Sebelum tidur, aku menyempatkan diri menengok akun Instagram lagi. Memang mencari penyakit hati, tetapi rasa penasaran ini semakin membesar seiring berjalannya hari.
Napasku kembali sesak. Sewaktu bicara dengan Kak Sonia, unggahan video klarifikasi itu mendapat 2.100 komentar, tetapi kenapa sekarang bertambah lagi? Tentu saja isinya hujatan untukku yang di cap sebagai teman dekat yang ingin memiliki hak. Aduh, sungguh, ya! Mereka, kok, lucu amat. Sudah jelas-jelas aku ini kekasihnya.
Kepalaku mendadak pening, tak ingin menambah lagi rasa sakit, aku kembali melihat profil pribadi. Foto-foto kemesraan kami bahkan masih tertata jelas di sana. Ingin rasanya aku menutup mulut netizen dengan foto-foto itu. Masa, iya, cuma sekadar teman dekat, tetapi pegangan tangan, foto pelukan, kasih kejutan di jam dua belas malam, dan masih banyak lagi.
Kegalauan memikirkan langkah menghadapi netizen terhenti karena mendapat satu pesan masuk di laman Instagram. Jantungku langsung berdetak, takut untuk membuka pesan itu karena akhir-akhir ini yang kubaca adalah ujaran kebencian. Sedikit bergetar, ibu jariku memencet tombol direct message yang tertera di pojok kanan atas layar.
bs123ja
Ayo ketemu di atap sekolah besok
Hah? bs123ja, itu siapa? Sok kenal sekali mengajak bertemu di atap sekolah. Ada keperluan apa pula?
Seolah mendapat telepati dari isi hatiku, pesan kedua dikirim orang yang sama untuk menjawab semua pertanyaan yang baru saja terlontar.
bs123**ja**
Saya punya cara buat balas dendam ke Arfan.
Aku berujung mematikan layar ponsel, menatap langit-langit kamar sembari memikirkan kemungkinan orang yang mengirimiku pesan. Jika menyangkut Arfan dan balas dendam, berarti dia anak SMK Farmasi Bangsa yang tahu tentang skandalku. Tak mau menunggu lama untuk kesempatan ini, aku lekas menyalakan kembali layar ponsel dan membalas pesan dari orang tak dikenal itu.
^^^[Anda membalas]^^^
^^^Ini siapa ya?^^^
bs123ja
Ketemu besok, di atap sekolah jam istirahat
Aku berpikir sejenak. Sebelum bertindak aku harus menyiapkan mental, kan? Jujur aku ingin sekali membalas perbuatan Arfan yang semena-mena, tetapi aku takut ini salah satu jebakan terbaru yang akan menyudutkanku. Apa aku lihat dahulu saja orangnya, ya?
^^^[Anda membalas pesan]^^^
^^^Sebelum bel masuk saya tunggu di sana^^^
bs123ja
Jam 6 pagi
^^^[Anda membalas pesan]^^^
^^^Oke.^^^
...***...
Aku berlari keluar kamar, sudah lengkap memakai seragam sekolah dan ransel. Langkahku tergesa menuruni anak tangga.
"Sekolah, Ra?" Suara Mami dari area dapur membuat langkahku terjeda. "Subuh banget," komentar beliau.
"Ada perlu, Mi." Alih-alih menyusul Mami ke dapur untuk berpamitan dan mencium tangan, aku memilih kembali memacu langkah, mengambil sepasang sepatu, lalu memakainya di luar rumah.
Sebelum menaiki motor, aku menengok arloji terlebih dulu. Pukul 05.40. Aku hanya memiliki waktu dua puluh menit. Yakin, sih, subuh begini pasti jalanan belum macet. Aku pasti bisa sampai ke sekolah tepat waktu.
......***......
Pagar sekolah yang sudah terbuka aku lintasi cepat. Motorku melesat masuk ke area parkir. Tak tanggung-tanggung, aku pun memilih parkir di barisan paling depan. Situasi yang kosong ini membuatku lebih percaya diri. Takut keburu banyak siswa yang datang, aku lekas turun dari motor setelah melepas helm dan menggantungnya di batang kaca spion.
Mataku sempat menangkap satu motor yang sudah parkir di sebelah kanan. Posisinya di barisan yang sama denganku, paling depan. Apakah itu motor dia? Dia yang mengajakku bertemu?
Kawasaki 150 RR. Aku sering melihat motor ini terparkir saat ospek kemarin, tetapi aku tak tahu siapa pemiliknya. Pasti yang mengirimku pesan semalam anak OSIS juga.
Harap-harap cemas, aku tetap melangkah menuju atap sekolah. Dari kejauhan aku tidak menangkap bayangan orang yang diam di sana, aku harap orang itu belum datang. Jadi, aku bisa bersembunyi lebih dulu. Jika orang yang datang nanti adalah orang yang bisa dipercaya, baru aku menampakkan diri, tetapi jika yang datang nanti bagian dari tim sukses Arfan Cecilia, tentu aku akan tetap bersembunyi. Tujanku datang hari ini cuma satu, melihat visi misinya terlebih dulu sebelum mengambil keputusan untuk bekerja sama.
Pintu akses menuju atas tertutup rapat. Firasatku yakin kalau orang itu belum datang. Syukurlah, aku jadi bisa meluncurkan taktik cerdas yang sedari malam sudah terlintas.
Kenop pintu kubuka pelan. Dinginnya pagi langsung berembus menyambutku, menyentuh pipiku dengan lembut nan tenang. Aku beranikan diri untuk semakin melangkah masuk. Area terbuka menghadap langit yang tidak terisi apa pun ini memang cocok dijadikan tempat sembunyi.
Sebelum semakin hanyut dengan pemandangan pagi dari atap, aku menyempatkan diri menoleh ke kanan-kiri. Belum terlihat sosok yang menungguku di sini. Napasku berembus lega. Saatnya mencari tempat persembunyian untuk menangkap wujud yang mengirimiku pesan.
Langkahku semakin masuk ke area atap. Kedua mata menyusuri dengan cermat, mencari tempat yang pas untuk bersembunyi.
Klik!
Tubuhku spontan tersentak sampai menoleh ke belakang. Pintu yang sengaja aku biarkan terbuka itu ditutup oleh seseorang yang membelakangiku. Dia, kah, orangnya?
Kedua tangan sudah tersimpan di depan dada. Jantungku berpacu dua kali lipat lebih kencang dari sebelumnya. Keringat dingin mulai bermunculan di hidung dan keningku. Jangan-jangan dia bagian dari tim sukses Arfan dan Cecilia! Aduh, jangan sampai ini menjadi jebakan! Hidupku sudah cukup hancur di sini, aku tak mau lebih hancur lagi.
"Siapa, ya?" tanyaku memberanikan diri meskipun terdengar parau. Aku mengambil langkah mundur karena dia hendak membalikkan badan. Astaga. Napasku tertahan, begitupun tangan yang sudah dibasahi keringat hingga berujung gemetar hebat. Aku membelalakkan mata setengah tidak percaya dengan sosok yang kulihat.
Mata kecil, sorot yang tajam, potongan rambut yang menutupi kening. Gayanya memang bukan main, terlebih saat ini dia memasukkan kedua tangan ke saku celana. Sekali lihat saja aku masih ingat pesonanya. Aku ingat pernah bertemu dia di kantin. Benar. Dia, kan—
"Saya Bagas."
Nah, benar tebakanku. Dia Bagas, lelaki yang katanya Ketua OSIS. Aku ingat betul Riska pernah membicarakannya. Kenapa dia bisa berada di sini?
"Saya pemilik akun bs123ja."
"Hah?" Aku menjerit sejadinya. Mulutku sudah melongo total. Sebisa mungkin aku mengajak otak untuk mencerna keadaan dengan cepat. Namun sayang, aku masih terpaku dan tak bisa berkata-kata lagi.
"Kamu Dara, kan?" tanyanya yang kini sudah berjalan lebih dekat.
Kepalaku mengangguk gugup. Mau apa dia? Kenapa dia semakin mendekat?
Tak ingin jarak kami terkikis, aku kembali melangkah mundur.
"Kamu setuju, kan, sama saran saya?"
Hening. Pikiranku berubah jernih setelah mendengar pertanyaannya. Baiklah, berhubung aku tak bisa bersembunyi dan berhubung lelaki yang ada di depanku terlihat bisa dipercaya. Ada baiknya, aku mengajukan pertanyaan, berjaga-jaga takut ini memang jebakan. Bagaimanapun mereka dekat karena berada dalam organisasi yang sama, kan?
"Saran yang mana?" Mula-mula aku akan bersikap lupa perihal chat semalam.
"Balas dendam. Arfan membodohi kamu, kan?"
Aku memandangnya tajam. Anehnya, mendengar langsung ucapan netizen lebih menusuk hati ketimbang membaca komentar-komentar mereka di status orang. "Aku enggak dibodohi, ya!" kataku tegas.
"Iya, dia yang bodoh," ralatnya yang sukses menyihirku sampai tertegun.
Suaranya itu, lho, Bunda! Berat, hangat, dan apa, ya? Dia tidak terlihat seperti mereka yang menghujatku dan memberikan gosip murahan. Dia murni terlihat peduli padaku.
"Saya tau kalian statusnya jelas. Saya juga tau, Arfan berubah karena Cecil yang ganggu duluan. Makanya saya ngajak kamu balas dendam ke mereka."
Aduh, aku kurang puas!
"Yakin cuma itu alasannya?" Tanganku sudah bersedekap. "Maaf, Kak. Zaman sekarang manusia banyak yang muka dua. Aku enggak semudah itu bisa percaya. Apalagi Kakak di sini sebagai Ketua OSIS, pasti sibuk sama urusan sekolah dan organisasi, kan?" Dia terlihat menganggukkan kepala. "Terus kenapa Kakak mau bantu urusan percintaan Dara? Secara cuma-cuma lagi."
"Siapa bilang secara cuma-cuma?" Dia menatapku tajam disertai senyum yang misterius. Melihatnya begini, rasa percaya diriku mengendur sampai ke mata kaki. "Saya juga punya alasan lain."
"Apa alesannya?" Aku sungguh penasaran.
"Pokoknya ada, kamu enggak perlu tau."
"Ya, gimana bisa kita jadi tim kalau enggak punya rasa keterbukaan satu sama lain?"
Buset! Berani sekali aku berbicara begitu. Mulutku mendadak lancar dan berani di depannya, padahal semalam aku sudah pening membaca setiap komentar pedas netizen yang maha benar.
"Intinya, alesan kita sama. Saya juga pengen nyelamatin harga diri dari omongan orang."
Melihat gelagatnya yang serius, tidak mungkin kalau dia berbohong, kan? Dia seperti memendam alasan yang berat dan jauh lebih penting daripada alasanku yang hanya ingin membalaskan dendam hingga mencuci nama yang sudah kotor. Apa aku terima saja tawaran ini, ya?
"Oke." Aku sudah memutuskan dalam waktu satu menit. "Jadi, apa yang harus kita lakuin buat balasin dendam ini ke mereka?"
"Jadi pacar saya."
"What?" Sekali lagi aku menjerit. Astaga, dia serius atau bercanda, sih? Kenapa terpikir alasan berkencan padahal untuk membalas dendam?
"Jadi pacar saya, Dara. Pacar Bohongan."
......***......
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
safana valiqa
Bagas sudah naksir dara dari awal lihat dia MOPD..tapi dia diam karena dara pacarnya Arfan..tapi melihat Arfan semena2 terhadap dara jadi dia ingin melindungi dara.mdengan pura2 Adi pacar bohongan..soalnya mau langsung nembak tahu hati dara lagi terluka
2022-12-10
0
༄༅⃟𝐐🧡𝐌ɪ𝐌ɪˢᵒᵏIᗰꀎ꓄❣︎Kᵝ⃟ᴸ🦎
berawal dari boongan
berlanjut dengan seriusan, Ok bang
2022-03-14
0
Devi Nur Fitri
sayang bgt Lo Thor ga lanjut ceritanya .....
2022-03-13
0