Setelah dua jam lamanya mereka berdua berteduh di bawah pohon dengan saling menghangatkan satu sama lain akhirnya hujan mulai reda, hanya sisa gerimis kecil kecil.
"Iqbal, hujan sudah mulai reda. Sebaiknya kita pulang, takut nanti hujannya deras lagi." Ucap Rani karena mulai gerah dengan posisi seperti ini.
Iqbal membuka jaketnya dan menyampirkan ke tubuh mungil Rani. Rani tenggelam ke dalam jaket Iqbal kebesaran padanya.
"Kenapa wajahmu merah? Apa kau sakit?" Iqbal bertanya seraya menyentuh kening Rani. Iqbal juga melihat nafas Rani kembang kempis.
Rani langsung menepis tangan Iqbal.
"Tidak." Tegas Rani.
"Dasar Iqbal...Apa cuma aku yang merasa gugup seperti ini. Jika Alyn tahu pasti akan salah paham."
"Pulang lah." Ucap Iqbal.
"Hah..." Rani melongo.
"Kau cepat pulang.... Sebentar lagi magrib." Ucap Iqbal dengan wajah datarnya.
"Lalu kau bagaimana?..."
"Aku jalan kaki. Rumah ku sudah tidak terlalu jauh dari sini." Kemudian Iqbal mengusap rambut Rani. " Terima kasih." Lanjut Iqbal lalu beranjak pergi meninggalkan Rani yang masih termangu memandangi kepergian Iqbal dari jauh, menyisakan belaian yang terasa hangat di rambutnya.
"Huuuuufffhhh....Aku lebih suka Iqbal yang menyebalkan dari pada yang perhatian seperti tadi. Jantung ku seperti sedang melakukan adrenalin." Gumam Rani sambil mengusap dadanya.
***
Beberapa hari kemudian Iqbal hanya bisa melihat dari kejauhan Rani dan Alyn pulang pergi ke sekolah di antar oleh Abah Fajar naik sepeda motor. Karena Alyn yang baru sembuh dan tidak boleh kelelahan Abah mengantarkannya setiap hari.
Hal ini membuat Iqbal sangat merindukan Alyn.
Iqbal sendiri bingung, tanpa bantuan dari Rani sangat sulit untuk menemui Alyn.
***
Malam hari di rumah Rani, setelah selesai makan malam bersama Rani membereskan piring kotor dan sisa makanan ke dapur. Dia mencuci piring sambil bersenandung. Kemudian dia bergegas pergi untuk mengerjakan PR bahasa Inggris dan matematika nya yang tergeletak di atas ranjangnya.
Rani membuka pintu kamar dan masuk.
"Aaaaakkkhhh..." Rani berteriak saat pintu kamarnya di tutup. Mulutnya di bekap hingga tak bisa mengeluarkan suara lagi.
"Jangan berteriak... Aku akan membukanya." Berbisik di telinga Rani.
Rani mengangguk menurut. Setelah Rani terbebas, Rani memukuli dada Iqbal.
"Apa yang kau lakukan di kamar anak gadis hah? Kau mengejutkan ku saja." Rani menggerutu dengan suara berbisik. Sejurus kemudian Iqbal menahan tangan Rani. Menatap mata Rani dengan intens.
"Maaf..." Ucap Iqbal. Kemudian Rani menghempaskan tangan Iqbal.
"Selalu kata itu yang tercetus dari mulut mu. Kalau tujuan mu kemari hanya untuk menemui Alyn, maaf aku tidak bisa." Ucap Rani sambil melangkah menuju ranjangnya.
"Ck...." Iqbal berdecak.
"Kalau kau menemui Alyn ke kamarnya dan Kepergok orang tua Alyn... Mereka akan semakin menentang hubungan kalian." Ucap Rani yang sudah duduk di ranjang.
"Huuuuufffhhh... Kau benar. Lalu apa yang harus ku lakukan?" Iqbal ikut duduk di atas ranjang.
"Tulis surat saja. Biar aku yang antar." Iqbal manggut-manggut menerima usulan dari Rani.
Rani memberikan Iqbal buku dan pena. Namun Iqbal hanya menatap buku dan pena di tangannya. Rani yang sejak tadi menggaruk kepala karena tidak tahu harus melakukan apa dengan rumus matematika nya, akhirnya mengalihkan pandangannya pada Iqbal yang duduk di tengah ranjang.
"Bal... Apa yang kau lakukan... Kenapa diam saja?"
"Apa yang harus ku tulis?..." Tanya Iqbal.
"Tulis apa saja yang ingin kau ucapkan jika bertemu Alyn."
"Bantu aku menulis surat."
"Kau tidak lihat, aku sedang sibuk mengerjakan PR."
"Nanti aku akan membantu mu" Ucap Iqbal.
"Bisa apa kau?..." Ucap Rani yang bersandar di sandaran ranjangnya.
"Jangan menghinaku..." Iqbal menatap Rani dengan tajam.
"Hehe maaf maaf aku tidak bermaksud... Tapi ini kan pelajaran anak SMA." Rani tersenyum kikuk karena tidak enak hati dengan Iqbal.
"Karena aku tidak tamat SD jadi kamu pikir aku tidak bisa mengerjakan pelajaran anak SMA, begitu!..." Ujar Iqbal dengan wajah datarnya.
"Maaf...." Ucap Rani.
"Kemari lah.... Aku akan membantu mu mengerjakan PR mu yang penuh dengan tanda merah itu." Ujar Iqbal.
"Hey kau mengintip buku pelajaran ku ya !...."
"Aku menunggumu lama sekali. Jadi maaf, sambil menunggu mu, aku melihat lihat isi bukumu." Ucapan Iqbal membuat Rani sangat malu. Buku Rani penuh tanda merah dari gurunya. Betapa bodohnya Rani.
"Jangan melihat ku seperti itu. Aku tahu aku bodoh."
"Kau tidak bodoh... Bakat mu ada pada seni. Kau kreatif, lihat lah gambar gambar di dinding kamar mu, ini tercipta dari keterampilan tanganmu kan." Ucap Iqbal.
"Aaaahhh....Iqbal, kau membuatku tersanjung."
"Kemari lah aku akan mengajarimu." Ucap Iqbal.
Kemudian Rani menghampiri Iqbal. Namun Iqbal malah turun dari ranjang.
"Kenapa kamu duduk di bawah?..."
"Lebih enak begini. Ranjang mu jadi mejanya."
Rani ikut duduk ke lantai bersisian dengan Iqbal.
Iqbal meminta rumus matematikanya pada Rani. Iqbal mengajari Rani dengan telatan. Dalam sekejap mereka sudah bisa menyelesaikan Semua tugas Rani. Rani sangat takjub pada kemampuan Iqbal dalam mengerjakan matematika dan dalam berbahasa Inggris.
Setiap hasil dari perhitungan matematika yang di kerjakan oleh Iqbal ada di salah satu a.b.c.d. Rani hanya tinggal menyilangkan hasilnya. Tapi Rani masih ragu.
"Kamu tidak mengerjakan PR ku asal asalan kan?... Soalnya kau bicara bahasa Inggris, aku tidak mengerti. Besok adalah pembuktian dari kecerdasan mu. Awas saja kalau aku dapat nilai telor goreng dari Bu guru." Ucap Rani.
"Mana mungkin aku menjerumuskan mu!"
"Maaf sebelumnya, tapi bagaimana caranya kamu bisa berbahasa Inggris dengan fasih. Kamu belajar dari mana?..."
"Nonton film barat."
"Kau serius! Hanya dengan menonton film barat kau bisa mengerti bahasa mereka." Ucap Rani takjub. Iqbal hanya menganggukkan kepala.
"Wow keren keren."
"Bahasa Inggris adalah pelajaran yang mudah asal kamu tahu arti dari kosa katanya. Makanya perbanyak lah menghafalkan bahasa Inggris dan artinya lalu praktekkan, kalau bisa setiap hari."
"Wah Iqbal kau hebat sekali... Sayang sekali otak cerdas mu tidak di asah."
"Diam lah."
"Lalu bagaimana caranya kau paham matematika hanya dengan melihat rumus?"
"Kau jangan banyak bertanya. Bantu aku menulis surat untuk Alyn."
"Baik lah..."
Iqbal lebih banyak bertanya pada Rani apa yang harus di tulis untuk Alyn. 80% isi surat itu keluar dari pikiran Rani, Iqbal hanya menulis saja.
"Ini namanya surat cinta dariku bal bukan darimu."
"Sama saja. Ini aku yang nulis. Melihat tulisan ku saja Alyn sudah pasti senang."
"Bal bantu aku belajar ya biar pinter."
"Selesaikan dulu surat cintaku untuk Alyn."
"Baik lah."
"Ran..."
"Apa?..."
"Sebaiknya kau jangan bersenandung, suaramu membuat telinga ku sakit." Iqbal tersenyum melihat wajah kesal Rani.
***
SELAMAT MENIKMATI
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Dewi Purwati
lagi GK moood bnget eh Nemu bacaan ginian...langsung ikut cekikikan
2024-02-02
0
ARJUNA_25
lanjut lg thor💪💪💪
2022-02-21
0
ARJUNA_25
lanjut
2022-02-21
0