Alyn, Rani dan Iqbal merasa lega akhirnya terbebas dari Umi Naya. Iqbal keluar dari persembunyiannya. Dia menepuk nepuk badannya yang penuh debu.
"Dik...Kamu janji ya jangan bilang bilang Umi sama Abah kalau mas Iqbal ada di sini." Alyn memperingatkan Alena.
"Iya tapi kasih aku coklat lagi. Tuh masih ada..."
Alena menunjuk nunjuk saku celana Iqbal.
"Nih..." Iqbal menjulurkan coklat yang niatnya akan di berikan untuk Rani. Iqbal melihat bubur yang teronggok di atas meja belum terjamah.
"Ayo Bal pulang, sebelum Umi masuk ke sini lagi." Ketus Rani.
"Sebentar." Ujar Iqbal.
"Tunggu apa lagi?..." Ketus Rani geram karena sudah tidak sabaran. Namun Iqbal tidak menghiraukannya. Rani sangat jengkel pada Iqbal, bahkan kaki Rani masih gemetar karena ketakutan.
"Kamu belum makan?" Iqbal bertanya menatap Alyn yang menggelengkan kepala.
"Mas cepat pulang sebelum Umi balik lagi kemari." Ucap Alyn yang masih gugup.
"Aku akan pulang setelah kamu memakan buburnya."
"Nanti aku makan sendiri." Jawab Alyn.
"Aku akan memastikan kamu makan dengan benar." Iqbal mengambil piring berisi bubur itu kemudian menyuapi Alyn di posisinya yang sudah duduk. Rani meremas tangannya ke udara, Ingin sekali dia mencekik Iqbal. Setelah kejadian tadi tidak membuat laki laki yang satu ini gentar.
Alyn terus membuka mulutnya, meskipun mulutnya masih penuh dengan bubur. Ia ingin segera menghabiskan buburnya agar Iqbal segera pergi dari kamarnya. Karena Iqbal yang keras kepala tidak akan mau menuruti Alyn.
Pipi Alyn mengembang seperti balon. Dia tampak lucu dengan pipi gembulnya yang penuh bubur.
"Mas sudah kenyang."
"Habiskan." Tegas Iqbal, walapun Alyn merengut Iqbal tetap menyuapinya. Rani bangkit dan merampas bubur itu lalu di letakkannya bubur itu di atas meja.
"Kau tidak dengar Alyn sudah kenyang! Ayo pulang. Ayooooo pulang." Ujar Rani geram sambil menarik narik lengan Iqbal yang tak mau bergeser. Iqbal bangkit dan Rani masih menggenggam tangan Iqbal. Mata Iqbal dan Alyn mengarah ke tangan Rani, sadar di perhatikan Rani reflek melepas tangannya dan mengangkatnya tinggi-tinggi ke udara.
"Hehehe maaf tidak sengaja."
"Lyn aku pulang dulu. Kamu cepat sembuh! Kalau tidak! Aku akan sering sering main kesini." Ucapan Iqbal membuat Alyn dan Rani mendelik tak percaya.
"Ayoooo pulaaang." Rani mendorong punggung Iqbal dan berjalan mengarah ke jendela.
"Nak Rani ngapain?..." Tanya Umi Naya.
"Deg..." Jantung Rani terpompa dengan kecepatan di luar kebiasaannya. Beruntung Iqbal sudah keluar dari jendela. Telat sedikit saja habis lah riwayatnya.
"Cari udara segar Umi." Kemudian Rani menutup kembali pintu jendela itu.
"Kenapa di tutup lagi kalau cari udara segar." Umi Naya bertanya heran.
"Hehehe iya, Rani mau pulang Umi."
"Kenapa terburu-buru."
"Ini hampir sore takut Ibu nyariin."
"Oh gitu....Ya sudah kamu hati hati di jalan ya."
"Iya Umi." Rani mengecup punggung tangan Umi Naya.
"Hati hati Ran di jalan." Ujar Alyn
"Hati hati kak Rani... Sering sering ya kayak gini.... Hikikikiki." Ucap Alena. Alyn hanya menggelengkan kepalanya.
"Hehe iya." Rani tersenyum kikuk.
***
Iqbal terus mengayuh sepedanya sambil membonceng Rani. Sebenarnya rumah Rani dekat dengan rumah Alyn tapi bukannya pulang, Rani malah harus mengantarkan Iqbal balik pulang. Kedua sama sama bungkam, karena Iqbal orangnya tidak banyak bicara sedangkan Rani yang ceriwis masih kesal padanya karena sudah membuat dirinya sport jantung.
Tiba-tiba hujan turun dengan rintik rintik.
"Aku selalu sial jika bersama mu Iqbal."
"Diam lah." Ucap Iqbal kemudian melajukan sepedanya semakin kencang.
Dari belakang Iqbal, Rani menggerakkan tangannya ingin menjambak rambut Iqbal.
"Mau ku jambak kau!" Tegas Iqbal.
"Tidak." Rani menggelengkan kepalanya cepat, pada hal Iqbal tidak bisa melihat itu.
Rani memperhatikan kepala belakang Iqbal."Apa dia punya mata di belakang ya?"
"Iqbal buku buku-buku ku bisa basah." Ucap Rani ketika hujan turun mulai lebat. Iqbal menepikan sepedanya bernaung di bawah pohon. Rani Segera turun dan mengambil tasnya dari keranjang sepedanya. Rani berdiri memeluk tasnya, dia memberi batas jarak dari Iqbal, Rani sadar Iqbal adalah pacar sahabatnya.
Naungan pohon tak bisa menghindarkan Rani dan Iqbal dari guyuran air hujan. Iqbal membuka jaket kulitnya.
"Rani kemari lah!..."
"Kemana?..."
"Kesini!"
"Di samping mu?"
"Iya."
"Tidak mau." Rani menggelengkan kepalanya.
"Tidak apa. Ini darurat. Buku buku mu bisa basah." Ucapan Iqbal membuat Rani melangkah perlahan dengan langkah ragu.
Kini mereka berdiri bersisian tanpa jarak, bahkan kulit Rani bersentuhan dengan Iqbal. Iqbal memayungkan jaketnya ke kepala Rani. Satu jaket berdua. Posisi sedekat ini membuat tubuh Rani panas di tengah dinginnya air hujan, nafas Rani terasa berat. Tubuh Iqbal begitu hangat dan nyaman. Susah payah Rani mereguk oksigen yang rasanya sangat terbatas. Rani memeluk erat tasnya, jantung nya berdegup tak karuan, Rani tidak pernah sedekat ini dengan laki laki.
Rani memberanikan diri mendongak ke atas. Tidak ada ekspresi di wajah itu, wajahnya datar. Hanya Rani sendiri yang memiliki perasaan nyaman namun gelisah. Rani tertangkap basah menatap Iqbal, Iqbal mengerutkan alisnya. Dengan cepat Rani menunduk.
"Kenapa?" Iqbal bertanya karena ada yang aneh dengan Rani.
"Tidak apa-apa."
"Kenapa wajahmu merah?" Ucapan Iqbal membuat Rani semakin salah tingkah. Rani menggeleng cepat.
"Aku nervous dan malu.... BODOH" Rani menggerutu dalam hati.
"Ran?" Iqbal masih menuntut jawaban.
"Aku kedinginan." Jawab Rani sembarangan.
Rani terkejut dan menahan nafas, tiba-tiba tangan Iqbal merangkul lengan Rani agar bisa lebih dekat. Membuat nafas Rani semakin sesak dan gugup, jantungnya bergemuruh hebat.
***
SELAMAT MENIKMATI JANGAN LUPA LIKE KOMENTAR DAN VOTE FAVORIT BIAR AUTHORNYA SEMANGAT
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Reiva Momi
yg sabar ya Ran 😅
2022-10-26
0
Ummi Alfa
Rani memang sudah punya rasa pada Iqbal dari awal.
2022-06-23
0
Nana
Iqbal Cinta Rani tp dia tdk menyadari
2022-06-14
0