamuk Rani mah bagi mereka pasti nyesek rasanya melihat kebersamaan Alyn dan Iqbal.
Tapi aku salut sama Rani walau dia punya rasa sama Iqbal tapi dia cukup tau diri untuk tidak mengganggu hubungan merwka dwngan menjadi orang ketiga.
2022-06-24
0
Amanah Amanah
sabar ya raaan kesabaran psti membuahkan hasil
2022-03-25
0